UJIAN AKHIR SEMESTER
MARAKNYA ANAK-ANAK YANG PUTUS SEKOLAH
DI DUSUN CISOKA KEC. RANCAKALONG,
SUMEDANG
MAKALAH EKSPOSISI
diajukan untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Metode
Penulisan Karya Tulis Ilmiah Dosen Pengampu Prof. Dr. Disman, M.Si.
oleh:
Dede Santika
1203477
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS PENDIDIKAN
EKONMI DAN BISNIS
UNIVERSTAS PENDIDIKAN
INDONESIA
BANDUNG
2014
Assalamu’alaikum
Wr Wb....
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat dan Ridho-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Penulis
diberikan kelancaran dan kemudahan, baik dalam penulisan maupun pengumpulan
data yang mendukung terhadap permasalahan yang akan dibahas.
Ucapan terima kasih kepada Orang Tua penulis yaitu Bapak Tata dan Ibu
Nanih yang selalu menjadi semangat dan motivasi bagi penulis dalam melakukan
sesuatu untuk menghasilkan yang terbaik. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Metode Penulisan Karya Tulis Ilmiah
yaitu Bapak Prof. Dr. Disman, M.Si. yang senantiasa bijaksana dalam memberikan
pengajaran ataupun tugas yang sesuai dengan kemampuan mahasiswa. Selain itu,
ucapan terima kasih atas segala didikan yang selama ini Bapak sampaikan selama
berlangsungnya perkuliahan.
Makalah ini tidak lepas dari kekurangan dikarenakan keterbatasan penulis
sebagai manusia. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun
untuk memperbaiki karya tulis ilmiah lainnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfa’at khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Wassallamu’alaikum
Wr Wb...
Bandung, Desember 2014
Penulis
1.1. Latar
Belakang
Pendidikan menurut Achmad Munib (dalam Daryanto, 2010, hlm. 1) adalah
usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi
tanggung jawab untuk mempengauhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai
dengan cita-cita pendidikan. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya
manusia utnuk pembangunan. Dalam langkah pembangunan suatu negara, pendidikan
selalu diupayakan seiring dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu
memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Apabila pembangunan ekonomi di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan
pendidikan maka akan terjadi sebuah permasalahan. Masalah ini terjadi akibat
Sumber Daya Manusia yang tidak berkualitas akibat tidak mengenyam pendidikan
formal maupun informal.
SDM yang berkualitas akan mendorong terwujudnya harapan suatu bangsa, baik
dalam segi pembangunan ekonomi atau pembangunan
dalam bidang-bidang yang lain. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas perlu
adanya pendidikan atau pelatihan yang tinggi dan berkualitas. Masyarakat
seharusnya diberikan kemudahan dalam mengakses dunia pendidikan secara
langsung. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mngenyam pendidikan
setinggi-tingginya. Begitupun dengan masalah pendidikan anak-anak yang berada
di daerah pedesaan terpencil. Dalam mewujudkan pendidikan yang merata, pemerintah
perlu memberikan perhatian yang khusus terhadap perkembangan pendidikan di
desa.
Pendidikan anak-anak di pedesaan cenderung tidak berkembang, banyak anak
yang tidak bisa melanjutkan pendidikan akibat kurangnya informasi yang diperoleh,
kesulitan dalam infrastruktur untuk mencapai sekolah, kendala dalam ekonomi
masyarakat, dan persepsi salah mengenai dunia pendidikan terutama bagi anak
perempuan dikalangan masyarakat setempat. Kebnyakan masyarakat di pedesaan
menganggap bahwa pendidikan yang tinggi tidak akan mempengaruhi kehidupan
seorang perempuan setelah menikah. Seorang perempuan yang sudah menikah cenderung
dianggap melakukan kehidupan sehari-harinya hanya di dapur. Jarang seorang
perempuan yang lulusan SMA/SMK sederajat mempunyai pekerjaan tetap, terkecuali
sebagai Ibu Rumah Tangga. Sempitnya pemikiran tersebut yang menjadi salah satu faktor
anak-anak tidak bisa mngenyam pendidikan yang tinggi.
Pada umumnya masyarakat di pedesaan belum mengetahui bahwa seorang anak
perempuan bisa menjadi wanita karir. Permasalahan tersebut terjadi di sebuah
dusun yang berada di Kecematan Rancakalong Kabupaten Sumedang tepatnya di dusun
Cisoka. Daerah ini merupakan daerah tempat tinggal penulis. Dengan demikian
penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut untuk dibahas dalam
makalah ini. Dengan harapan akan terciptanya strategi nyata dalam penanggulangan
dari maraknya anak-anak yang putus sekolah di dusun Cisoka, terutama ditunjukan
untuk lembaga pendidikan dalam hal ini yaitu Universitas Pendidikan Indonesia. Pendidikan
harus diakses secara merata baik di pedesaan maupun di daerah perkotaan.
Sehingga dapat menciptakan SDM yang berkualitas dengan pendidikan yang
berkualitas pula.
1.2. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
permasalahan pendidikan di Kabupaten Sumedang?
2. Bagaimana
permasalahan pendidikan di Dusun Cisoka Kec. Rancakalong, Kab. Sumedang?
3. Bagaimana
argumen penulis tehadap kedua permasalahan tersebut?
4. Bagaimana
program pemerintah Kabupaten Sumedang dalam menangani masalah pendidikan?
