Minggu, 18 Oktober 2015

MARAKNYA ANAK-ANAK YANG PUTUS SEKOLAH DI DUSUN CISOKA KEC. RANCAKALONG, SUMEDANG

UJIAN AKHIR SEMESTER

MARAKNYA ANAK-ANAK YANG PUTUS SEKOLAH
DI DUSUN CISOKA KEC. RANCAKALONG, SUMEDANG

MAKALAH EKSPOSISI

diajukan untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Metode Penulisan Karya Tulis Ilmiah Dosen Pengampu Prof. Dr. Disman, M.Si.

 








oleh:
Dede Santika
1203477

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONMI DAN BISNIS
UNIVERSTAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014




Assalamu’alaikum Wr Wb....
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan Ridho-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Penulis diberikan kelancaran dan kemudahan, baik dalam penulisan maupun pengumpulan data yang mendukung terhadap permasalahan yang akan dibahas.
Ucapan terima kasih kepada Orang Tua penulis yaitu Bapak Tata dan Ibu Nanih yang selalu menjadi semangat dan motivasi bagi penulis dalam melakukan sesuatu untuk menghasilkan yang terbaik. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Metode Penulisan Karya Tulis Ilmiah yaitu Bapak Prof. Dr. Disman, M.Si. yang senantiasa bijaksana dalam memberikan pengajaran ataupun tugas yang sesuai dengan kemampuan mahasiswa. Selain itu, ucapan terima kasih atas segala didikan yang selama ini Bapak sampaikan selama berlangsungnya perkuliahan.
Makalah ini tidak lepas dari kekurangan dikarenakan keterbatasan penulis sebagai manusia. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk memperbaiki karya tulis ilmiah lainnya. Semoga makalah ini dapat bermanfa’at khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Wassallamu’alaikum Wr Wb...



Bandung,    Desember 2014



Penulis





 








1.1.       Latar Belakang

Pendidikan menurut Achmad Munib (dalam Daryanto, 2010, hlm. 1) adalah usaha sadar dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengauhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia utnuk pembangunan. Dalam langkah pembangunan suatu negara, pendidikan selalu diupayakan seiring dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Apabila pembangunan ekonomi di Indonesia tidak dibarengi dengan pembangunan pendidikan maka akan terjadi sebuah permasalahan. Masalah ini terjadi akibat Sumber Daya Manusia yang tidak berkualitas akibat tidak mengenyam pendidikan formal maupun informal.
SDM yang berkualitas akan mendorong terwujudnya harapan suatu bangsa, baik dalam segi pembangunan ekonomi atau pembangunan  dalam bidang-bidang yang lain. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas perlu adanya pendidikan atau pelatihan yang tinggi dan berkualitas. Masyarakat seharusnya diberikan kemudahan dalam mengakses dunia pendidikan secara langsung. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mngenyam pendidikan setinggi-tingginya. Begitupun dengan masalah pendidikan anak-anak yang berada di daerah pedesaan terpencil. Dalam mewujudkan pendidikan yang merata, pemerintah perlu memberikan perhatian yang khusus terhadap perkembangan pendidikan di desa.


Pendidikan anak-anak di pedesaan cenderung tidak berkembang, banyak anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan akibat kurangnya informasi yang diperoleh, kesulitan dalam infrastruktur untuk mencapai sekolah, kendala dalam ekonomi masyarakat, dan persepsi salah mengenai dunia pendidikan terutama bagi anak perempuan dikalangan masyarakat setempat. Kebnyakan masyarakat di pedesaan menganggap bahwa pendidikan yang tinggi tidak akan mempengaruhi kehidupan seorang perempuan setelah menikah. Seorang perempuan yang sudah menikah cenderung dianggap melakukan kehidupan sehari-harinya hanya di dapur. Jarang seorang perempuan yang lulusan SMA/SMK sederajat mempunyai pekerjaan tetap, terkecuali sebagai Ibu Rumah Tangga. Sempitnya pemikiran tersebut yang menjadi salah satu faktor anak-anak tidak bisa mngenyam pendidikan yang tinggi.
Pada umumnya masyarakat di pedesaan belum mengetahui bahwa seorang anak perempuan bisa menjadi wanita karir. Permasalahan tersebut terjadi di sebuah dusun yang berada di Kecematan Rancakalong Kabupaten Sumedang tepatnya di dusun Cisoka. Daerah ini merupakan daerah tempat tinggal penulis. Dengan demikian penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut untuk dibahas dalam makalah ini. Dengan harapan akan terciptanya strategi nyata dalam penanggulangan dari maraknya anak-anak yang putus sekolah di dusun Cisoka, terutama ditunjukan untuk lembaga pendidikan dalam hal ini yaitu Universitas Pendidikan Indonesia. Pendidikan harus diakses secara merata baik di pedesaan maupun di daerah perkotaan. Sehingga dapat menciptakan SDM yang berkualitas dengan pendidikan yang berkualitas pula.

1.2.       Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana permasalahan pendidikan di Kabupaten Sumedang?
2.      Bagaimana permasalahan pendidikan di Dusun Cisoka Kec. Rancakalong, Kab. Sumedang?
3.      Bagaimana argumen penulis tehadap kedua permasalahan tersebut?
4.      Bagaimana program pemerintah Kabupaten Sumedang dalam menangani masalah pendidikan?

1.3.       Maksud dan Tujuan Penulisan

Adapun maksud dari makalah ini yaitu untuk mengetahui permasalahan dalam pendidikan daerah terpencil. Hal ini terjadi di Dusun Cisoka, masih banyak masalah pendidikan yaitu maraknya anak-anak yang putus sekolah. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk menjelaskan mengenai permasalahan pendidikan di Kabupaten Sumedang.
2.      Untuk menjelaskan permasalahan pendidikan di Dusun Cisoka Kec. Rancakalong, Kab. Sumedang
3.      Untuk menjelaskan argumen penulis tehadap kedua permasalahan tersebut.
4.      Untuk menjelaskan program pemerintah Kabupaten Sumedang dalam menangani masalah pendidikan.

1.4.Manfaat Penulisan

1.4.1.      Manfaat Teoritis

Mendorong untuk melakukan kajian ulang mengenai masalah pendidikan terutama yang terjadi di daerah terpencil. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan terutama dalam bidang pendidikan

1.4.2.      Manfaat Praktis

Berdasarkan kajian dan pembahasan dalam masalah tersebut, diharapkan adanya strategi yang tepat dari pemerintah atau lembaga penyelenggara pendidikan lainnya untuk mangatasi masalah pendidikan yang terjadi di daerah terpencil seperti Dusun Cisoka. Hal ini dimaksudkan agar penduduk Indonesia bisa mengenyam pendidikan yang tinggi. Selain itu, kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap program pemerintah dalam menghadapi dunia pendidikan di era globalisasi.





2.1.        Pendidikan
Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, di sebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut M. Ngalim Purwanto menyatakan bahwa pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat (dalam Daryanto, 2010, hlm. 1).
Dalam arti lain, pendidikan merupakan pendewasaan bagi peserta didik agar dapat mengembangkan bakat, potensi, dan keterampilan yang dimiliki dalam menjalani kehidupan. Adapun menurut pendapat M.I Soelaiman (dalam Somarya, D & Nuryani, P 2012, hlm. 26) memaparkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap pihak lain yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan. Sedangkan menurut Anwar, M.I. (2013, hlm. 144) mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses untuk menempatkan suatu generasi muda ke arah kedewasaan berbangsa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 201 Tahun 2003 jenjang pendidikan terdiri dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar (SD), Pendidikan Menengah Pertama (SMP), Pendidikan Sekolah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi (PT). Pendidikan Tinggi merupakan program pendidikan yang mencangkup program pendidikan diploma, sarjana, doktor, dan spesialis yang


 dilaksanakan oleh perguruan tinggi. Dengan demikian pendidikan merupakan hal yang penting dalam menjadikan manusia untuk menjadi lebih baik.

Proses pendidikan salah satunya dapat dicapai dengan cara belajar. Menurut paradigma behavioristik, belajar merupakan trasmisi pengetahuan dari expert ke novice. Berdasarkan konsep tersebut, peran guru adalah menyediakan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Guru mempersepsi diri berhasil dalam pekerjaannya apabila dia dapat menuangkan pengetahuan sebanyak-banyaknya siswa. Di samping itu, siswa dikatakan berhasil apabila dapat menerima persepsi yang dituangkan oleh guru. Pendidikan yang berorientasi pada persepsi semacam itu adalah bersifat induktrinasi, sehingga akan berdampak pada penjinakan kognitif para siswa, menghalangi perkembangan kreativitas siswa dan memenggal peluang siswa untuk mencapai higher order thinking. Sedangkan belajar yang didekatkan pada kontruktivisme merupakan hasil konstruksi sendiri sebagai hasil interaksinya terhadap lingkungan belajar.
Menurut Suyitno (2012, hlm.95) mengemukakan bahwa pendidikan pada dasarnya mempunyai dimensi tujuan untuk memperbaiki perilaku (behavior modification, behavior improvement). Dalam pendidikan bukan hanya perbaikan mengenai keterampilan yang dimiliki individu, melainkan mendidik anak dalam agar memiliki integritas kepribadian, serta mampu berbuat secara bertanggung jawab. Seperti yang kita ketahui bahwa perbuatan yang bertanggung jawab memerlukan kemampuan memilih nilai kesusilaan, agar dapat berbuat baik. Karena pada dasarnya manusia mempunyai kata hati yang bisa membedakan mana yang baik atau buruk, nilai indah atau jelek, susah atau mudah, benar atau salah, adil dan tidak adil, dsb. Kemampuan pada manusia inilah yang memungkinkan manusia bisa dididik dalam proses pendidikan.
Proses pendidikan memiliki beberapa dimensi yang berkaitan dengan dimensi fisik, dimensi psikologi, dan dimensi spiritual. Dimensi fisik lebih menekankan pada bagaimana upaya pendidikan dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan motorik peserta didik dengan dasar pemahaman terhadap tugas-tugas perkembangan peserta didik. Upaya pendidikan dalam yang berkaitan dengan dimensi fisik anak manusia, akan menghasilkan tingkah laku yang memiliki nilai. Pada dimensi psikologi seperti aspek kognitif/pengetahuan, efektif/emosional/persaaan, dan psikomotorik/jenis keterampilan peserta didik. Adapun dimensi spiritual, upaya pendidikan erat kaitannya dengan aspek keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pencipta seluruh alam beserta isinya dan sistem kehidupan. Upaya pendidikan dapat diimplementasikan dalam kehidupan pendidikan sekolah. 
Dilihat dari tujuan pendidikan, maka dimensi proses pendidikan dibedakan menjadi 4 (empat) aspek dimensi yaitu dimensi individualitas, sosialitas, moralitas, dan religiusitas. Dalam dimensi individualitas, tujuan pendidikan adalah menghasilkan kedewasaan seseorang dari aspek kemampuan memilih nilai sebagai acuan normatif kehidupan sehingga memiliki kemandirian. Tujuan pendidikan dalam dimensi sosialitas, yaitu menghasilkan kedewasaan seseorang dalam aspek kemampuannya dalam mengimplementasikan nilai-nilai sosial yang dijadikan rujukan kehidupan bersama dan kemampuan membangun suasana dan kondisi kemasyarakatan yang harmonis. Sedangkan tujuan pendidikan dalam dimensi religiusitas, adalah tercapainya kedewasaan seseorang dalam meyakini dan mengamalkan nilai-nilai keyakinan agamanya secara konsekuen. Sehingga seluruh kehidupannya berdasarkan pada tatanan dan keyakinan agamanya.
Proses pendidikan yang meliputi dimensi-dimensi tersebut dapat dilaksanakan pada pendidikan formal, informal, dan nonformal. Pada dasarnya proses pendidikan tidak memisahkan antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lainnya. Sehingga pendidikan dilakukan secara komprehensif dan integral.

Perkembangan pribadi anak tidak hanya dengan observasi ataupun eksperimen, tetapi dapat dilakukan dengan introspeksi dan empati. Hal tersebut mempunyai arti kemampuan dapat menempatkan diri dalam pribadi seorang anak. Sehingga kejiwaan anak bukan hanya dapat dipahami melainkan dapat diarifi (verstehen). Perkembangan anak bukan hanya dari segi biologis saja, melainkan sebagai makhluk psikis dan spiritual. Sebagai makhlukbiologis, anak dapat dilihat dari kehidupan instinktifnya seperti insting mempertahankan diri, insting sex, berkelahi, lari, bersosialisasi dengan orang lain, dsb. Sedangkan dari aspek psikisnya, seorang anak dapat dikenali melalui dimensi khidupan kejiwaannya. Hal tersebut dapat dilihat dalam motivasinya terhadap suatu hal, emosinya. Kognisinya, dan kehidupan psikomotoriknya.  Sedangkan aspek spiritualnya, dapat dilihat dari perilaku anak dalam menjalankan dan mengamalkan aturan agamanya, meskipun dalam perkembangannya, anak kecil hanya meniru apa yang dilakukan orang tuannya. Pendidikan merupakan hal yang penting dalam mengawasi perkembangan anak. Secara umum perkembangan kehidupan anak dapat dibagi ke dalam periodesasi sebagai berikut:
1.      Anak bayi (0-1 Tahun)
2.      Kanak-kanak (1-5 Tahun)
3.      Anak Sekolah (6-12 Tahun)
4.      Remaja atau adolesensi (12-18 Tahun)
Ketika periode masa sekolah, prestasi anak yang baik akan membawa stabilitas kepribadian anak menjadi lebih mantap, sebaliknya kegagalan dalam sekolah akan menimbulkan berbagai jenis masalah dan tidak sesuai dengan perilaku. Dalam memahami tugas-tugas perkembangan di atas, seharusnya kita dapat menyesuaikan tindakan dalam rangka tugas-tugas pendidikan yang erat kaitannya dengan perkembangan potensi atau kemampuan seorang anak dan berbagai permasalahan lainnya.

Pendidikan ialah hak setiap warga Negara Indonesia. Pembukaan UUD 45 menyebutkan bahwa salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, ini berarti pemerintah memiliki tanggung jawab yang sangat mendasar dalam menciptakan generasi yang cerdas dan berkualitas di seluruh nusantara, baik di daerah pedesaan maupun daerah perkotaan. Hal ini ditegaskan lebih rinci dalam BAB XII pasal 31 yang menyebutkan bahwa : (1) setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan (ayat 1); dan (2) setiap warga Negara berhak mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (ayat 2).
Di Kabupaten Sumedang dalam kurun waktu Tahun 2004-2008 jumlah guru (PNS dan Non-PNS) dan murid setiap tahunnya mengalami peningkatan. Guru (PNS dan Non-PNS) pada tahun 2004 berjumlah 10.066 orang dengan murid berjumlah 172.172 orang,pada tahun 2005 guru berjumlah 10.338 orang dengan murid 175.524 orang, Tahun 2006 guru berjumlah 10.815 orang dengan murid berjumlah 176.388 orang. Tahun 2007 guru berjumlah 11.109 orang dengan murid 181.093 orang dan tahun 2008 guru berjumlah 13.224 orang dengan murid 197.145 orang. Dengan total sekolah yang ada di Kabupaten Sumedang sebanyak 779 sekolah.
Adapun persentase angka melek huruf dan partisipasi sekolah dari tahun 2005-2009 dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Grafik 1 Angka Melek Huruf dan Partisipasi Sekolah









Sumber: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dalam http://www.benangmerah.net (Data Diolah)
Berdasarkan grafik perkembangan angka melek huruf masyarakat Kabupaten Sumedang dari usia 15-24 tahun menunjukan angka yang cenderung mengalami fluktuasi pada 3 tahun awal dari 2005-2007. Kemudian stagnan dari 2007-2009. Pada tahun 2005 angka melek huruf sebesar 98,9%, kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2006 sebesar 0.09% menjadi 98,81%. Tahun 2007-2009 berada pada angka 100%. Sedangkan angka melek huruf pada usia 25-55 tahun mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 angka melek huruf sebesar 99,12% lebih besar dibanding angka melek huruf usia 15-24 tahun. Kemudian tahun 2006 angka melek huruf mengalami penurunan menjadi 98,71%. Pada tahun 2007 mengalami kenaikan kembali menjadi 99,34%. Tahun 2008 menjadi 99,86%. Sedangkan untuk tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 2.4%, sehingga angka menunjukan 97,46%.
Selanjutnya, angka partisipasi sekolah pada usia 7-12 tahun pada 5 tahun ini mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 sebesar 98,79%, kemudian tahun 2006 mengalami penurunan tertinggi sebesar 2,11% menjadi 96,68%. Sedangkan pada tahun 2007 terjadi kenaikan mencapai 97,63%, tahun 2008 menunjukan angka 98,06%, hingga pada tahun 2009 yang mencapai angka 92,44. Adapun angka partisipasi sekolah pada usia 13-15 tahun berada pada angka 72,62%-86,54%. Hal ini menunjukan persentasi paling bawah dibandingkan dengan angka melek huruf. Pada tahun 2005 angka partisipasi sekolah mencapai 80,15%. Kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2006 menjadi 86,54%, angka ini merupakan angka tertinggi dari partisipasi sekolah usia 13-15 tahun pada periode itu. Sedangkan pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 14.27% menjadi 72,27%. Penurunan terjadi kembali pada tahun 2008 menjadi 71,8%. Pada tahun 2009 angka partisipasi sekolah usia 13-15 tahun menjadi 72,62%
Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik memeberikan informasi data angka melek huruf secara umum tanpa adanya perbedaan usia penduduk. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini mengenai angka melek huruf dan lama sekolah yang dialami oleh penduduk Kabupaten Sumedang berikut ini:
Grafik 2 Angka Melek Huruf Secara Umum dan Lama Sekolah
 










Sumber: BPS – IPM  dalam http://www.benangmerah.net (Data Diolah)

Angka melek umum secara umum pada tahun 2004 sampai 2012 mengalami kenaikan terus menerus setiap tahunnya. Angka melek huruf pada tahun 2004 sebesar 96,2%. Pada tahun 2005-2006 mencapai angka 96,69%-97,40%. Selanjutnya pada tahun 2007 dan 2008 angka mengalami kenaikan sebesar 0.11% menjadi 97,51%. Tahun 2009 mencapai angka sebesar 97,58%. Pada tahun 2010-2012 menunjukan angka 97,72%-97,82%.
Sedangkan persentase lama sekolah menunjukan angka yang kurang dari 10%. Sangat miris sekali melihat persentase yang begitu kecil mengenai lamanya pendidikan masyarakat Kabupaten Sumedang. Pada tahun 2004-2005 menunjukan angka 7,1%. Kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2006 menjadi 7,2%. Pada tahun 2007-2008 masih terjadi kenaikan sebesar 0.5% menjadi 7,7%. Tahun 2009-2011 sebesar 7,9%. Sedangkan pada tahun 2012 mencapai angka sekitar 8%.
Selanjutnya, Badan Pusat Statistik menunjukan persentase jumlah penduduk berdasarkan status baca tulis dan Berbahasa Indonesia per kabupaten pada tahun 2010. Persentase masyarakat yang tidak bisa membaca dan menulis pada tahun 2010 sebesar 44,26%. Sedangkan yang tidak bisa Berbahasa Indonesia menunjukan angka yang sangat tinggi yaitu 72,97%. Adapun persentase jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dan Perguruan Tinggi menunjukan angka sebagai berikut:
Tabel 1 Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin (2010)
Keterangan
Tidak/Belum Tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat PT
13.53
185.05
87.205
87.30
19.48
17.68
205.36
84.08
69.88
16.88
  Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Primer)

Berdasarkan data jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin (2010), menunjukan bahwa angka tamatan SD untuk jenis kelamin laki-laki mempunyai persentase sangat besar dibanding dengan sekolah lanjutan. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat Kabupaten Sumedang terutama anak-anak mengalami masalah dalam pendidikan untuk meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan ada pula masyarakat Kabupaten Sumedang yang tidak bisa menyelesaikan Sekolah Dasarnya Sehingga hal ini mempengaruhi permasalahan dalam kualitas Sumber Daya Manusia. Angka tamatan Perguruan Tinggi mempunyai persentase relatif kecil yaitu sekitar 19,48%. Tamatan SD sebesar 185,05% dan merupakan angka tertinggi dari seluruh jenjang. Persentase tidak/belum tamat SD sebesar 13,53%. Tamatan SLTA mempunyai angka persentase lebih tinggi dibanding dengan SLTP. Selisih kedua tamatan tersebut sebesar 0.09%. Persentase tamatan SLTP sebesar 87.21%, sedangkan SLTA mencapai angka 87,30%.
Selanjutnya, angka tamatan SD untuk jenis kelamin perempuan menunjukan angka yang sama seperti laki-laki mencapai persentase terbesar dari seluruh jenjang pendidikan. Bahkan angka yang tidak/belum lulus SD jenis kelamin perempuan lebih besar dibanding dengan persentase laki-laki, yaitu sebesar 17,68%. Tamatan SD mencapai angka yang sangat tinggi yaitu 205.36%. Sedangkan untuk angka tamatan SLTP lebih besar dibanding dengan SLTA. Tamatan SLTP menunjukan angka 84,08% dan SLTA sebesar 69,88%. Selisih angka penurunan yang relatif tinggi yaitu sebesar 14.2%. Terakhir, tamatan Perguruan Tinggi sebesar 16,88%.
Dalam penjelasan di atas menunjukan permasalahan pendidikan yang dialami oleh masyarakat Kabupaten Sumedang. Hal ini terjadi oleh beberapa faktor terutama faktor ekonomi.Kendala tersebut menghambat anak-anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan pada bulan Juli 2014 menurut penuturan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang mengemukakan bahwa penerimaan peserta didik baru di Kabupaten Sumedang, masih banyak SMP yang belum memenuhi kuota murid baru. SMP di dalam kota pun ada 3 (tiga) sekolah yang belum mencapai kuota. Sementara dinas pendidikan berharap untuk mewujudkan sekolah wajib belajar 12 tahun.
Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang sudah memerintahkan kepada kepala SMP yang masih kekurangan murid tersebut untuk menyisir pemukiman penduduk jikalau masih ada lulusan SD yang tidak melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs. Selain itu, pihak kepala sekolah sudah disarankan supaya bekerja sama dengan kepala desa, Ketua RW dan RT untuk mencari siswa lulusan SD yang tidak melanjutkan sekolah supaya melanjutkan sekolah. Selain itu, Eem Hendrawan sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang memerintahkan kepada pihak tertentu untuk mensosialisasikan bahwa pendidikan sekarang tidak dipungut biaya SPP.
Lulusan SD di Kabupaten Sumedang tahun 2012 sebanyak 19.423 orang, sedangkan yang sudah tertampung berdasarkan laporan yang sudah masuk ke Dinas Pendidikan, baik SMP (negeri dan swasta) maupun MTs, sebanyak 16.375 siswa. 3000 siswa dimungkinkan tidak melanjutkan pendidikan atau masuk pesantren. Kepala Disdik berharap sisanya tersebut bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang  yang lebih tinggi termasuk ke pesantren. Sehingga pemerintah berupaya dalam mencari data ke pesantren yang ada di Sumedang untuk mengetahui lulusan SD yang masuk pesantren tersebut. Masalah bidang pendidikan di Kabupaten Sumedang salah satunya bisa disebabkan oleh ketidakmerataan pendidikan yang terjadi di pedesaan seperti di Dusun Cisoka.

Dusun Cisoka adalah sebuah dusun yang terpencil bagian dari Desa Sukamaju, Kecematan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Pendidikan di Dusun Cisoka sama halnya seperti permasalahan di Kabupaten Sumedang secara umum. Banyak anak-anak yang tidak bisa mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penulis, rata-rata pendidikan hanya lulusan Sekolah Dasar. Setelah lulus SD, mereka tidak mempunyai motivasi untuk melanjutkan sekolah. Di samping itu, orang tua tidak mendorong anak untuk bersekolah lebih tinggi, karena pemikiran masyarakat yang masih tradisional.
Sebelum tahun 2010, anak-anak yang lulusan SD tidak melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP), melainkan mencari pekerjaan dan menganggur. Namun, sekitar tahun 2011 sampai sekarang perkembangan pendidikan lumayan membaik, meskipun tidak sampai tingkat yang lebih tinggi. Orang tua cenderung menyuruh anaknya untuk kerja di usia dini agar memperoleh penghasilan. Sedangkan, tidak ada pekerjaan yang  pantas untuk anak yang tidak mempunyai keterampilan tetapi memberikan penghasilan tinggi. Hal tersebut mustahil untuk diwujudkan, kecuali ada rezeki yang tidak terduga dari Tuhan. Kebanyakan anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah, bekerja sebagai pembantu, pelayan toko, atau berdagang. Berhubung tingkat emosional anak belum matang, tidak jarang pula anak yang sudah bekerja kemudian berhenti dari pekerjaannya karena kurang kuat menghadapi masalah yang terjadi dengan tugas yang digelutinya. Selain itu, banyak lulusan SD atau SMP yang langsung menikah, baik perjodohan yang dilakukan orang tua ataupun rencana anak tersebut untuk membina rumah tangga.
Tiga tahun terakhir sampai sekarang, pendidikan anak-anak bisa terhitung dalam melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah Kejuruan yaitu sekitar 15 orang. Hal ini lebih baik dibanding dengan tiga tahun sebelumnya. Sedangkan, untuk lulusan Diploma 3 (D3) pada tahun 2013/2014 sebanyak 2 (dua) orang dari kalangan kesehatan. Pada awalnya hanya 1 (satu) orang lulusan D3 yaitu seorang mantan kepala Desa Sukamaju. Lulusan sarjana hanya sekitar 3 (tiga) orang dari sekampung di Dusun Cisoka. 1 (satu) dari lulusan PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kab.Sumedang dan 2 (dua) dari lulusan Perguruan Tinggi swasta. Sisanya hanya lulusan SD dan SMP yang tidak melanjutkan ke SMA/SMK sederajat. Padahal jumlah rukun warga di Dusun Cisoka sebanyak 2 (dua)  RW, dengan rata-rata 1 (satu) RW sekitar 100 kepala keluarga. 

Berdasarkan permasalahan pendidikan yang terjadi di Kabupaten Sumedang termasuk di Dusun Cisoka, nampak suatu hal yang miris karena pada dasarnya seorang anak adalah generasi penerus bangsa yang harus memajukan negara dan bangsa. Hal tersebut bisa dilakukan melalui proses pendidikan yang berkelanjutan. Pendidikan yang dilaksanakan pada jenjang paling bawah menuju jenjang yang paling tinggi. Pendidikan sangat penting dalam menghadapi era globalisasi. Dengan pendidikan orang akan lebih memiliki wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan menjadi berkarakter, meskipun pendidikan tidak menjamin seseorang memiliki karakter baik. Namun dengan pendidikan, manusia bisa menjadi lebih dewasa untuk bertindak. Dalam menyelesaikan masalah, orang yang berpendidikan akan berbeda dengan orang yang tidak mengenyam pendidikan.
Pendidikan cenderung akan mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia. Dengan pendidikan yang rendah maka seseorang akan memiliki kualitas yang rendah pula. Seperti contoh yang nyata, banyak orang yang membutuhkan pekerjaan bagus dan memperoleh penghasilan yang besar. Mereka yang lulusan sarjana akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang hanya sekedar lulusan SD. Meskipun pada kenyataannya masih banyak sarjana yang menganggur. Namun, kebanyakan lulusan SD memang mendapatkan pekerjaan yang rendah dan perolehan upahnya sangat rendah. Hal tersebut mempengaruhi kesejahteraan warga masyarakat, terutama yang terjadi di Dusun Cisoka. Warga Cisoka semakin ketinggalan zaman baik dari perekonomian maupun pengetahuan dan teknologi.
Keadaan sarana dan prasana di Dusun Cisoka masih sangat terbatas. Jalan raya yang semakin hancur, akses sekolah yang jauh, tidak ada warung internet untuk memperoleh informasi secara cepat. Hal ini merupakan salah satu pemicu masyarakat enggan untuk sekolah lebih tinggi. Dengan keterbatasan informasi yang didapatkan mengenai dunia pendidikan, baik beasiswa ataupun bantuan lain membuat masyarakat tidak peduli dengan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Selain itu, masalah perekonomian keluarga yang tidak mendukung terselenggaranya pendidikan anak-anak akan mengahambat kemajuan pendidikan di Dusun Cisoka. Bedasarkan pemarapan RT 03 pendapatan masyarakat tahun rata-rata sekitar Rp. 3.000.000.000,-/tahun jika dilihat dari mata pencaharian masyarakat mayoritas sebagai petani atau buruh tani. Pada tahun 2014 ini, pendapatan masyarakat sekitar Rp.900.000,-/bulan sebagai buruh tani. Terhitung upah hanya sekitar Rp.30.000,-/hari. Penghasilan yang sangat kecil jika dibandingkan dengan pendapatan masyarakat perkotaan. Hal ini menjadi faktor keluarga melarang anaknya untuk tidak sekolah.
Pada umumnya, peranan orang tua sangat penting dan dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan anak terutama dalam bidang pendidikan. Baik pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan secara formal yang merupakan program pemerintah. Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan strategi dalam mengatasi kemiskinan dan pendidikan di Provinsi Jawa Barat ternyata tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap terselenggaranya pendidikan di Dusun Cisoka. Padahal program tersebut memberikan keringanan dalam biaya pendidikan anak. Pembebasan biaya dalam program pemerintah Kabupaten Sumedang pada tahun 2013, hal tersebut tidak memberikan respon yang signifikan dari masyarakat Dusun Cisoka.
Sebenarnya permasalahan ekonomi bukan hal yang mutlak dalam melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Ketika seorang anak mempunyai kemauan, niat, dan motivasi untuk sekolah tinggi maka dia akan bersekolah. Karena pada dasarnya motivasi yang tinggi itu berasal dari dalam diri sendiri. Melihat kenyataan yang terjadi di masyarakat, seorang anak petani pun bisa mencapai pendidikan di Universitas Pendidikan Indonesia dengan beasiswa yang diperolehnya. Hal tersebut membuktikan bahwa faktor ekonomi keluarga bukan masalah utama dalam mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Usaha dan do’a merupakan hal yang harus dilakukan.
Banyak hal yang menjadi tugas pemerintah, lembaga penyelenggara pendidikan,dan pihak akademisi dalam menanggulangi masalah pendidikan di Dusun Cisoka. Adapun harapan penulis bagi pemerintah dalam meningkatkan pendidikan diantaranya:
1.      Meningkatkan sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan kepada masyarakat Dusun Cisoka, baik dilakukan baik oleh pihak desa, Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, ataupun Dinas Pendidikan Pusat.
2.      Memperbaiki infrastruktur jalan menuju sekolah.
3.      Mendirikan SD, SMP, atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi lainnya di Dusun Cisoka.
4.      Memberikan beasiswa khusus dari Kabupaten untuk anak yang berasal keluarga yang ekonominya lemah tetapi memiliki motivasi yang tinggi terhadap pendidikan.
5.      Mendirikan lapangan kerja, agar masyarakat dapat bekerja dan memperoleh pendapatan lebih tinggi. Karena tidak dipungkiri bahwa dalam  proses pendidikan, dipastikan membutuhkan uang untuk biaya lain-lain diluar biaya pokok pendidikan, baik untuk mengakses informasi maupun transfortasi.
6.      Memberikan anjuran kepada orang tua agar mendukung anaknya untuk bersekolah.
Sedangkan harapan lain bagi dunia pendidikan terutama untuk UPI sebagai salah satu lembaga penyelenggara pendidikan tinggi yaitu sebagai berikut ini:
1.      Menjadikan Dusun Cisoka sebagai desa binaan terutama dalam peningkatan pendidikan masyarakat, dengan mengarah pada peningkatan SDM yang handal dan bepotensi tinggi.
2.      Memberikan bantuan bagi tempat pendidikan yang terdapat di Dusun Cisoka. Meskipun hanya ada Pendidikan Anak Usia Dini, dengan memberikan fasilitas gratis untuk meningkatkan motivasi anak-anak untuk belajar.
3.      Bekerja sama dengan pihak pemerintah setempat untuk memberikan beasiswa dari Universitas, dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan peningkatan pendidikan masyarakat desa.
4.      Membuka wawasan masyarakat dengan berbagai seminar pendidikan yang khusus dilakukan di Dusun Cisoka.
5.      Menyediakan wahana pelatihan dan keterampilan untuk masyarakat yang tidak bisa sama sekali melanjutkan pendidikan, agar masyarakat mempunyai bekal dalam menata daerah menjadi lebih baik.
Beberapa strategi di atas setidaknya akan meningkatkan pendidikan masyarakat terutama dalam menambah wawasan dan khasanah ilmu pengetahuan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi ketimpangan antara pendidikan di perkotaan dengan pendidikan di pedesaan. Sehingga bisa mengejar ketertinggalan yang terjadi selama ini. Selain itu, hal yang paling utama dilakukan adalah merubah mindset tradisional masyarakat menuju arah kemajuan bangsa. Hal ini bertujuan pembentukan mental yang lebih kuat.

Dalam mengangani berbagai masalah dalam pendidikan, pada tahun 2013 pemerintah mencanangkan strategi supaya masyarakat wajib sekolah selama 12 (dua belas) tahun. Strategi tersebut didukung dengan penyelenggaraan program pembiayaan sekolah secara gratis. Tujuan dari penyelenggaraan program ini adalah sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap masalah pendididkan. Dengan arahan kebijakan, agar banyak anak-anak tidak putus hanya sampai Sekolah Dasar. Sekolah-sekolah yang bergabung adalah sekolah yang sanggup menyelenggarakan operasional pendidikan sebesar Rp116.000/bulan untuk setiap siswa. Sementara sekolah lainnya masih mempunyai biaya operasional pendidikan di atas Rp116.000 per orang, yaitu SMAN 1 Sumedang.
Sekolah RSBI ini mempunyai operasional pendidikan sebesar Rp200.000. SMA lainnya yang tidak mengikuti pembebasan biaya adalah SMA Al-Masoem karena sekolah ini merupakan sekolah swasta mandiri yang menolak pengalokasian dana BOS dari pemerintah. Sebanyak 13 SMK lainnya yang menyatakan menolak menggratiskan biaya pendidikan adalah sekolah yang baru saja berdiri sehingga mereka belum mempunyai alokasi dana BOS dari pemerintah.
Dari 69 SMK di Sumedang, terdapat 56 sekolah yang akan menggratiskan biaya dan 13 SMK lainnya masih belum sanggup, mereka belum menerima BOS karena sekolahnya baru berdiri. Selain itu, dari 26 SMA di Sumedang, ada 24 SMA yang jadi peserta pembiayaan gratis tapi dua lainnya yaitu SMAN 1 Sumedang dan SMA Al Masoem tidak bergabung.
Selain itu, program pemerintah lain dalam peningkatan pendidikan di Kabupaten Sumedang yaitu dengan pembangunan ruang kelas baru pada beberapa sekolah tertentu.





Tingkat pendidikan di Kabupaten Sumedang menunjukan perkembangan yang rendah. Mekipun angka partisipasi sekolah nampak tinggi, tetapi persentase lama sekolah menunjukan angka dibawah 10%. Hal ini berarti masih banyak anak yang belum bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, data menujukan masih banyak anak-anak, baik laki-laki ataupun perempuan yang hanya tamatan SD. Persentase tamatan SD lebih tinggi dibanding dengan persentasi tamatan SMP, SMA, atau PT. Bahkan masyarakat Kabupaten Sumedang masih ada yang tidak tamat SD.
Permasalahan pendidikan di Kabupaten Sumedang, tentunya dipengaruhi pula oleh masalah pendidikan di Dusun Cisoka. Pendidikan di Dusun Cisoka masih rendah, meskipun 4 (empat) tahun terakhir ini mengalami perkembangan lebih baik dibanding dengan tahun sebelumnnya. Namun, dalam hal ini masih banyak masyarakat belum peduli terhadap pendidikan anak-anaknya.
Dalam menangani masalah di atas, perlu adanya perbaikan mental masyarakat yang mindsetnya tradisional menuju arah kemajuan. Adapun strategi pemerintah dalam mengatasi masalah pendidikan yaitu mencanangkan agar masyarakat wajib sekolah 12 (dua belas) tahun dengan membebaskan biaya pendidikan di beberapa sekolah. Selain itu, pemerintah telah mencanangkan program pembentukan ruang kelas baru untuk sekolah-sekolah tertentu.

Adapun saran dalam menghadapi masalah ini, pemerintah harus memperhatikan masalah pendidikan tidak hanya di perkotaan, tetapi di daerah pedesaan pula seperti Dusun Cisoka. Pada kenyataannya terjadi ketimpangan pemerataan pendidikan di kota dengan desa. Hal ini diarahkan dalam upaya


peningkatan pembangunan daerah dengan mewujudkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Karena pada dasarnya, pendidikan warga negara merupakan tanggung jawab pemerintah dan berada dalam institusi.
Bagi lembaga penyelenggara pendidikan ataupun pihak akademisi, diharapkan mengadakan program-program pengabdian masyarakat secara berkelanjutan untuk meningkatkan pendidikan di Dusun Cisoka. Sedangkan  Bagi masyarakat pada umumnya, dalam hal tersebut orang tua harus bisa merubah paradigma/mindset mengenai pendidikan. Pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, tetapi tanggung jawab seluruh masyarakat dalam memajukan peradaban bangsa. Dengan pendidikan masyarakat yang tinggi, maka bangsa akan maju. Dengan bangsa yang maju, maka kemajuan negara akan tercapai. Di era globalisasi ini, pendidikan merupakan hal yang penting dan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas diri sebagai manusia.



Alwasilah, A.C. dkk. (2008). Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusi. Jakarta: Kedeputian Bidang Koordinasi Pendidikan, Agama, dan Aparatur Negara.
Anwar, M.I. (2013). Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Benang Merah.net. (2009). Kumpulan Data Indikator Pembangunan. [Online]. Tersedia: http://www.benangmerah.net (25 Desember 2014).
Daryanto. (2010). Media Pembelajaran Peranan Sangat Penting dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Dishubkominfo. (2009). Penduduk Tenaga Kerja. [Online]. Tersedia: http://sumedangkab.bps.go.id (25 Desember 2014).
Kabar Sumedang.com. (2013). Ribuan Siswa SD Tidak Melanjutkan Sekolah. [Online]. Tersedia: http://kabarsumedang.com (24 Desember 2014).
Somarya, D dkk. (2012). Landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan.
Suciati, Vera. (2013). Biaya di 99 SMA/SMK/MA Sumedang Akan Digratiskan. [Online]. Tersedia: http://m.inilah.com (25 Desember 2014).
Suyitno. (2012). Landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar