UJIAN TENGAH SEMESTER
DAMPAK PROYEK TOL CISUMDAWU TERHADAP
KEADAAN DI DAERAH SEKITAR BOJONG TOTOR DAN CISOKA (KEC. RANCAKALONG, SUMEDANG)
MAKALAH
diajukan untuk
Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya
dan Teknologi
oleh:
Dede Santika
1203477
Semester 5
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
EKONOMI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONMI
DAN BISNIS
UNIVERSTAS PENDIDIKAN
INDONESIA
BANDUNG
2014
Bismillaahirrohmanirrohiim
Assalamu’alaikum Wr Wb....
Puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan Ridho-Nya saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Alhamdulillah dalam pengumpulan
data ataupun penyusunan makalah ini, penulis diberi kemudahan dan kelancaran
oleh Allah SWT.
Ucapan terima kasih kepada
Ibunda dari penulis (Ibu Nanih) yang telah memberikan informasi mengenai
fenomena yang terjadi di sekitar area yang dijadikan objek proyek tol Cisumdawu
yaitu daerah Bojong Totor dan Cisoka (Rancakalong). Selain itu, ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Lingkungan,
Sosial, Budaya, dan Teknologi (Bapak Udin) atas pengajaran dan pendidikannya
yang diberikan kepada penulis dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
terutama dalam keempat bidang tersebut.
Makalah ini tidak lepas dari
kekurangan dikarenakan keterbatasan penulis sebagai manusia. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah yang
lainnya. Semoga makalah ini dapat bermanfa’at khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca.
Wassallamu’alaikum Wr Wb...
Bandung, Desember 2014
Penulis
|
1.1.Latar
Belakang
Menurut Irawati
(2007) etika lingkungan merupakan cabang etika aplikasi yang memberikan
perhatian landasan moral bagi pelestarian dan perbaikan lingkungan Etika
lingkungan muncul disebabkan perkembangnya isu-isu lingkungan terutama
meningkatnya masalah pemanasan global (global warming). Pada tahun 1970-an dan
1980-an (Irawati, 2007) menyatakan berkembangnya etika lingkungan yang merupakan
studi filsafat yang disebabkan oleh kegiatan pembangunan yang menyebabkan
munculnya gas karbon dioksida (CO2), gas metana (CH4), dan gas lain akibat
kegiatan pertambangan batubara, industri, transportasi, kegiatan perkotaan, dan
kegiatan lain yang menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Kerusakan
lingkungan tersebut dapat mengganggu keadaan masyarakat, dalam hal ini yaitu
bidang sosial.
Bidang Sosial yaitu bidang yang dimana mengatur mengenai kehidupan
individu ataupun kelompok dalam bermasyarakat. Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia
lain untuk hidup berbaur, bergaul, menjadi suatu masyarakat yang hidup di suatu
daerah. Hal ini sejalan dengan pengertian masyarakat, yaitu kumpulan individu
yang memiliki kepentingan yang sama dengan mempunyai budaya serta lembaga yang
khas (Saptono & Sulasmono, 2006, 35). Dari kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh beberapa faktor yang dilakukan oleh manusia bisa berdampak
pada ketidaknyamanan atau keresahan warga masyarakat setempat. Hal tersebut
bisa saja terjadi karena masyarakat hidup dan tinggal disuatu tempat yang
disebut lingkungan, baik lingkungan di perkotaan maupun lingkungan pedesaaan.
Akibat dari lingkungan yang kurang mendukung kegiatan sehari-hari bisa
menyebabkan terjadinya perilaku yang menyimpang dari sebagian warga masyarakat.
Dalam rangka pembuatan proyek jalan tol Cisumdawu yang merupakan salah satu
program pemerintah dalam rangka pembangunan ekonomi bidang infrastruktur yang
memadai, ada beberapa masalah yang disebabkan oleh program tersebut. Dengan
demikian, penulis tertarik mengangkat masalah dengan melakukan survei yang
berbasis dampak lingkungan terhadap sosial masyarakat dengan judul “Dampak Proyek Tol Cisumdawu Terhadap Keadaan di Daerah
Sekitar Bojong Totor dan Cisoka (Kec. Rancakalong, Sumedang).”
1.2.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
- Bagaimana
gambaran umum proyek jalan tol Cisumdawu?
- Bagaimana
dampak dari proyek jalan tol Cisumdawu?
- Bagaimana
solusi dengan menggunakan pendekatan PLSBT terhadap fenomena tersebut?
1.3.Maksud
dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud
dari makalah ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar dampak proyek jalan tol Cisumdawu
terhadap lingkungan dan sosial setempat, dengan menjelaskan berbagai solusi
yang telah dilakukan. Dengan tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut:
- Untuk
menjelaskan mengenai gambaran umum proyek jalan tol Cisumdawu.
- Untuk
menjelaskan dampak dari proyek jalan tol Cisumdawu.
- Untuk
menjelaskan solusi dengan menggunakan pendekatan PLSBT terhadap fenomena
tersebut.
1.4.Manfaat
Penulisan
1.4.1.
Manfaat Teoritis
Mendorong untuk
melakukan survei ulang mengenai dampak yang terjadi akibat masalah yang
diangkat dalam makalah ini, baik untuk dampak masih dalam proses pelaksanaan
proyek maupun dampak setelah diselesaikannya proyek tersebut. Untuk menambah
ilmu baru dalam bidang lingkungan dan sosial, dengan pendekatan melihat keadaan
langsung.
1.4.2.
Manfaat Praktis
Berdasarkan
survei ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya untuk
penulis dan umumnya untuk pembaca mengenai dampak yang terjadi akibat suatu
program pemerintah terhadap lingkungan dan sosial. Sehingga dapat mengatasi
dampak buruk yang terjadi. Selain itu adapun manfaat praktis lainnya adalah
sebagai berikut:
1.
Hasil survei dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap
penyelengara program pembangunan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang
merugikan masyarakat.
2.
Hasil survei ini diharapkan berguna untuk survei selanjutnya
khususnya mengenai dampak program terhadap lingkungan dan sosial.
Pengertian
lingkungan pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu lingkungan biotik dan
abiotik. Lingkungan biotik yaitu lingkungan yang mencangkup sesuatu yang hidup
seperti hewan, tumbuhan, dan mikro organisme. Sedangkan lingkungan abiotik adalah sebaliknya dari
lingkungan biotik, lingkungan ini mencangkup tanah, air, dan udara. Adapun pengertian etika
lingkungan menurut Irawati (2007) merupakan cabang etika aplikasi yang
memberikan perhatian landasan moral bagi pelestarian dan perbaikan lingkungan. Pada
dasarnya, aliran atau teori tentang etika lingkungan dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) teori (Irawati, 2007), yaitu :
A. Teori Antroposentris
Dalam
memanfaatkan lingkungan biotik (hewan, tumbuhan, dan mikro organisme) dan
lingkungan abiotik (tanah, air, dan udara) maka manusia merupakan yang dominan.
Manusia didalam kelangsungan hidupnya punya kebutuhan baik sebagai individu,
organisasi, dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti: sandang,
pangan, dan papan. Manusia berinteraksi dengan lingkungannya dan manusia pula
yang dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan tersebut. Pada kenyataannya
manusia dengan segala kebutuhannya menyebabkan lingkungan baik biotik maupun
abiotik menjadi rusak (Santoso, 2000).
Pengaruh
manusia dalam merusak lingkungan biotik dan lingkungan abiotik ini sangat besar
dan ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ruum Ayat 41 (Qs. 30 : 41)
yang berbunyi “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Dari
ayat tersebut di atas terlihat bahwa kerusakan yang terjadi adalah ulah manusia
dan yang lebih penting sekarang ini hubungan manusia dengan Allah; hubungan
manusia dengan manusia, hewan, dan tumbuhan; dan hubungan manusia dengan tanah,
air, dan udara semakin menipis. Oleh karena itu, untuk menjaga lingkungan yang
lebih baik maka keterkaitan hubungan tersebut perlu dipererat lagi sehingga
Allah akan sayang dengan kita maka lingkungan kita akan lebih baik di masa yang
akan datang (Sarvestani and Shahvali, 2008). Pengaruh ilmu agama, ilmu sosial,
ilmu budaya, ilmu ekonomi, dan ilmu hukum sangat diperlukan untuk mengembangkan
nilai, etika, dan moral manusia sebagai sistem kontrol. Ilmu-ilmu tersebut
merupakan kontrol
manusia untuk
berinteraksi dengan lingkungan biotik dan lingkungan abiotik agar memanfaatkan
lingkungan tersebut secara arif dan bijaksana.
B. Teori Non-antroposentris
Teori
yang dikembangkan berdasarkan antroposentris menyebabkan manusia melakukan
gangguan dan pengrusakan terhadap lingkungan biotik dan lingkungan abiotik dan
bahkan semakin meningkatnya permasalahan lingkungan. Teori non-antroposentris
(Stenmark, 2002) juga berkembang dengan tinjauan atau fokus pada
non-antroposentris, seperti : ekstensionis, zoo-centris, biosentris, dan
ekosentris.
Pandangan
ekstensionis dalam teorinya mempertimbangkan semua makhluk hidup sangat berperan
dalam memelihara lingkungan biotik dan lingkungan abiotik karena makhluk hidup
punyai nilai, etika, dan moral. Pandangan zoo-centris melihat semua makhluk
hidup sudah cukup untuk memelihari lingkungannya, tetapi perlu mengembangkan
syarat-syarat kecukupan tersebut. Pandangan biosentris melihat bahwa makhluk
hidup mempunyai kemampuan untuk hidup yang merupakan kriteria pertimbangan
nilai, etika, dan moral untuk sebuah tujuan hidup. Manusia, hewan, tumbuhan,
dan mikro organisme berhak untuk hidup, berkembang, dan berproduksi.
Pandangan
ekosentris telah melihat bahwa pandangan ekstensionis, zoo-centris, dan
biosentris belum melihat keterkaitan antara lingkungan biotik dengan lingkungan
biotik, keterkaitan antara lingkungan biotik dengan lingkungan abiotik, serta
antara lingkungan abiotik dengan lingkungan abiotik. Pandangan ekosentris
memandang interaksi antar lingkungan tersebut sangat dibutuhkan sehingga
kerusakan lingkungan dapat segera diatasi dan mengkritik bahwa manusia selalu
mendominasi ala mini yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada alam tersebut
(Cafaro, 2002).
C. Teori Campuran (mixed)
Pandangan
teori campuran (mixed) melihat harus
ada pertimbangan yang logis dalam pemanfaatan lingkungan. Manusia sebagai
makhluk yang sempurna sangat logis memanfaatkan lingkungan untuk kebutuhan
hidupnya dan juga makhluk hidup lainnya punya kepentingan yang sama untuk
hidup, berkembang dan berproduksi serta hak untuk hidup menjadi prioritas
primer (hak untuk hidup) mempunyai prioritas atas kesejahteraan lingkungan, dan
kesejahteraan lingkungan memiliki prioritas atas hak asasi manusia yang
sekunder (seperti hak atas properti).
Dalam
penjelasan di atas bahwa ekologi merupakan dasar ilmu lingkungan yang membahas
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungan yang dapat dibedakan
sebagai makhluk hidup (lingkungan biotik) yang terdiri dari manusia, hewan,
tumbuhan, dan mikro organisme serta sebagai lingkungannya (lingkungan abiotik)
yang terdiri dari tanah, air, dan udara yang akan berkembang sebagai ilmu
terapan. Berdasarkan definisi tersebut maka ilmu terapan (applied science)
dapat didefinisikan sebagai bidang ilmu yang berkaitan dengan seni atau ilmu
yang terapkan untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan yang praktis.
Dengan
demikian, ilmu terapan yang dimaksud dalam ilmu lingkungan adalah bidang ilmu
yang berkaitan dengan lingkungan biotik (manusia, hewan, tumbuhan, mikro
organisme dan lingkungan abiotik (air, tanah, dan udara). Ilmu terapan mencakup
manusia, hewan, tumbuhan, mikro organisme (ilmu biologi), air (hidrologi dan
kimia), tanah (geologi dan ilmu tanah), dan udara (ilmu fisika) yang dikontrol
(nilai, etika, dan moral) oleh ilmu agama, sosial, budaya, ekonomi, dan ilmu
hukum. Permasalahan lingkungan hidup yang terjadi disebabkan oleh manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna yang dibekali akal tentu mempunyai
kebebasan berpikir dan memerlukan kebutuhannya.
Oleh
karena itu, manusia adalah faktor dominan sebagai perusak lingkungan biotik dan
abiotik. Dengan ilmu yang dimiliki manusia berusaha di dunia ini untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya yang berinteraksi dengan hewan, tumbuhan, tanah, air, dan
udara. Dengan demikian pendekatan etika lingkungan dapat dilakukan baik secara
deskriptif maupun secara normatif (Petersen, 2006).
Istilah
masyarakat berasal dari musyarak yang berasal dari bahasa arab yang memiliki
arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa inggris disebut
society. Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia
yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan
budaya, wilayah dan identitas. Pengertian masyarakat menurut Ahli diantaranya:
- Peter
L.Berger
Masyarakat adalah
suatu keseluruhan komplek hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang
kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang
membentuk suatu kesatuan
- Marx
Masyarakat adalah
keseluruhan hubungan-hubungan ekonomis, baik produksi maupun konsumsi, yang
berasal dari kekuatan-kekuatan produksi ekonomis yakni teknik dan karya
- GilindanGilin
Masyarakat adalah
kelompok manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan
yang diikat oleh kesamaan
- SeloSoemardjan
Masyarakat adalah orang-orang
yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan
A.
Komunitas Setempat (Community)
Komunitas merupakan
bagian kelompok dari masyarakat (society)
dalam lingkup yang lebih kecil, sertai kebersamannya kurang kuat.mereka lebih terikat
oleh tempat (teritorial).
Community adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu
derajat hubungan sosial yang tertentu.Dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas
dan perasaan masyarakat setempat. Unsur-unsurKomunitas yaitu
- Seperasaan
- Sepenanggungan
- Salingmemerlukan
Unsur seperasaan
lebih mengganggap dirinya sebagai “kami” dibandingkan dengan“saya” contohnya kelompok
kami, perasaan kami, tujuan kami.
Unsur sepenanggungan setiap kelompok
dan anggota menjalankan peran sesuai dengan posisi kedududkannya masing-masing.
Unsur saling memerlukan muncul karena setiap anggota dari komunitas tidak bisa memenuhi
kebutuhannya baik secara fisik maupun psikologisnya.
Pengertian masyarakat (society) sifatnya lebih umum dan lebih luas
sedangkan pengertian masyarakat setempat lebih terbatas dan dibatasi oleh area
kawasannya
B.
Masyarakat desa dan masyarakat kota
Orang desa memliki
hubungan erat yang mendalam antar warganya, sistem kehidupan biasanya berkelompok
atas dasar kekeluargaan. Usia dan ketokohan sangat berperan dalam kehidupan
orang desa. Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan, pada umumnya memegang
peranan penting sedangkan kota sering kali ditandai dengan kehidupan yang
ramai, dan mata pencaharian penduduknya bermacam-macam.
C.
Masyarakat Multikultural
Kesedian menerima
kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya,
etnik, gender, bahasa ataupun agama. Di Indonesia sendiri masyarakat multikultural
sudah tidak asing lagi karena Indonesia sendiri mempunyai semboyan bhineka tunggal
ika.Menurut Samuel P.Hungtinon menyatakan bahwa masyarakat multikultural adalah
sebagai berikut:
- Perbedaan
antara peradaban tidak hanya real melainkan juga mendasar.
- Dunia
sekarang semakin menyempit, interaksi antara orang-orang berbeda peradaban
semakin meningkat.
- Proses
modernisasi ekonomi dan sosial dunia membuat orang atau masyarakat tercerabut
dari identifikas diri mereka yang sudah berakar dalam, di samping memperlemah
negara bangsa sebagai sumberi dentitas bangsa.
Pengaruh
multikultural terhadap kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara dan
kehidupan global. Dalam Masyarakat multikulral sikap kedewasaan dan keternukaan
haruslah menjadi suatu hal yang wajib ada, karena ketika sifat itu
dikesampingkan maka besar kemungkinan untuk terciptanya masalah – masalah yang
dapat menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa, seperti:
- Diharmonisasi,
yaitu tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia dengan dunia
lingkungannya.
- Perilaku
diskriminatif terhadap etnis atau kelompok masyarakat tertentu akan
memunculkan masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang.
- Ekslusivisme,
rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat
bermacam-macam, antara lain: keyakinannya bahwa secara kodrati ras/
sukunya/ kelompoknya lebih tinggi dari ras/suku/kelompok lain.
- Disintegrasi
bangsa
Ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan dari pengaruh diatas,
yaitu: semangat religius, semangat nasionalisme, semangat pluralisme, semangat
humanisme, dialog antar umat beragama, dan membangun suatu pola komunikasi
untuk interaksi ataupun konfigurasi hubungan antara agama, media massa, dan
harmonisasi dunia.
Tema : Lingkungan dan Sosial
Judul : Dampak Proyek Tol Cisumdawu Terhadap Keadaan di Daerah
Sekitar Bojong Totor dan Cisoka (Kec. Rancakalong, Sumedang).
Narasumber ke-1 Nama: Ibu Nanih
(Orang tua penulis)
Umur : 55 tahun
Warga Cisoka
Narasumber ke-2 Nama: Aca
Umur : 55 tahun
Mantan RW 01 Cisoka
Dalam
pengumpulan informasi tersebut, penulis melakukan wawancara kepada Ibunda di
rumah, mendengar diskusi langsung mantan ketua RW 01 dengan warga sebelum
adanyanya tugas UTS ini, dan melakukan survei langsung ke lapangan terkait
dengan objek yang ada dalam masalah yang akan dibahas..
Jalan
Tol Cisumdawu adalah sebuah jalan tol sepanjang 60 kilometer bagian dari Jalan Tol Trans Jawa yang berada di Jawa Barat
menghubungkan daerah Cileunyi - Sumedang - Dawuan atau Jalan Tol Padaleunyi dengan Jalan Tol Palimanan-Kanci keseluruhan
mempergunakan lahan seluas 825 ha. Proyek pengerjaan jalan tol yaitu pada 29 November
2011, Menteri Pekerjaan Umum Djoko
Kirmanto bersama Gubernur Jawa Barat Ahmad
Heryawan melakukan peletakan batu pertama proyek jalan tol ini. Peletakan
batu pertama ini dilakukan di interchange Rancakalong Desa Citali, Kelurahan
Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Kemudian pada 25 Oktober
2013, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy
Mizwar meninjau proyek pembangunan jalan tol ini. Deddy berharap tol ini
akan selesai pada tahun 2016 mendatang, bersamaan dengan proses pembangunan Bandar Udara Internasional
Kertajati di Majalengka. Sedangkan tahap
pekerjaan pembangunan jalan tol ini akan dibagi menjadi 6 tahap, yakni
- tahapan Cileunyi–Tanjungsari sepanjang 12.0 km,
- tahapan Tanjungsari–Sumedang sepanjang 17.51 km,
- tahapanan Sumedang-Cimalaka sepanjang 3,73 km,
- tahapan Cimalaka-Legok sepanjang 6,96 km,
- tahapan Legok ke Ujungjaya 16,35 km , dan
- tahapan Ujungjaya ke Kertajati 4.0 km.
Jalan
ini akan mempunyai 5 tempat pertukaran jalan antara lain akan berada di Cikopo, Kalijati,
Subang,
Cikedung dan Kertajati.
A. Berita pertama
Berdasarkan
berita yang disiarkan oleh Pikiran Rakyat pada April tahun 2013 proses
pembangunan jalan tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) masih berkutat pada
masalah pembebasan lahan. Seperti halnya, pembangunan tol Cisumdawu di seksi
II, Rancakalong-Ciherang sepanjang 17,3 km. Masih ada sejumlah lahan warga yang
belum dibebaskan, bahkan lokasinya tepat di tengah badan jalan tol. Bahkan
masalah pembebasan lahan tersebut, lebih rumit dan krusial ketimbang
mengerjakan kontruksi tol, sekalipun harus menembus gunung,
Pelaksanaan
Pembangunan Jalan Bebas Hambatan (PPJBH) Cisumdawu, Subagus Dwi Nurjaya usai
rapat koordinasi Tol Cisumdawu di gedung Induk Pusat Pemerintahan (IPP) Pemkab
Sumedang. Subagus menyebutkan, lahan di tengah badan jalan tol seksi II yang
belum dibebaskan, seperti di daerah Pamulihan dan Ciherang. Namun demikian,
secara umum luas tanah yang belum dibebaskan di seksi II hanya tinggal 0,4 persen.
Itu pun dari panjang jalan tol seksi II yang sudah dikontraktualkan sepanjang
6,5 km. Walaupun tanah yang belum dibebaskan hanya 0,4 persen lagi, tapi
posisinya sangat menyulitkan, tepat di atas jalan.
Pembebasan
lahan jalan tol seksi I Cileunyi-Rancakalong, yang sudah dibebaskan baru
sepanjang 1 km dari total panjang jalan tol 12 km. Sementara seksi III,
Ciherang-Situ, Sumedang sepanjang 3,5 km, masih dalam proses pembebasan lahan.
Untuk luas lahan yang belum dibebaskan, itu kewenangan P2T. Untuk kelancaran
pembangunan jalan tol terutama proses pembebasan lahannya, kata dia, semua
pihak terkait harus menyamakan persepsi sekaligus menyinergiskan kepentingan
pembangunan jalan tol tersebut. Sebab dampak positifnya sangat besar, bisa
mengembangkan perekonomian masyarakat Sumedang.
Jalan
tol seksi II, menjadi solusi kerawanan jalan Cadas pangeran yang semakin
menurun kualitasnya, termasuk kemacetan di Sumedang. Begitu pula seksi I,
Cileunyi-Rancakalong, bisa mengatasi kemacetan tahunan di Jatinangor dan Tanjungsari.
Lebih jauh Subagus menjelaskan, pembangunan jalan tol Cisumdawu terutama di
seksi I dan II, menjadi jalan keluar kerusakan jalan jalur Bandung-Cirebon,
berikut kemacetannya. Kerusakan jalan akan terus terjadi bahkan semakin parah,
sepanjang truk-truk angkutan berat yang melebihi kapasitas melalui jalur
tersebut. Biaya besar yang dikeluarkan pemerintah untuk penambalan jalan rusak
pun, akhirnya terbuang percuma (mubazir-red). Pasalnya, tidak efektif dipakai
perbaikan jalan jalur Bandung-Cirebon, terutama di wilayah Sumedang.
Tingkat
kesulitan pembangunan jalan tol seksi I dan II yang kondisi geografisnya banyak
pegunungan, untuk pembangunan kontruksi tidak ada masalah. Meski harus melewati
daerah pegunungan,masih bisa diatasi dengan penerapan teknologi canggih
kontruksi jalan tol. Lebih sulit menyelesaikan masalah pembebasan lahan,
ketimbang membangun kontruksi jalan tol, sekalipun harus menembus gunung.
B.
Berita Kedua
Berdasarkan berita yang disiarkan oleh Klik Galamedia.com pada Agustus 2014, Mega
proyek pembangunan Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan sepanjang 60,11 km
Jawa Barat, hingga Jumat (8/8/14) masih terus berlangsung dalam pengerjaannya.
Pembangunan tol itu untuk menghubungkan ke akses bandara internasional
Kertajati di Majalengka, selain pengembangan pembangunan di Cirebon dan
Indramayu. Namun pelaksana pembangunan sempat dihadapkan pada persoalan harga
ganti rugi tanah yang akan dibangun jalan tol, seperti dalam menentukan
kesepakatan harga tanah antara pemilik lahan dengan pemerintah. Sebagian di
antara kelompok masyarakat dengan harga tinggi.
Sejumlah
sumber klik-galamedia.com di lapangan, masih ada di antara pemilik lahan dengan
pemerintah belum ada kesepakatan harga ganti rugi lahan. Sementara di lapangan
berdasarkan sumber, ada aset desa yang belum ada pembayaran ganti rugi, tetapi
lahannya sudah masuk tahap pengerjaan tol. Di antaranya di Kec. Pamulihan
meliputi Desa Pamulihan, Ciptasari dan Desa Citali. Abdullah, seorang warga di
Jatinangor, mengatakan, pembangunan tol yang masih dalam pembebasan lahan itu
di Desa Margaluyu, Cijambu, dan Desa Tanjungsari, Kec. Tanjungsari.
"Sementara di wilayah Kec. Sukasari, dikabarkan sudah rampung dalam
pembebasannya. Hanya tinggal sisa lahan tambahan yang dikabarkan masih dalam
proses pembebasan," katanya. Di Kec. Jatinangor, kata dia, belum ada
pembebasan lahan. Proses pembebasan lahannya pun selain melibatkan warga
setempat selaku pemilik lahan, juga lembaga pemerintahan. Soalnya ada lahan
pemerintah atau pendidikan yang terkena proyek tol.
Sama
halnya dikatakan Kepala Desa Ciptasari, Uce. Menurutnya, aset desa yang belum
dilakukan pembayaran di antaranya milik Desa Pamulihan, Desa Citali, Desa
Ciptasari, Kecamatan Pamulihan. "Aset desa milik desa kami yang belum di
bayar berupa jalan, makam, selokan dengan nilai sekitar Rp 500 juta,"
katanya. Proyek tol tersebut menjadi perhatian Kabag Tata Pemerintahan
sekaligus Ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kabupaten Sumedang, Deni Tanrus. Menurutnya,
ada kelompok masyarakat pemilik bidang tanah yang belum melepas tanah
bangunannya untuk pembangunan Tol Cisumdawu. Hal ini karena belum ada
kesepakatan ganti rugi.
Meski
demikian, Deni berusaha untuk kerja keras mempercepat proses pembebasan tanah
dan bangunan di wilayah yang terkena proyek tol. Sudah cukup luas lahan yang
dibebaskan yang saat ini sedang dalam pengerjaan. Selain itu pula, masalah
lahan yang akan terkena proyek tol, di antaranya fasilitas umum masjid dan
mushola. Termasuk aset desa, seperti tanah kas, jalan desa, dan saluran.
Terkait aset pemerintah, pembebasannya pun melibatkan sejumlah pihak terkait. Dikatakan,
pembangunan Tol Cisumdawu sebagai upaya pemerintah pusat dan Propinsi Jawa
Barat untuk pengembangan wilayah Jawa Barat bagian tengah dan timur. Selain itu
untuk mendukung pembangunan di Cirebon, Indramayu dan Majalengka. Termasuk
pengembangan wilayah perumahan di Kec. Sukasari, Tanjungsari, Pamulihan,
Rancakalong dan Kec. Cimanggung.
Pembangunan
tol terbagi dalam 6 (enam) segmen yaitu Cileunyi–Tanjungsari 9,80 km,
Tanjungsari–Sumedang 17,51 km, Sumedang-Cimalaka 3,73 km, Cimalaka-Legok 6,96
km, Legok-Ujungjaya 16,35 km, dan Ujungjaya-Kertajati 4,00 Km.
C.
Berita Ketiga
Berdasarkan berita yang disiarkan oleh Antarajawabarat.com pada September 2014, Proyek Tol
Cisumdawu seksi II antara Tanjungsari - Sumedang sepanjang 17,5 kilometer akan
dikerjakan lebih awal setelah proses pembebasan lahan tuntas pada 2012 agar
segera bisa mengurangi beban jalur Tanjakan Cadas Pangeran di Kabupaten
Sumedang. "Pengerjaan proyek seksi II akan dilakukan lebih awal
dibandingkan seksi I, II dan IV. Targetnya sudah bisa dioperasikan pada 2013
untuk mengurangi beban kawasan Tanjakan Cadas Pangeran yang saat ini rawan
longsor," kata Direktur Utama PT Jasa Sarana, Soko Sandi Buwono di
Bandung,
Saat ini
perkembangan pembanguna jalur tol yang totalnya akan menghabiskan dana sebesar
Rp2,4 triliun itu masih dalam tahap pembebasan lahan. Untuk seksi II antara
Tanjungsari - Sumedang saat ini prosesnya masih dalam tahap pembebasan lahan. Demikian
halnya untuk ruas seksi I antara Cileunyi - Tanjungsari sepanjang 11 kilometer
juga masih dalam tahap pembebasan lahan. "Pembebasan lahan untuk seksi II
sudah mencapai 48 persen, sedangkan seksi I baru 27 persen. Setalah verifikasi
dan pengukuran lahan, pembayaran akan dilakukan mulai 2012, sehingga diharapkan
pada 2013 sudah dikerjakan dan akhir tahun bisa dioperasikan.
PT Jasa Sarana
yang merupakan BUMD Jawa Barat berperan dalam penyediaan lahan untuk jalan tol
itu. Biya pembebasan lahan dilakukan sharing antara pemerintah pusat, Pemprov
Jabar dan Pemda Kabupaten Kota. Sedangkan pengerjaan kosntruksi jalan tol itu
akan dilakukan oleh pemenang tender perusahaan konsorsium asal China, Shanghai
Corporation. Soko menyebutkan, langkah-langkah percepatan pembebasan lahan
terus dilakukan sehingga diharapkan proyek bisa dikerjakan tepat
waktu.Sementara itu ruas tol Cisumdawu yang menghubungkan Cileunyi - Sumedang -
Dawuan sepanjang 57 kilometer itu diproyeksikan tuntas pada 2014. Jalur itu
untuk mengakses ke kawasan Bandara Internasional Jabar di Kertajati Majalengka.
Sementara itu Wakil Bupati Sumedang, Taufik Gunawansyah menyebutkan, pihak
pemerintah daerah Sumedang sudah melakukan langkah-langkah untuk mempercepat
proses pembebasan lahan untuk tol Cisumdawu.
"Jadwal
proyek itu sudah jelas dan harus diikuti, pemenang tender konstruksinya juga
sudah ada. Kami terus melakukan upaya-upaya percepatan proses pembebasan lahan
jalan tol ini," Wabup Sumedang itu mengakui, Sumedang merupakan daerah
yang berkepentingan sekali dengan kehadiran Tol Cisumdawu untuk mendongkrak
industri dan perekonomian di daerah itu. "Diharapkan Cisumdawu bisa
dioperasikan sesuai jadwal, dan kami optimis jalan ini sangat strategis untuk
pengembangan kawasan di jalur tengah dan Jabar bagian timur.
D.
Berita Keempat
Berdasarkan
berita yang disiarkan oleh Jabartoday.com, PT Jasa Sarana selaku Badan Usaha
Milik Daerah Jawa Barat yang menggarap proyek jalan tol Cisumdawu mulai
melaksanakan pembayaran uang ganti rugi kepada masyarakat pemilik lahan.
Pembayaran sendiri dialokasikan untuk seksi III dengan nilai sebesar Rp 19,20
miliar. Direktur Utama PT Jasa Sarana, Soko Sandi Buwono, meyakini, pembangunan
jalan Tol Cileunyi Sumedang Dawuan akan selesai tepat pada waktunya di 2016.
Hal itu guna mendukung sarana infrastruktur Bandara Internasional Jawa Barat
Kertajati.
“Pembayaran
UGR sudah dimulai sejak tanggal 31 Juli 2013. Dan sejak 2 Agustus 2013 lalu
prosesnya sudah mencapai 120 bidang yang diberikan ganti ruginya atau kurang
lebih lahan yang sudah dibayar mencapai 122.749 meter persegi, senilai Rp 19,20
miliar dengan dana mandiri PT Jasa Sarana,” jelas Soko. Pembayaran ganti rugi
tersebut diharapkan Soko dapat menjadi awal yang baik dan dapat lebih mendorong
percepatan penyelesaian pengadaan tanah jalan tol Cisumdawu dari Seksi I-seksi
VI, sehingga pengoperasian jalan tol dapat dilaksanakan bersamaan dengan
beroperasinya Kertajati.
“Memang
selama ini ada sejumlah kendala teknis terkait pembebasan lahan. Namun berkat
kesungguhan dan kesadaran semua pihak tentang pentingnya pembangunan jalan tol
tersebut, maka pelaksanaan UGR dapat dilakukan,” ucapnya. Sesuai dengan
penugasan dari Kementerian Pekerjaan Umum, PT Jasa Sarana melalui Tim
Pembebasan Tanah (TPT) Kementerian PU dan Panitia Penyedia Tanah Kabupaten
Sumedang telah merealisasikan pembayaran UGR pengadaan tanah proyek pembangunan
jalan tol Cisumdawu Seksi III (Sumedang-Cimalaka) dengan panjang 3,750 km,
dengan luas lahan 100,2 hektar.
Adapun
untuk pembebasan berikutnya, yakni Seksi IV (Cimalaka-Legok) dengan panjang
7,200 km, dengan luas lahan yang dibutuhkan 83,6 hektar. Sementara, seksi V
(Legok-Ujung Jaya) dengan panjang 15,900 km, luas lahan sekitar 216,1 hektar,
dan Seksi VI (Ujung Jaya-Dawuan) dengan panjang 4,048 km, luas lahan
sekitar 22 hektar. “Jasa Sarana akan melakukan pengadaan tanah untuk seksi 3
hingga seksi 6,” katanya. Untuk diketahui, proyek pembangunan Tol Cisumdawu
dibagi menjadi 2 phase dengan 6 seksi. Phase I terdiri dari seksi I-II,
sedangkan phase II terdiri dari seksi III-VI. Untuk pengadaan tanah phase I
dibiayai APBN dan phase II oleh PT Jasa Sarana. Adapun estimasi total kebutuhan
lahan mencapai 848,2 hektar. Dimana perkiraan kebutuhan biaya pengadaan tanah
untuk phase I mencapai Rp 665 miliar. Sementara untuk phase II ada di angka Rp
630 miliar. Sehingga totalnya mencapai Rp 1,295 triliun. “Progres pembebasan
tanah seksi I mencapai 27 persen. Progres pembebasan tanah seksi II sudah 50
persen. Dan pekerjaan konstruksi untuk seksi II oleh pemerintah sedang
berjalan. Begitu juga untuk pembebasan tanah seksi III yang sudah mencapai
nominal Rp 19,2 miliar.”
Berdasarkan
penjelasan yang dipaparkan diatas dapat disimpulkan berbagai dampak yang
ditimbulkan akibat pelaksanaan proyek jalan tol Cisumdawu berimbas pada
lingkungan biotik (manusia, tumbuhan, dsb) dan lingkungan abiotik (jalan dan
tanah). Pada pembahasan ini akan menjelaskan dampak di bidang sosial. Keempat
berita di atas hampir seluruhnya menyangkut kesulitan pembebasan lahan. Hal ini
terjadi karena keterlambatan dari pembayaran ganti rugi atas lahan yang
dimiliki oleh masyarakat. Selanjutnya, berita kedua menyebutkan bahwa ada
aset desa yang belum ada pembayaran ganti ruginya. Aset desa yang belum di
bayar berupa jalan, makam, selokan dengan nilai sekitar Rp 500 juta. Selain
mengganggu kenyamanan tempat tinggal masyarakat yang sudah mendiami suatu
daerah, hal ini juga mengganggu pendidikan anak bangsa. Pendidikan anak-anak
menjadi terganggu karena ada sarana pendidikan seperti sekolah yang tergusur
akibat jalan tol tersebut. Berita terakhir menyebutkan bahwa PT Jasa Sarana selaku Badan
Usaha Milik Daerah Jawa Barat yang menggarap proyek jalan tol Cisumdawu mulai
melaksanakan pembayaran uang ganti rugi kepada masyarakat pemilik lahan. Kelancaran
dalam pelaksanaan jalan tol adalah karena adanya kesadaran dari berbagai pihak
yang menganggap pentingnya pembangunan jalan tol, selain warga masyarakat yang
bermasalah dalam menghambat pembebasan lahan.
Seperti
halnya dampak yang ditimbulkan dari sumber berita di atas, proses pelaksanaan
proyek jalan tol di sekitar daerah Bojong Totor khususnya Kecamatan Sumedang
Utara telah menggarap perubahan jalan sampai daerah Cibawang, Cimangglid, dan
sekitar Sabagi. Di daerah sekitar Bojong Totor masih dalam pembebasan lahan.
Pembayaran uang atas lahan yang diberikan kepada masyarakat memunculkan
kontroversi. Masyarakat yang mendapatkan ganti rugi yang besar akan secara
mudah meninggalkan rumah mereka, kemudian berpindah ke lokasi tempat yang dianggap
nyaman bagi mereka atau pindah ke kampung lain dengan mendirikan rumah baru
yang lebih mewah. Akan tetapi, ada sebagian masyarakat yang merasa dirugikan
oleh penggusuran tersebut karena ganti rugi yang tidak sesuai dengan asset yang
mereka miliki. Sehingga, hal tersebut menjadikan warga yang bersangkutan tidak
pindah dari kediamannya.
Pembayaran
ganti rugi ini menimbulkan kecemburuan sosial diantara warga. Daerah sekitar
Bojong Totor yang berdekatan dengan Gelewing merupakan daerah perkebunan yang
ditempati oleh masyarakat. Pada saat ini, daerah yang tergusur oleh proyek tol
tersebut sudah tidak berpenduduk lagi kecuali sekolah dan satu rumah yang terus
ditempati oleh warga karena ganti rugi yang merasa tidak sebanding dengan
assetnya yang digusur. Bojong Totor yang sekarang tidak seperti Bojong Totor
yang dahulu kala, sekarang ini ketika malam jarang sekali lampu yang menyala di
daerah sana. Sehingga keadaan sangatlah gelap sekali disertai dengan keadaan yang
sangat sepi karena tidak ada penduduk. Dengan adanya kekosongan di Bojong Totor
menyebabkan masyarakat yang tidak bertanggung jawab untuk melancarkan aksinya.
Peristiwa yang tidak diinginkan masyarakat pernah terjadi, ketika suatu malam
ada warga yang melewati jalan Bojong Totor, mereka ditodong oleh perampok.
Selain itu, banyak warga yang melihat hal-hal mistis di daerah tersebut. Dapat
di simpulkan dari pernyataan diatas, bahwa proyek jalan tol bisa berdampak
memunculkan niat buruk manusia untuk mengambil keuntungan dalam kesempitan yang
dialami warga yang lain.
GAMBAR BOJONG
TOTOR
GAMBAR DAERAH
SABAGI
Selain
itu, awalnya gedung pemerintahan desa terkena lintasan proyek jalan tol, tetapi
pada akhirnya tidak akan jadi dilewati proyek tersebut,sahut masyarakat
setempat. Informasi terakhir mengenai daerah itu adalah tidak jadinya lahan
yang sudah digusur tersebut untuk dijadikan jalan tol. Penyebabnya adalah
karena ada pemeriksaan bahwa Bojong Totor mempunyai tanah yang keropos sehingga
diprediksi tidak akan kuat untuk dibuat jalan tol Cisumdawu. Isu tersebut
semakin bertambah bahwa akan ditanami pohon kelapa sawit untuk dijadikan
penghasilan negara. Hal itu semakin menjadi benar, karena daerah Cisoka (Kec.
Rancakalong) akan dijadikan lahan lanjutan proyek tol tersebut. Isu ini muncul
sekitar bulan Juli 2014. Cisoka ini merupakan salah satu daerah yang berada di
pedalaman Kecamatan Rancakalong dan merupakan tempat tinggal penulis. Hal
tersebut dikatakan karena daerah Cisoka sangat jauh dari desa ataupun kecamatan.
Pelaksanaan
jalan tol di daerah ini sudah ditandai dengan pemasangan bendera yang
menandakan pengukuran terhadap area yang akan terlintasi. Selain itu, pemotretan
sudah dilakukan terhadap tanda tersebut. Akibat dari isu ini menyebabkan
masyarakat menjadi resah. Warga Cisoka tidak terlalu mengharapkan mengenai
balasan ganti rugi atas penggusuran. Tetapi, mereka memikirkan bagaimana
kehidupan ke depannya. Dari mulai mata pencaharian yang akan menjadi mengurangi
penghasilan warga. Mata pencaharian warga setempat mayoritas sebagai petani dan
buruh tani. Secara otomatis ketika tanah yang asalnya ditanami oleh padi
ataupun sayuran kemudian dijadikan jalan tol, hal tersebut tidak lagi menjadi
lahan yang digarap lagi oleh para petani dan buruh tani. Rasionalnya memang
akan berdampak pada berkurangnya pada penghasilan yang diperoleh. Pendidikan
warga yang sangat minim dan rata-rata hanya lulusan Sekolah Dasar menyebabkan
masyarakat tidak mempunyai keterampilan yang lebih baik di samping hanya
menggarap tanah.
Dampak
tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan masa depan warga Cisoka. Dengan
berkurangnya penghasilan, maka akan mengurangi daya beli masyarakat dalam
konsumsi barang dan jasa. Kemudian, proyek tol juga menyebabkan masyarakat
tidak bisa bersaing dengan masyarakat kota. Dalam pemenuhan kebutuhan pun akan
semakin berkurang. Penulis mengkhawatirkan terjadinya kemiskinan yang semakin buruk
akibat proyek tol tersebut. Mudah-mudahan kekahwatiran tersebut tidak terjadi.
Selain
berdampak pada mata pencaharian masyarakat, pemindahan alur jalan tol tersebut
mengakibatkan warga resah dengan tempat tinggal mereka. Keresahan tersebut
terjadi dikalangan semua warga baik kalangan menengah ke bawah maupun kalangan
atas. Banyak warga yang setiap hari membicarakan dan berdiskusi mengenai
masalah tempat tinggal ke depanya. Masyarakat berencana untuk pindah semakin
menjorok ke pelosok hutan. Secara langsung akan membuat kehidupan kampung yang
baru. Pembentukan ini memerlukan waktu lama dan biaya yang tinggi contohnya
seperti pemuatan tempat mandi umum yang baru, pendirian aliran listrik untuk
kerumah-rumah warga, pembuatan rumah baru, dan pembangunan jalan baru. Hal ini
terjadi karena kawasan yang akan didiami berada di daerah seperti hutan, bukan
pinggiran desa atau kawasan desa orang lain. Masyarakat merasa bahwa hidup
bersama dari dahulu kala tidak boleh terpisahkan gara-gara pembangunan jalan
tol. Dengan demikian, warga akan tetap saling membantu dalam menjalani hidup
baru. Hal tersebut terlontar dari sebagian warga Cisoka ketika berdiskusi
dengan orang tua penulis.
Jika
dilihat dari dampak terhadap lingkungan abiotik, pelaksanaan jalan tol Cisumdawu
menyebabkan tanah serapan air menjadi berkurang. Hal tersebut terjadi karena
area yang ditanami oleh tanaman atau pepohonan ditebang habis untuk perapihan
jalan. Seperti halnya yang terjadi di daerah Sabagi, banyak daerah kebun yang
menjadi gundul. Selain itu, dengan adanya perpindahan perumahan warga
menyebabkan kawasan hijau menjadi tempat pendirian rumah. Secara langsung
ketika hujan akan menyebabkan serapan air ke tanah menjadi berkurang.
Daerah
sekitar Bojong Totor, Sabagi, Ciwindu, dan Gelewing menjadi daerah yang mulai
panas, karena banyak pendirian perumahan baru yang dibangun warga masyarakat.
Pada saat ini tidak terasa terlalu panas, tetapi semakin banyak area serapan
air yang terus ditebang abis untuk perumahan dan jalan-jalan baru, maka akan
menyebabkan daerah semakin panas sekali bahkan akan seperti daerah perkotaan. Pepohonan
hijau yang dapat menyerap panas ataupun polusi menjadi tidak ada. Belum ada
program pemerintah yang memperhatikan terhadap dampak lingkungan dari perpindahan
rumah masyarakat. Keadaan jalan raya sekitar Bojong Totor seolah-olah tidak
terperhatikan kembali setelah penduduknya pindah ke kampung lain karena
lahannya tergusur oleh proyek yang sedang berlangsung. Masyarakat enggan
membenahi jalan raya yang berada di kawasan ini, padahal masih ada sebagian
dari area kampung tersebut yang dijadikan sebagai sarana pendidikan Sekolah
Dasar dan masih beroperasi sampai saat ini. Ketidakpedulian ini menyebabkan masyarakat
pengguna jalan sulit untuk mengendarai kendaraannya, karena jalan rusak parah.
Penulis
merasa heran dengan daerah sekitar Bojong Totor, daerah ini sudah semakin sepi
dengan penduduk tetapi ada pelaksanaan Pasar Malam dilaksanakan di daerah
tersebut. Sekitar satu bulan sampai pada tanggal 30 November 2014 acara
tersebut masih dilaksanakan. Padahal jika dilihat dari keadaan lingkungan tidak
strategis untuk dilaksanakan acara umum seperti halnya Pasar Malam karena jalan
rusak dan cuaca mendung terus-menerus. Jika dilihat dari segi ekonomi, keadaan
di atas tidak akan menguntungkan bagi penjual. Pangsa pasar juga sangat sempit,
tempatnya berada di kampung, dan keadaan penduduknya sudah berpindah tempat.
Selanjutnya,
masalah kerusakan lingkungan bisa dilihat dari keadaan di dalam pelaksanaan
perubahan area hijau menjadi jalan. Contohnya seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 1
Pengerukan
tanah proyek tol Cisumdawu
Dari
gambar di atas bisa dilihat mengenai dampak umum dari pelaksanaan jalan tol
Cisumdawu, sebagian tanah yang asalnya berada di area hijau dan resapan air
menjadi tergeruk oleh proyek jalan tol. Kemungkinan tanah yang masih hijau
digeruk kembali. Di daerah Sabagi pelaksanaan jalan tol sudah dalam tahap
pemisahan antara jalan raya untuk dilewati oleh tol dengan jalan pinggiran
untuk kendaran kecil. Tanah yang terlewati oleh tol sudah nampak lebih tinggi
dibanding dengan perumahan masyarakat dan pinggiran jalan.daerah tersebut
sangatlah panas jika dibandingkan dengan daerah Cikesik (daerah terdekat dengan
Sabagi). Keadaan Sabagi saat ini nampak seperti gambar yang penulis
dokumentasikan ketika survei ke tempat sana.
Gambar
selanjutnya menunjukan keadaan daerah Sabagi yang sudah terlihat pemisahan.
Terlihat dari ketinggian jalan tersebut sudah ditanami oleh sebagian rerumputan
hijau yang dilakukan oleh pengelola jalan tersebut. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya longsor pada tanah yang terletak lebih tinggi. Kawasan ini
sudah mengalami iklim yang panas. Karena pepohonan dan perkebunan sudah
ditebang untuk pembangunan tersebut. Dokumentasi ini dilakukan pada sore hari.
Sehingga keadaan seperti mendung. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar
berikut ini.
Gambar
2
Keadaan Daerah Sabagi Ketika
Sore Hari
Gambar
3
Penulis
Ketika Melakukan Survei
Kemudian,
daerah Bojong Totor yang telah disebutkan tadi terlihat lebih baik dibanding
dengan iklim yang dirasakan di sekitar Sabagi. Hal tersebut terjadi karena di
daerah Bojong Totor belum terkena penggerukan langsung oleh Back Hoe. Hanya saja di kawasan ini
sudah tidak berpenduduk lagi. Pepohonan masih tumbuh, akan tetapi di dekat
kawasan ini ada area yang tidak terlintas jalan tol, sehingga masyarakat banyak
pindah ke area sana. Pepohonan sudah tidak banyak lagi seperti semula karena
ditebang oleh masyarakat yang pindah ke daerah tersebut. Seperti terlihat pada
gambar berikut ini
Gambar 4
Pinggiran
Bojong Totor yang Terkena Perpindahan Rumah Penduduk
Gambar di atas menunjukan kawasan
hijau yang asalnya perkebunan menjadi area perumahan penduduk yang pindah ke
sana. Daerah ini berada di pinggiran daerah Bojong Totor. Di sebelah atas
perumahan pindahan nampak masih dalam kawasan hijau yang merupakan daerah
Bojong Totor. Sudah tidak terlihat lagi perumahan penduduk.
Jika
dilihat dari keadaan jalan raya yang sudah ada di Bojong Totor dan Sabagi,
jalan yang terlintasi oleh proyek jalan tol menjadi rusak. Hal ini disebabkan
banyak kendaraan besar yang melewati jalan itu, seperti mobil truk yang
mengangkut tanah dari hasil penggerukan, ataupun Back Hoe yang sedang dioperasikan. Sehingga, masyarakat tidak akan
nyaman berkendara jika melewati jalan tersebut. Terlebih lagi dengan pemindahan
alur jalan yang dilakukan oleh sopir elf atau bus yang beralih ke daerah sana
ketika pelaksanaan perbaikan jalan sekitar Cadas Pangeran, jalan semakin hancur
dan rusak.
Banyak
dampak yang terjadi akibat program proyek jalan tol Cisumdawu terutama untuk
daerah Bojong Totor dan Cisoka (Kec.Rancakalong). Jika dihubungkan dengan
pendekatan lingkungan yang dijelasakan dalam teori lingkungan sebelumnya, dapat
dikatakan benar bahwa manusia adalah faktor dominan sebagai perusak
lingkungan biotik dan abiotik. Dengan ilmu yang dimiliki, manusia berusaha di
dunia ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berinteraksi dengan hewan,
tumbuhan, tanah, air, dan udara. Hal tersebut bisa diatasi dengan pendekatan
etika lingkungan dapat dilakukan baik secara deskriptif maupun secara normatif
(Petersen, 2006). Dampak tersebut bisa juga dilihat dengan menggunakan solusi
pendekatan PLSBT (Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Tekhnologi).
2.5.Solusi
Berdasarkan Pendekatan PLSBT
Di dalam menangani masalah yang terjadi akibat pelaksanaan
proyek jalan tol yang terjadi di sekitar daerah Bojong Totor dan Cisoka (Kec.
Rancakalong) baik dari apek lingkungan maupun sosial, tinjauan terhadap masalah
ini adalah dengan menggunakan pendekatan PLSBT yaitu pendekatan multidisipliner.
Pendekatan Multidisipliner
(multidisciplinary approach) ialah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah
dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang banyak ilmu yang relevan.
Ilmu ilmu yang relevan digunakan bisa dalam rumpun Ilmu Ilmu Kealaman (IIK),
rumpun Ilmu Ilmu Sosial (IIS), atau rumpun Ilmu Ilmu Budaya (IIB) secara
alternatif. Penggunaan ilmu-ilmu dalam pemecahan suatu masalah melaelui
pendekatan ini denga tegas tersurat (explicit) dikemukakan dalam suatu
pembahasan atau uraian termasuk dalam setiap urain sub-sub uraiannya bila
pembahasan atau uraian itu terdiri ats sub-sub uraian. Disertai kontribusinya
masing masing secara tegas bagi pencarian jalan keluar dari masalah yang di
hadapi. Ciri pokok atau kata kunci dari pendekatan multidisipliner ini adalah
multi (bamyak ilmu dalam rumpun ilmu yang sama) atau banyaknya itu.
Pengaruh ilmu agama, ilmu sosial, ilmu budaya, ilmu ekonomi, dan ilmu
hukum sangat diperlukan untuk mengembangkan nilai, etika, dan moral manusia
sebagai sistem kontrol dalam menangani masalah yang diakibatkan oleh proyek
jalan tol Cisumdawu. Ilmu-ilmu tersebut merupakan kontrol manuisa untuk
berinteraksi dengan lingkungan biotik dan lingkungan abiotik agar memanfaatkan
lingkungan tersebut secara arif dan bijaksana.
Dari atas sudah dicek tinggal perlu ada tamabahan
Pelaksanaan proyek jalan tol Cisumdawu banyak menimbulkan dambak baik
dari aspek lingkungan maupun sosial. Khususnya di sekitar daerah Bojong Totor,
proyek ini menyebabkan kecemburuan sosial yang terjadi diantara warga
masyarakat akibat dari ketidakseimbangan pembayaran ganti rugi terhadap asset
mereka yang telintasi proyek tersebut, menimbulkan ketakutan warga akan mistis
yang terjadi di daerah tersebut, keresahan warga ketika melewati jalan karena
pernah ada peristiwa yang terjadi seperti perampokan dan pencurian. Kemudian,
pemindahan lahan untuk pendidikan baik SD, SMP ataupun SMA yang menyebabkan
tatanan ulang. Pemindahan lahan pemerintahan berserta perumahan warga setempat.
Dampak bagi daerah Cisoka (Kec. Rancakalong) yaitu menimbulkan keresahan warga
setempat karena harus mendirikan perkampungan yang baru ke kawasan hutan, diperkirakan
bisa mengurangi pendapatan yang diperoleh dari hasil pertanian dan perkebunan karena
mayoritas mata pencaharian masyarakat sebagai petani dan buruh tani sedangkan
lahannya berkurang.
Jika dilihat dari dampak lingkungan
yaitu mengurangi daerah resapan air sehingga dikhawatirkan terjadi longsor,
mendorong iklim menjadi panas, dan kerusakan jalan yang sudah ada karena banyak
kendaran besar yang melintasi jalan tersebut Di dalam menanganinya, tinjauan terhadap masalah ini
adalah dengan menggunakan pendekatan PLSBT yaitu pendekatan multidisipliner.
Adapun saran
dari penulis terhadap pelaksanaan proyek jalan tol, bagi pemerintah seharusnya
bisa selektif dalam memilih petugas yang mengurusi proyek tersebut terutama
dalam mengelola keuangan untuk pembayaran ganti rugi kepada masyarakat agar
dilakukan secara adil. Sehingga tidak ada masyarakat yang merasa dirugikan dan
tidak terjadi keterlambatan dalam pembayaran. Selain itu, seharusnya pemerintah
mengalokasikan perumahan mayarakat agar tidak terjadi penebangan yang dimana
saja untuk pendirian perumahan baru. Bagi masyarakat harus lebih bisa
menjaga lingkungan dengan baik, jangan sampai daerah area resapan air ditebang
begitu saja tanpa melihat dampak yang akan terjadi ke depannya.
A, Syarif. (2014). Tol Cisumdawu Seksi II Dikerjakan Lebih
Awal. [Online]. Tersedia: http://antarajawabarat.com
Jabartoday.Com. (2014). Ganti Rugi Pembebasan Lahan Tol Cisumdawu
Mulai Dibayarkan [Online]. Tersedia: http://www.jasa-sarana.co.id
Kos. (2014). Pembangunan Tol Cisumdawu 60,11 KM. [Online].
Tersedia: http://www.klik-galamedia.com
Pikiran Rakyat. (2013). Pembangunan Tol Cisumdawu Masih Berkutat
pada Masalah Pembebasan Lahan. [Online]. Tersedia: http://www.pikiran-rakyat.com
Susana,
Maryam, dkk. (2014). Masyarakat dan
Komunitas. Bandung.
Wdi. (2014). Proyek
Tol Cisumdawu Terganjal Pembebasan Lahan. [Online]. Tersedia: http://economy.okezone.com/
Terima kasih banyak untuk info ini, sangat membantu. jika berkenan ada banyak hal yang mau saya tanyakan tentang masalah dampak dari tol cisundawu ini. saya bisa kontak kemana ya? Terima kasih :)
BalasHapus