1.3. Maksud
dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud dari makalah ini yaitu untuk mengetahui permasalahan dalam
pendidikan daerah terpencil. Hal ini terjadi di Dusun Cisoka, masih banyak
masalah pendidikan yaitu maraknya anak-anak yang putus sekolah. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk
menjelaskan mengenai permasalahan pendidikan di Kabupaten Sumedang.
2. Untuk
menjelaskan permasalahan pendidikan di Dusun Cisoka Kec. Rancakalong, Kab.
Sumedang
3. Untuk
menjelaskan argumen penulis tehadap kedua permasalahan tersebut.
4. Untuk
menjelaskan program pemerintah Kabupaten Sumedang dalam menangani masalah
pendidikan.
1.4.Manfaat Penulisan
1.4.1.
Manfaat Teoritis
Mendorong untuk melakukan kajian ulang mengenai masalah pendidikan
terutama yang terjadi di daerah terpencil. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan
wawasan terutama dalam bidang pendidikan
1.4.2.
Manfaat Praktis
Berdasarkan kajian dan pembahasan dalam masalah tersebut, diharapkan
adanya strategi yang tepat dari pemerintah atau lembaga penyelenggara
pendidikan lainnya untuk mangatasi masalah pendidikan yang terjadi di daerah
terpencil seperti Dusun Cisoka. Hal ini dimaksudkan agar penduduk Indonesia
bisa mengenyam pendidikan yang tinggi. Selain itu, kajian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran terhadap program pemerintah dalam menghadapi
dunia pendidikan di era globalisasi.
Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003, di sebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut
M. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa pendidikan ialah pimpinan yang diberikan
dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya
(jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat (dalam
Daryanto, 2010, hlm. 1).
Dalam arti lain, pendidikan merupakan pendewasaan bagi peserta didik
agar dapat mengembangkan bakat, potensi, dan keterampilan yang dimiliki dalam
menjalani kehidupan. Adapun menurut pendapat M.I Soelaiman
(dalam Somarya, D & Nuryani, P 2012, hlm. 26) memaparkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap pihak lain yang belum
dewasa agar mencapai kedewasaan. Sedangkan menurut Anwar,
M.I. (2013, hlm. 144) mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses untuk
menempatkan suatu generasi muda ke arah kedewasaan berbangsa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 201 Tahun 2003 jenjang
pendidikan terdiri dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar
(SD), Pendidikan Menengah Pertama (SMP), Pendidikan Sekolah Atas (SMA), dan
Perguruan Tinggi (PT). Pendidikan Tinggi merupakan program pendidikan yang
mencangkup program pendidikan diploma, sarjana, doktor, dan spesialis yang
dilaksanakan oleh perguruan tinggi. Dengan
demikian pendidikan merupakan hal yang penting dalam menjadikan manusia untuk
menjadi lebih baik.
Proses pendidikan salah satunya dapat dicapai dengan cara belajar. Menurut
paradigma behavioristik, belajar merupakan trasmisi pengetahuan dari expert ke novice. Berdasarkan konsep tersebut, peran guru adalah menyediakan
informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Guru mempersepsi diri berhasil dalam
pekerjaannya apabila dia dapat menuangkan pengetahuan sebanyak-banyaknya siswa.
Di samping itu, siswa dikatakan berhasil apabila dapat menerima persepsi yang
dituangkan oleh guru. Pendidikan yang berorientasi pada persepsi semacam itu
adalah bersifat induktrinasi, sehingga akan berdampak pada penjinakan kognitif
para siswa, menghalangi perkembangan kreativitas siswa dan memenggal peluang
siswa untuk mencapai higher order
thinking. Sedangkan belajar yang didekatkan pada kontruktivisme merupakan
hasil konstruksi sendiri sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan
belajar.
Menurut Suyitno (2012, hlm.95) mengemukakan bahwa pendidikan pada
dasarnya mempunyai dimensi tujuan untuk memperbaiki perilaku (behavior modification, behavior improvement).
Dalam pendidikan bukan hanya perbaikan mengenai keterampilan yang dimiliki
individu, melainkan mendidik anak dalam agar memiliki integritas kepribadian,
serta mampu berbuat secara bertanggung jawab. Seperti yang kita ketahui bahwa
perbuatan yang bertanggung jawab memerlukan kemampuan memilih nilai kesusilaan,
agar dapat berbuat baik. Karena pada dasarnya manusia mempunyai kata hati yang
bisa membedakan mana yang baik atau buruk, nilai indah atau jelek, susah atau
mudah, benar atau salah, adil dan tidak adil, dsb. Kemampuan pada manusia
inilah yang memungkinkan manusia bisa dididik dalam proses pendidikan.
Proses pendidikan memiliki beberapa dimensi yang berkaitan dengan
dimensi fisik, dimensi psikologi, dan dimensi spiritual. Dimensi fisik lebih
menekankan pada bagaimana upaya pendidikan dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan motorik peserta didik dengan dasar pemahaman terhadap tugas-tugas
perkembangan peserta didik. Upaya pendidikan dalam yang berkaitan dengan
dimensi fisik anak manusia, akan menghasilkan tingkah laku yang memiliki nilai.
Pada dimensi psikologi seperti aspek kognitif/pengetahuan, efektif/emosional/persaaan,
dan psikomotorik/jenis keterampilan peserta didik. Adapun dimensi spiritual,
upaya pendidikan erat kaitannya dengan aspek keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Pencipta seluruh alam beserta isinya dan sistem kehidupan.
Upaya pendidikan dapat diimplementasikan dalam kehidupan pendidikan
sekolah.
Dilihat dari tujuan pendidikan, maka dimensi proses pendidikan dibedakan
menjadi 4 (empat) aspek dimensi yaitu dimensi individualitas, sosialitas,
moralitas, dan religiusitas. Dalam dimensi individualitas, tujuan pendidikan
adalah menghasilkan kedewasaan seseorang dari aspek kemampuan memilih nilai
sebagai acuan normatif kehidupan sehingga memiliki kemandirian. Tujuan
pendidikan dalam dimensi sosialitas, yaitu menghasilkan kedewasaan seseorang
dalam aspek kemampuannya dalam mengimplementasikan nilai-nilai sosial yang
dijadikan rujukan kehidupan bersama dan kemampuan membangun suasana dan kondisi
kemasyarakatan yang harmonis. Sedangkan tujuan pendidikan dalam dimensi
religiusitas, adalah tercapainya kedewasaan seseorang dalam meyakini dan
mengamalkan nilai-nilai keyakinan agamanya secara konsekuen. Sehingga seluruh
kehidupannya berdasarkan pada tatanan dan keyakinan agamanya.
Proses pendidikan yang meliputi dimensi-dimensi tersebut dapat
dilaksanakan pada pendidikan formal, informal, dan nonformal. Pada dasarnya
proses pendidikan tidak memisahkan antara dimensi yang satu dengan dimensi yang
lainnya. Sehingga pendidikan dilakukan secara komprehensif dan integral.
Perkembangan pribadi anak tidak hanya dengan observasi ataupun
eksperimen, tetapi dapat dilakukan dengan introspeksi dan empati. Hal tersebut
mempunyai arti kemampuan dapat menempatkan diri dalam pribadi seorang anak.
Sehingga kejiwaan anak bukan hanya dapat dipahami melainkan dapat diarifi (verstehen). Perkembangan anak bukan
hanya dari segi biologis saja, melainkan sebagai makhluk psikis dan spiritual.
Sebagai makhlukbiologis, anak dapat dilihat dari kehidupan instinktifnya
seperti insting mempertahankan diri, insting sex, berkelahi, lari, bersosialisasi
dengan orang lain, dsb. Sedangkan dari aspek psikisnya, seorang anak dapat
dikenali melalui dimensi khidupan kejiwaannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam
motivasinya terhadap suatu hal, emosinya. Kognisinya, dan kehidupan
psikomotoriknya. Sedangkan aspek
spiritualnya, dapat dilihat dari perilaku anak dalam menjalankan dan
mengamalkan aturan agamanya, meskipun dalam perkembangannya, anak kecil hanya
meniru apa yang dilakukan orang tuannya. Pendidikan merupakan hal yang penting
dalam mengawasi perkembangan anak. Secara umum perkembangan kehidupan anak
dapat dibagi ke dalam periodesasi sebagai berikut:
1. Anak
bayi (0-1 Tahun)
2. Kanak-kanak
(1-5 Tahun)
3. Anak
Sekolah (6-12 Tahun)
4. Remaja
atau adolesensi (12-18 Tahun)
Dalam setiap periode perkembangan, seseorang mempunyai kekhasan sendiri
karena ada dimensi-dimensi tertentu yang menonjol. Periodesasi anak bayi (0-1
Tahun) merupakan periode vital atau hidup. Dalam mempertahankan hidupnya anak
dilengkapi dengan beberapa kemampuan terutama dengan insting atau naluri. Hal
ini dapat dilihat pada perilaku mereaksi terhadap
lingkungan, terjadi tanpa belajar terlebih dahulu, dan meliputi segi-segi
kognitif (kesadaran), afektif (emosi), dan kejasmanian. Periode kanak-kanak
yaitu usia pra sekolah sebagai peralihan dari masa bayi ke usia anak sekolah.
Sebelum anak masuk sekolah, jiwanya telah matang untuk bersekolah karena
dipersiapkan di Taman Kanak-Kanak atau TPA. Selanjutnya yaitu periode anak
sekolah, periode ini oleh Kohnstamm (dalam Suyitno, 2012, hlm. 106) disebut
sebagai periode “intelektual”, karena sebagian besar waktu digunakan untuk
pengembangan kemampuan entelektualnya. Sedangkan periode terakhir yaitu periode
masa remaja/pubertas/adolensensi, Kohnstamm menyebut periode ini dengan periode
sosial, karena dalam masa ini anak mempunyai minat terhadap hal-hal
kemasyarakatan dan sering hidup dalam ikatan organisasi. Dalam perkembangan
moralnya, pada masa ini anak mulai mengenal nilai-nilai rohani seperti nilai
kebenaran, keadilan, kebaikan, keindahan, dan ketuhanan. Pubertas ialah periode
antara 12-15 tahun, yaitu dimana anak-anak duduk di sekolah lanjutan pertama
atau SMP.
Ketika periode masa sekolah,
prestasi anak yang baik akan membawa stabilitas kepribadian anak menjadi lebih
mantap, sebaliknya kegagalan dalam sekolah akan menimbulkan berbagai jenis
masalah dan tidak sesuai dengan perilaku. Dalam memahami tugas-tugas
perkembangan di atas, seharusnya kita dapat menyesuaikan tindakan dalam rangka
tugas-tugas pendidikan yang erat kaitannya dengan perkembangan potensi atau
kemampuan seorang anak dan berbagai permasalahan lainnya.
Pendidikan ialah
hak setiap warga Negara Indonesia. Pembukaan UUD 45 menyebutkan bahwa salah
satu tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, ini
berarti pemerintah memiliki tanggung jawab yang sangat mendasar dalam
menciptakan generasi yang cerdas dan berkualitas di seluruh nusantara, baik di
daerah pedesaan maupun daerah perkotaan. Hal ini ditegaskan lebih rinci dalam
BAB XII pasal 31 yang menyebutkan bahwa : (1) setiap warga Negara berhak
mendapat pendidikan (ayat 1); dan (2) setiap warga Negara berhak mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (ayat 2).
Di Kabupaten Sumedang dalam kurun waktu Tahun 2004-2008
jumlah guru (PNS dan Non-PNS) dan murid setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Guru (PNS dan Non-PNS) pada tahun 2004 berjumlah 10.066 orang dengan murid berjumlah
172.172 orang,pada tahun 2005 guru berjumlah 10.338 orang dengan murid 175.524
orang, Tahun 2006 guru berjumlah 10.815 orang dengan murid berjumlah 176.388
orang. Tahun 2007 guru berjumlah 11.109 orang dengan murid 181.093 orang dan
tahun 2008 guru berjumlah 13.224 orang dengan murid 197.145 orang. Dengan total
sekolah yang ada di Kabupaten Sumedang sebanyak 779 sekolah.
Adapun persentase angka melek huruf dan partisipasi sekolah
dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Berdasarkan grafik perkembangan angka melek huruf masyarakat Kabupaten
Sumedang dari usia 15-24 tahun menunjukan angka yang cenderung mengalami
fluktuasi pada 3 tahun awal dari 2005-2007. Kemudian stagnan dari 2007-2009.
Pada tahun 2005 angka melek huruf sebesar 98,9%, kemudian mengalami kenaikan
pada tahun 2006 sebesar 0.09% menjadi 98,81%. Tahun 2007-2009 berada pada angka
100%. Sedangkan angka melek huruf pada usia 25-55 tahun mengalami fluktuasi
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 angka melek huruf sebesar 99,12% lebih
besar dibanding angka melek huruf usia 15-24 tahun. Kemudian tahun 2006 angka
melek huruf mengalami penurunan menjadi 98,71%. Pada tahun 2007 mengalami
kenaikan kembali menjadi 99,34%. Tahun 2008 menjadi 99,86%. Sedangkan untuk
tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 2.4%, sehingga angka menunjukan 97,46%.
Selanjutnya, angka partisipasi sekolah pada usia 7-12 tahun pada 5 tahun
ini mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 sebesar 98,79%, kemudian tahun 2006 mengalami
penurunan tertinggi sebesar 2,11% menjadi 96,68%. Sedangkan pada tahun 2007
terjadi kenaikan mencapai 97,63%, tahun 2008 menunjukan angka 98,06%, hingga
pada tahun 2009 yang mencapai angka 92,44. Adapun angka partisipasi sekolah
pada usia 13-15 tahun berada pada angka 72,62%-86,54%. Hal ini menunjukan
persentasi paling bawah dibandingkan dengan angka melek huruf. Pada tahun 2005
angka partisipasi sekolah mencapai 80,15%. Kemudian mengalami kenaikan pada
tahun 2006 menjadi 86,54%, angka ini merupakan angka tertinggi dari partisipasi
sekolah usia 13-15 tahun pada periode itu. Sedangkan pada tahun 2007 mengalami
penurunan sebesar 14.27% menjadi 72,27%. Penurunan terjadi kembali pada tahun
2008 menjadi 71,8%. Pada tahun 2009 angka partisipasi sekolah usia 13-15 tahun
menjadi 72,62%
Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik memeberikan informasi data angka
melek huruf secara umum tanpa adanya perbedaan usia penduduk. Hal tersebut
dapat dilihat pada grafik di bawah ini mengenai angka melek huruf dan lama
sekolah yang dialami oleh penduduk Kabupaten Sumedang berikut ini:
Angka melek umum secara umum pada tahun 2004
sampai 2012 mengalami kenaikan terus menerus setiap tahunnya. Angka melek huruf
pada tahun 2004 sebesar 96,2%. Pada tahun 2005-2006 mencapai angka
96,69%-97,40%. Selanjutnya pada tahun 2007 dan 2008 angka mengalami kenaikan
sebesar 0.11% menjadi 97,51%. Tahun 2009 mencapai angka sebesar 97,58%. Pada
tahun 2010-2012 menunjukan angka 97,72%-97,82%.
Sedangkan persentase lama sekolah menunjukan
angka yang kurang dari 10%. Sangat miris sekali melihat persentase yang begitu
kecil mengenai lamanya pendidikan masyarakat Kabupaten Sumedang. Pada tahun
2004-2005 menunjukan angka 7,1%. Kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2006
menjadi 7,2%. Pada tahun 2007-2008 masih terjadi kenaikan sebesar 0.5% menjadi
7,7%. Tahun 2009-2011 sebesar 7,9%. Sedangkan pada tahun 2012 mencapai angka
sekitar 8%.
Selanjutnya, Badan Pusat Statistik menunjukan
persentase jumlah penduduk berdasarkan
status baca tulis dan Berbahasa Indonesia per kabupaten pada tahun 2010.
Persentase masyarakat yang tidak bisa membaca dan menulis pada tahun 2010
sebesar 44,26%. Sedangkan yang tidak bisa Berbahasa Indonesia menunjukan angka
yang sangat tinggi yaitu 72,97%. Adapun persentase jumlah penduduk berdasarkan
tingkat pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas, dan Perguruan Tinggi menunjukan angka sebagai berikut:
Keterangan
|
Tidak/Belum
Tamat SD
|
Tamat SD
|
Tamat SLTP
|
Tamat SLTA
|
Tamat PT
|
13.53
|
185.05
|
87.205
|
87.30
|
19.48
|
|
17.68
|
205.36
|
84.08
|
69.88
|
16.88
|
Sumber: Badan Pusat
Statistik (Data Primer)
Berdasarkan data jumlah
penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin (2010), menunjukan bahwa angka tamatan SD untuk jenis kelamin laki-laki
mempunyai persentase sangat besar dibanding dengan sekolah lanjutan. Hal ini
menunjukan bahwa masyarakat Kabupaten Sumedang terutama anak-anak mengalami
masalah dalam pendidikan untuk meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan
ada pula masyarakat Kabupaten Sumedang yang tidak bisa menyelesaikan Sekolah
Dasarnya Sehingga hal ini mempengaruhi permasalahan dalam kualitas Sumber Daya
Manusia. Angka tamatan Perguruan Tinggi mempunyai persentase relatif kecil
yaitu sekitar 19,48%. Tamatan SD sebesar 185,05% dan merupakan angka tertinggi
dari seluruh jenjang. Persentase tidak/belum tamat SD sebesar 13,53%. Tamatan
SLTA mempunyai angka persentase lebih tinggi dibanding dengan SLTP. Selisih
kedua tamatan tersebut sebesar 0.09%. Persentase tamatan SLTP sebesar 87.21%,
sedangkan SLTA mencapai angka 87,30%.
Selanjutnya, angka tamatan SD untuk jenis
kelamin perempuan menunjukan angka yang sama seperti laki-laki mencapai
persentase terbesar dari seluruh jenjang pendidikan. Bahkan angka yang
tidak/belum lulus SD jenis kelamin perempuan lebih besar dibanding dengan
persentase laki-laki, yaitu sebesar 17,68%. Tamatan SD mencapai angka yang
sangat tinggi yaitu 205.36%. Sedangkan untuk angka tamatan SLTP lebih
besar dibanding dengan SLTA. Tamatan SLTP menunjukan angka 84,08% dan SLTA
sebesar 69,88%. Selisih angka penurunan yang relatif tinggi yaitu sebesar
14.2%. Terakhir, tamatan Perguruan Tinggi sebesar 16,88%.
Dalam penjelasan di atas menunjukan permasalahan pendidikan yang dialami
oleh masyarakat Kabupaten Sumedang. Hal ini terjadi oleh beberapa faktor
terutama faktor ekonomi.Kendala tersebut menghambat anak-anak untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan pada bulan Juli 2014 menurut
penuturan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang
mengemukakan bahwa penerimaan peserta didik baru di Kabupaten Sumedang, masih
banyak SMP yang belum memenuhi kuota murid baru. SMP di dalam kota pun ada 3
(tiga) sekolah yang belum mencapai kuota. Sementara dinas pendidikan berharap
untuk mewujudkan sekolah wajib belajar 12 tahun.
Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang sudah memerintahkan kepada kepala
SMP yang masih kekurangan murid tersebut untuk menyisir pemukiman penduduk
jikalau masih ada lulusan SD yang tidak melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
Selain itu, pihak kepala sekolah sudah disarankan supaya bekerja sama dengan
kepala desa, Ketua RW dan RT untuk mencari siswa lulusan SD yang tidak
melanjutkan sekolah supaya melanjutkan sekolah. Selain itu, Eem Hendrawan
sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang memerintahkan kepada pihak
tertentu untuk mensosialisasikan bahwa pendidikan sekarang tidak dipungut biaya
SPP.
Lulusan SD di Kabupaten Sumedang tahun 2012 sebanyak 19.423 orang,
sedangkan yang sudah tertampung berdasarkan laporan yang sudah masuk ke Dinas
Pendidikan, baik SMP (negeri dan swasta) maupun MTs, sebanyak 16.375 siswa.
3000 siswa dimungkinkan tidak melanjutkan pendidikan atau masuk pesantren.
Kepala Disdik berharap sisanya tersebut bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi termasuk ke pesantren.
Sehingga pemerintah berupaya dalam mencari data ke pesantren yang ada di
Sumedang untuk mengetahui lulusan SD yang masuk pesantren tersebut. Masalah
bidang pendidikan di Kabupaten Sumedang salah satunya bisa disebabkan oleh
ketidakmerataan pendidikan yang terjadi di pedesaan seperti di Dusun Cisoka.
Dusun Cisoka adalah sebuah dusun yang terpencil
bagian dari Desa Sukamaju, Kecematan Rancakalong, Kabupaten Sumedang.
Pendidikan di Dusun Cisoka sama halnya seperti permasalahan di Kabupaten
Sumedang secara umum. Banyak anak-anak yang tidak bisa mengenyam pendidikan
yang lebih tinggi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis, rata-rata
pendidikan hanya lulusan Sekolah Dasar. Setelah lulus SD, mereka tidak
mempunyai motivasi untuk melanjutkan sekolah. Di samping itu, orang tua tidak
mendorong anak untuk bersekolah lebih tinggi, karena pemikiran masyarakat yang
masih tradisional.
Sebelum tahun 2010, anak-anak yang lulusan SD
tidak melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP), melainkan mencari pekerjaan
dan menganggur. Namun, sekitar tahun 2011 sampai sekarang perkembangan
pendidikan lumayan membaik, meskipun tidak sampai tingkat yang lebih tinggi. Orang
tua cenderung menyuruh anaknya untuk kerja di usia dini agar memperoleh
penghasilan. Sedangkan, tidak ada pekerjaan yang pantas untuk anak yang tidak mempunyai
keterampilan tetapi memberikan penghasilan tinggi. Hal tersebut mustahil untuk
diwujudkan, kecuali ada rezeki yang tidak terduga dari Tuhan. Kebanyakan anak-anak
yang tidak melanjutkan sekolah, bekerja sebagai pembantu, pelayan toko, atau
berdagang. Berhubung tingkat emosional anak belum matang, tidak jarang pula
anak yang sudah bekerja kemudian berhenti dari pekerjaannya karena kurang kuat
menghadapi masalah yang terjadi dengan tugas yang digelutinya. Selain itu,
banyak lulusan SD atau SMP yang langsung menikah, baik perjodohan yang
dilakukan orang tua ataupun rencana anak tersebut untuk membina rumah tangga.
Tiga tahun terakhir sampai sekarang, pendidikan anak-anak
bisa terhitung dalam melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah
Kejuruan yaitu sekitar 15 orang. Hal ini lebih baik dibanding dengan tiga tahun
sebelumnya. Sedangkan, untuk lulusan Diploma 3 (D3) pada tahun 2013/2014
sebanyak 2 (dua) orang dari kalangan kesehatan. Pada awalnya hanya 1 (satu)
orang lulusan D3 yaitu seorang mantan kepala Desa Sukamaju. Lulusan sarjana
hanya sekitar 3 (tiga) orang dari sekampung di Dusun Cisoka. 1 (satu) dari
lulusan PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kab.Sumedang dan 2 (dua) dari
lulusan Perguruan Tinggi swasta. Sisanya hanya lulusan SD dan SMP yang tidak
melanjutkan ke SMA/SMK sederajat. Padahal jumlah rukun warga di Dusun Cisoka
sebanyak 2 (dua) RW, dengan rata-rata 1
(satu) RW sekitar 100 kepala keluarga.
Berdasarkan permasalahan pendidikan yang terjadi
di Kabupaten Sumedang termasuk di Dusun Cisoka, nampak suatu hal yang miris
karena pada dasarnya seorang anak adalah generasi penerus bangsa yang harus
memajukan negara dan bangsa. Hal tersebut bisa dilakukan melalui proses
pendidikan yang berkelanjutan. Pendidikan yang dilaksanakan pada jenjang paling
bawah menuju jenjang yang paling tinggi. Pendidikan sangat penting dalam
menghadapi era globalisasi. Dengan pendidikan orang akan lebih memiliki
wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan menjadi berkarakter, meskipun pendidikan
tidak menjamin seseorang memiliki karakter baik. Namun dengan pendidikan,
manusia bisa menjadi lebih dewasa untuk bertindak. Dalam menyelesaikan masalah,
orang yang berpendidikan akan berbeda dengan orang yang tidak mengenyam
pendidikan.
Pendidikan cenderung akan mempengaruhi kualitas
Sumber Daya Manusia. Dengan pendidikan yang rendah maka seseorang akan memiliki
kualitas yang rendah pula. Seperti contoh yang nyata, banyak orang yang
membutuhkan pekerjaan bagus dan memperoleh penghasilan yang besar. Mereka yang
lulusan sarjana akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih
tinggi dibanding dengan orang yang hanya sekedar lulusan SD. Meskipun pada
kenyataannya masih banyak sarjana yang menganggur. Namun, kebanyakan lulusan SD
memang mendapatkan pekerjaan yang rendah dan perolehan upahnya sangat rendah.
Hal tersebut mempengaruhi kesejahteraan warga masyarakat, terutama yang terjadi
di Dusun Cisoka. Warga Cisoka semakin ketinggalan zaman baik dari perekonomian
maupun pengetahuan dan teknologi.
Keadaan sarana dan prasana di Dusun Cisoka masih
sangat terbatas. Jalan raya yang semakin hancur, akses sekolah yang jauh, tidak
ada warung internet untuk memperoleh informasi secara cepat. Hal ini merupakan
salah satu pemicu masyarakat enggan untuk sekolah lebih tinggi. Dengan
keterbatasan informasi yang didapatkan mengenai dunia pendidikan, baik beasiswa
ataupun bantuan lain membuat masyarakat tidak peduli dengan pendidikan ke
jenjang selanjutnya.
Selain itu, masalah perekonomian keluarga yang
tidak mendukung terselenggaranya pendidikan anak-anak akan mengahambat kemajuan
pendidikan di Dusun Cisoka. Bedasarkan pemarapan RT 03 pendapatan masyarakat
tahun rata-rata sekitar Rp. 3.000.000.000,-/tahun jika dilihat dari mata
pencaharian masyarakat mayoritas sebagai petani atau buruh tani. Pada tahun
2014 ini, pendapatan masyarakat sekitar Rp.900.000,-/bulan sebagai buruh tani.
Terhitung upah hanya sekitar Rp.30.000,-/hari. Penghasilan yang sangat kecil
jika dibandingkan dengan pendapatan masyarakat perkotaan. Hal ini menjadi faktor
keluarga melarang anaknya untuk tidak sekolah.
Pada umumnya, peranan orang tua sangat penting
dan dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan anak terutama dalam bidang
pendidikan. Baik pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan secara formal yang
merupakan program pemerintah. Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan strategi
dalam mengatasi kemiskinan dan pendidikan di Provinsi Jawa Barat ternyata tidak
memberikan dampak yang signifikan terhadap terselenggaranya pendidikan di Dusun
Cisoka. Padahal program tersebut memberikan keringanan dalam biaya pendidikan
anak. Pembebasan biaya dalam program pemerintah Kabupaten Sumedang pada tahun
2013, hal tersebut tidak memberikan respon yang signifikan dari masyarakat
Dusun Cisoka.
Sebenarnya permasalahan ekonomi bukan hal yang
mutlak dalam melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Ketika seorang anak
mempunyai kemauan, niat, dan motivasi untuk sekolah tinggi maka dia akan bersekolah.
Karena pada dasarnya motivasi yang tinggi itu berasal dari dalam diri sendiri. Melihat
kenyataan yang terjadi di masyarakat, seorang anak petani pun bisa mencapai
pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia dengan beasiswa yang
diperolehnya. Hal tersebut membuktikan bahwa faktor ekonomi keluarga bukan
masalah utama dalam mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Usaha dan do’a
merupakan hal yang harus dilakukan.
Banyak hal yang menjadi tugas pemerintah,
lembaga penyelenggara pendidikan,dan pihak akademisi dalam menanggulangi
masalah pendidikan di Dusun Cisoka. Adapun harapan penulis bagi pemerintah
dalam meningkatkan pendidikan diantaranya:
1. Meningkatkan sosialisasi
mengenai pentingnya pendidikan kepada masyarakat Dusun Cisoka, baik dilakukan
baik oleh pihak desa, Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, ataupun Dinas
Pendidikan Pusat.
2. Memperbaiki infrastruktur
jalan menuju sekolah.
3. Mendirikan SD, SMP, atau
jenjang pendidikan yang lebih tinggi lainnya di Dusun Cisoka.
4. Memberikan beasiswa khusus
dari Kabupaten untuk anak yang berasal keluarga yang ekonominya lemah tetapi
memiliki motivasi yang tinggi terhadap pendidikan.
5. Mendirikan lapangan kerja,
agar masyarakat dapat bekerja dan memperoleh pendapatan lebih tinggi. Karena
tidak dipungkiri bahwa dalam proses
pendidikan, dipastikan membutuhkan uang untuk biaya lain-lain diluar biaya
pokok pendidikan, baik untuk mengakses informasi maupun transfortasi.
6. Memberikan anjuran kepada
orang tua agar mendukung anaknya untuk bersekolah.
Sedangkan
harapan lain bagi dunia pendidikan terutama untuk UPI sebagai salah satu lembaga
penyelenggara pendidikan tinggi yaitu sebagai berikut ini:
1. Menjadikan Dusun Cisoka
sebagai desa binaan terutama dalam peningkatan pendidikan masyarakat, dengan
mengarah pada peningkatan SDM yang handal dan bepotensi tinggi.
2. Memberikan bantuan bagi
tempat pendidikan yang terdapat di Dusun Cisoka. Meskipun hanya ada Pendidikan
Anak Usia Dini, dengan memberikan fasilitas gratis untuk meningkatkan motivasi
anak-anak untuk belajar.
3. Bekerja sama dengan pihak
pemerintah setempat untuk memberikan beasiswa dari Universitas, dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan dan peningkatan pendidikan masyarakat desa.
4. Membuka wawasan masyarakat
dengan berbagai seminar pendidikan yang khusus dilakukan di Dusun Cisoka.
5. Menyediakan wahana pelatihan
dan keterampilan untuk masyarakat yang tidak bisa sama sekali melanjutkan
pendidikan, agar masyarakat mempunyai bekal dalam menata daerah menjadi lebih
baik.
Beberapa strategi di atas setidaknya akan
meningkatkan pendidikan masyarakat terutama dalam menambah wawasan dan khasanah
ilmu pengetahuan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi ketimpangan antara
pendidikan di perkotaan dengan pendidikan di pedesaan. Sehingga bisa mengejar
ketertinggalan yang terjadi selama ini. Selain itu, hal yang paling utama
dilakukan adalah merubah mindset tradisional masyarakat menuju arah
kemajuan bangsa. Hal ini bertujuan pembentukan mental yang lebih kuat.
Dalam mengangani berbagai masalah dalam
pendidikan, pada tahun 2013 pemerintah mencanangkan strategi supaya masyarakat wajib
sekolah selama 12 (dua belas) tahun. Strategi tersebut didukung dengan penyelenggaraan
program pembiayaan sekolah secara gratis. Tujuan dari penyelenggaraan program
ini adalah sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap masalah pendididkan.
Dengan arahan kebijakan, agar banyak anak-anak tidak putus hanya sampai Sekolah
Dasar. Sekolah-sekolah yang bergabung adalah sekolah yang sanggup
menyelenggarakan operasional pendidikan sebesar Rp116.000/bulan untuk setiap
siswa. Sementara sekolah lainnya masih mempunyai biaya operasional pendidikan
di atas Rp116.000 per orang, yaitu SMAN 1 Sumedang.
Sekolah RSBI ini mempunyai operasional pendidikan sebesar Rp200.000. SMA
lainnya yang tidak mengikuti pembebasan biaya adalah SMA Al-Masoem karena
sekolah ini merupakan sekolah swasta mandiri yang menolak pengalokasian dana
BOS dari pemerintah. Sebanyak 13 SMK lainnya yang menyatakan menolak
menggratiskan biaya pendidikan adalah sekolah yang baru saja berdiri sehingga
mereka belum mempunyai alokasi dana BOS dari pemerintah.
Dari 69 SMK di Sumedang, terdapat 56 sekolah yang akan menggratiskan
biaya dan 13 SMK lainnya masih belum sanggup, mereka belum menerima BOS karena
sekolahnya baru berdiri. Selain itu, dari 26 SMA di Sumedang, ada 24 SMA yang
jadi peserta pembiayaan gratis tapi dua lainnya yaitu SMAN 1 Sumedang dan SMA
Al Masoem tidak bergabung.
Selain itu, program pemerintah lain dalam
peningkatan pendidikan di Kabupaten Sumedang yaitu dengan pembangunan ruang
kelas baru pada beberapa sekolah tertentu.
Tingkat pendidikan di Kabupaten Sumedang menunjukan perkembangan yang
rendah. Mekipun angka partisipasi sekolah nampak tinggi, tetapi persentase lama
sekolah menunjukan angka dibawah 10%. Hal ini berarti masih banyak anak yang
belum bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu,
data menujukan masih banyak anak-anak, baik laki-laki ataupun perempuan yang
hanya tamatan SD. Persentase tamatan SD lebih tinggi dibanding dengan
persentasi tamatan SMP, SMA, atau PT. Bahkan masyarakat Kabupaten Sumedang
masih ada yang tidak tamat SD.
Permasalahan pendidikan di Kabupaten Sumedang, tentunya dipengaruhi pula
oleh masalah pendidikan di Dusun Cisoka. Pendidikan di Dusun Cisoka masih
rendah, meskipun 4 (empat) tahun terakhir ini mengalami perkembangan lebih baik
dibanding dengan tahun sebelumnnya. Namun, dalam hal ini masih banyak masyarakat
belum peduli terhadap pendidikan anak-anaknya.
Dalam menangani masalah di atas, perlu adanya perbaikan mental
masyarakat yang mindsetnya tradisional
menuju arah kemajuan. Adapun strategi pemerintah dalam mengatasi masalah
pendidikan yaitu mencanangkan agar masyarakat wajib sekolah 12 (dua belas)
tahun dengan membebaskan biaya pendidikan di beberapa sekolah. Selain itu, pemerintah telah mencanangkan
program pembentukan ruang kelas baru untuk sekolah-sekolah tertentu.
Adapun saran dalam menghadapi masalah ini, pemerintah harus
memperhatikan masalah pendidikan tidak hanya di perkotaan, tetapi di daerah
pedesaan pula seperti Dusun Cisoka. Pada kenyataannya terjadi ketimpangan
pemerataan pendidikan di kota dengan desa. Hal ini diarahkan dalam upaya
peningkatan
pembangunan daerah dengan mewujudkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Karena
pada dasarnya, pendidikan warga negara merupakan tanggung jawab pemerintah dan
berada dalam institusi.
Bagi lembaga penyelenggara pendidikan ataupun pihak akademisi, diharapkan
mengadakan program-program pengabdian masyarakat secara berkelanjutan untuk meningkatkan
pendidikan di Dusun Cisoka. Sedangkan Bagi masyarakat pada umumnya, dalam hal
tersebut orang tua harus bisa merubah paradigma/mindset mengenai pendidikan. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab
pemerintah semata, tetapi tanggung jawab seluruh masyarakat dalam memajukan
peradaban bangsa. Dengan pendidikan masyarakat yang tinggi, maka bangsa akan
maju. Dengan bangsa yang maju, maka kemajuan negara akan tercapai. Di era
globalisasi ini, pendidikan merupakan hal yang penting dan salah satu sarana
untuk meningkatkan kualitas diri sebagai manusia.
Alwasilah,
A.C. dkk. (2008). Pendidikan di Indonesia
Masalah dan Solusi. Jakarta: Kedeputian Bidang Koordinasi Pendidikan,
Agama, dan Aparatur Negara.
Anwar,
M.I. (2013). Administrasi Pendidikan dan
Manajemen Biaya Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Benang Merah.net. (2009). Kumpulan
Data Indikator Pembangunan. [Online]. Tersedia: http://www.benangmerah.net (25 Desember
2014).
Daryanto.
(2010). Media Pembelajaran Peranan Sangat
Penting dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Dishubkominfo. (2009). Penduduk Tenaga Kerja. [Online]. Tersedia: http://sumedangkab.bps.go.id (25 Desember 2014).
Kabar Sumedang.com. (2013). Ribuan Siswa SD Tidak Melanjutkan Sekolah. [Online]. Tersedia: http://kabarsumedang.com (24 Desember
2014).
Somarya,
D dkk. (2012). Landasan Pendidikan. Bandung:
Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan.
Suciati, Vera. (2013). Biaya di 99 SMA/SMK/MA Sumedang Akan
Digratiskan. [Online]. Tersedia: http://m.inilah.com (25 Desember
2014).
Suyitno. (2012).
Landasan Pendidikan. Bandung: Sub
Koordinator MKDP Landasan Pendidikan.
Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar