Minggu, 18 Oktober 2015

DAMPAK PROYEK TOL CISUMDAWU TERHADAP KEADAAN DI DAERAH SEKITAR BOJONG TOTOR DAN CISOKA (KEC. RANCAKALONG, SUMEDANG)

UJIAN TENGAH SEMESTER

DAMPAK PROYEK TOL CISUMDAWU TERHADAP KEADAAN DI DAERAH SEKITAR BOJONG TOTOR DAN CISOKA (KEC. RANCAKALONG, SUMEDANG)

MAKALAH

diajukan untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi

 








oleh:
Dede Santika
1203477

Semester 5



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONMI DAN BISNIS
UNIVERSTAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014




Bismillaahirrohmanirrohiim
Assalamu’alaikum Wr Wb....
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan Ridho-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Alhamdulillah dalam pengumpulan data ataupun penyusunan makalah ini, penulis diberi kemudahan dan kelancaran oleh Allah SWT.
Ucapan terima kasih kepada Ibunda dari penulis (Ibu Nanih) yang telah memberikan informasi mengenai fenomena yang terjadi di sekitar area yang dijadikan objek proyek tol Cisumdawu yaitu daerah Bojong Totor dan Cisoka (Rancakalong). Selain itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Lingkungan, Sosial, Budaya, dan Teknologi (Bapak Udin) atas pengajaran dan pendidikannya yang diberikan kepada penulis dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan terutama dalam keempat bidang tersebut.
Makalah ini tidak lepas dari kekurangan dikarenakan keterbatasan penulis sebagai manusia. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah yang lainnya. Semoga makalah ini dapat bermanfa’at khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Wassallamu’alaikum Wr Wb...




Bandung,    Desember 2014



Penulis








1.1.Latar Belakang

Menurut Irawati (2007) etika lingkungan merupakan cabang etika aplikasi yang memberikan perhatian landasan moral bagi pelestarian dan perbaikan lingkungan Etika lingkungan muncul disebabkan perkembangnya isu-isu lingkungan terutama meningkatnya masalah pemanasan global (global warming). Pada tahun 1970-an dan 1980-an (Irawati, 2007) menyatakan berkembangnya etika lingkungan yang merupakan studi filsafat yang disebabkan oleh kegiatan pembangunan yang menyebabkan munculnya gas karbon dioksida (CO2), gas metana (CH4), dan gas lain akibat kegiatan pertambangan batubara, industri, transportasi, kegiatan perkotaan, dan kegiatan lain yang menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan tersebut dapat mengganggu keadaan masyarakat, dalam hal ini yaitu bidang sosial.
Bidang Sosial yaitu bidang yang dimana mengatur mengenai kehidupan individu ataupun kelompok dalam bermasyarakat. Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain untuk hidup berbaur, bergaul, menjadi suatu masyarakat yang hidup di suatu daerah. Hal ini sejalan dengan pengertian masyarakat, yaitu kumpulan individu yang memiliki kepentingan yang sama dengan mempunyai budaya serta lembaga yang khas (Saptono & Sulasmono, 2006, 35). Dari kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh beberapa faktor yang dilakukan oleh manusia bisa berdampak pada ketidaknyamanan atau keresahan warga masyarakat setempat. Hal tersebut bisa saja terjadi karena masyarakat hidup dan tinggal disuatu tempat yang disebut lingkungan, baik lingkungan di perkotaan maupun lingkungan pedesaaan. Akibat dari lingkungan yang kurang mendukung kegiatan sehari-hari bisa menyebabkan terjadinya perilaku yang menyimpang dari sebagian warga masyarakat. Dalam rangka pembuatan proyek jalan tol Cisumdawu yang merupakan salah satu program pemerintah dalam rangka pembangunan ekonomi bidang infrastruktur yang memadai, ada beberapa masalah yang disebabkan oleh program tersebut. Dengan demikian, penulis tertarik mengangkat masalah dengan melakukan survei yang berbasis dampak lingkungan terhadap sosial masyarakat dengan judul “Dampak Proyek Tol Cisumdawu Terhadap Keadaan di Daerah Sekitar Bojong Totor dan Cisoka (Kec. Rancakalong, Sumedang).”


1.2.         Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana gambaran umum proyek jalan tol Cisumdawu?
  2. Bagaimana dampak dari proyek jalan tol Cisumdawu?
  3. Bagaimana solusi dengan menggunakan pendekatan PLSBT terhadap fenomena tersebut?

1.3.Maksud dan Tujuan Penulisan

Adapun maksud dari makalah ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar dampak proyek jalan tol Cisumdawu terhadap lingkungan dan sosial setempat, dengan menjelaskan berbagai solusi yang telah dilakukan. Dengan tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut:
  1. Untuk menjelaskan mengenai gambaran umum proyek jalan tol Cisumdawu.
  2. Untuk menjelaskan dampak dari proyek jalan tol Cisumdawu.
  3. Untuk menjelaskan solusi dengan menggunakan pendekatan PLSBT terhadap fenomena tersebut.

1.4.Manfaat Penulisan

1.4.1.      Manfaat Teoritis

Mendorong untuk melakukan survei ulang mengenai dampak yang terjadi akibat masalah yang diangkat dalam makalah ini, baik untuk dampak masih dalam proses pelaksanaan proyek maupun dampak setelah diselesaikannya proyek tersebut. Untuk menambah ilmu baru dalam bidang lingkungan dan sosial, dengan pendekatan melihat keadaan langsung.

1.4.2.      Manfaat Praktis

Berdasarkan survei ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca mengenai dampak yang terjadi akibat suatu program pemerintah terhadap lingkungan dan sosial. Sehingga dapat mengatasi dampak buruk yang terjadi. Selain itu adapun manfaat praktis lainnya adalah sebagai berikut:
1.      Hasil survei dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap penyelengara program pembangunan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang merugikan masyarakat.
2.      Hasil survei ini diharapkan berguna untuk survei selanjutnya khususnya mengenai dampak program terhadap lingkungan dan sosial.




Pengertian lingkungan pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu lingkungan biotik dan abiotik. Lingkungan biotik yaitu lingkungan yang mencangkup sesuatu yang hidup seperti hewan, tumbuhan, dan mikro organisme. Sedangkan lingkungan abiotik adalah sebaliknya dari lingkungan biotik, lingkungan ini mencangkup tanah, air, dan udara. Adapun pengertian etika lingkungan menurut Irawati (2007) merupakan cabang etika aplikasi yang memberikan perhatian landasan moral bagi pelestarian dan perbaikan lingkungan. Pada dasarnya, aliran atau teori tentang etika lingkungan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) teori (Irawati, 2007), yaitu :
A.    Teori Antroposentris
Dalam memanfaatkan lingkungan biotik (hewan, tumbuhan, dan mikro organisme) dan lingkungan abiotik (tanah, air, dan udara) maka manusia merupakan yang dominan. Manusia didalam kelangsungan hidupnya punya kebutuhan baik sebagai individu, organisasi, dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti: sandang, pangan, dan papan. Manusia berinteraksi dengan lingkungannya dan manusia pula yang dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan tersebut. Pada kenyataannya manusia dengan segala kebutuhannya menyebabkan lingkungan baik biotik maupun abiotik menjadi rusak (Santoso, 2000).
Pengaruh manusia dalam merusak lingkungan biotik dan lingkungan abiotik ini sangat besar dan ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ruum Ayat 41 (Qs. 30 : 41) yang berbunyi “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Dari ayat tersebut di atas terlihat bahwa kerusakan yang terjadi adalah ulah manusia dan yang lebih penting sekarang ini hubungan manusia dengan Allah; hubungan manusia dengan manusia, hewan, dan tumbuhan; dan hubungan manusia dengan tanah, air, dan udara semakin menipis. Oleh karena itu, untuk menjaga lingkungan yang lebih baik maka keterkaitan hubungan tersebut perlu dipererat lagi sehingga Allah akan sayang dengan kita maka lingkungan kita akan lebih baik di masa yang akan datang (Sarvestani and Shahvali, 2008). Pengaruh ilmu agama, ilmu sosial, ilmu budaya, ilmu ekonomi, dan ilmu hukum sangat diperlukan untuk mengembangkan nilai, etika, dan moral manusia sebagai sistem kontrol. Ilmu-ilmu tersebut merupakan kontrol


manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan biotik dan lingkungan abiotik agar memanfaatkan lingkungan tersebut secara arif dan bijaksana.

B.      Teori Non-antroposentris
Teori yang dikembangkan berdasarkan antroposentris menyebabkan manusia melakukan gangguan dan pengrusakan terhadap lingkungan biotik dan lingkungan abiotik dan bahkan semakin meningkatnya permasalahan lingkungan. Teori non-antroposentris (Stenmark, 2002) juga berkembang dengan tinjauan atau fokus pada non-antroposentris, seperti : ekstensionis, zoo-centris, biosentris, dan ekosentris.
Pandangan ekstensionis dalam teorinya mempertimbangkan semua makhluk hidup sangat berperan dalam memelihara lingkungan biotik dan lingkungan abiotik karena makhluk hidup punyai nilai, etika, dan moral. Pandangan zoo-centris melihat semua makhluk hidup sudah cukup untuk memelihari lingkungannya, tetapi perlu mengembangkan syarat-syarat kecukupan tersebut. Pandangan biosentris melihat bahwa makhluk hidup mempunyai kemampuan untuk hidup yang merupakan kriteria pertimbangan nilai, etika, dan moral untuk sebuah tujuan hidup. Manusia, hewan, tumbuhan, dan mikro organisme berhak untuk hidup, berkembang, dan berproduksi.
Pandangan ekosentris telah melihat bahwa pandangan ekstensionis, zoo-centris, dan biosentris belum melihat keterkaitan antara lingkungan biotik dengan lingkungan biotik, keterkaitan antara lingkungan biotik dengan lingkungan abiotik, serta antara lingkungan abiotik dengan lingkungan abiotik. Pandangan ekosentris memandang interaksi antar lingkungan tersebut sangat dibutuhkan sehingga kerusakan lingkungan dapat segera diatasi dan mengkritik bahwa manusia selalu mendominasi ala mini yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada alam tersebut (Cafaro, 2002).

C.    Teori Campuran (mixed)
Pandangan teori campuran (mixed) melihat harus ada pertimbangan yang logis dalam pemanfaatan lingkungan. Manusia sebagai makhluk yang sempurna sangat logis memanfaatkan lingkungan untuk kebutuhan hidupnya dan juga makhluk hidup lainnya punya kepentingan yang sama untuk hidup, berkembang dan berproduksi serta hak untuk hidup menjadi prioritas primer (hak untuk hidup) mempunyai prioritas atas kesejahteraan lingkungan, dan kesejahteraan lingkungan memiliki prioritas atas hak asasi manusia yang sekunder (seperti hak atas properti).

Dalam penjelasan di atas bahwa ekologi merupakan dasar ilmu lingkungan yang membahas hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungan yang dapat dibedakan sebagai makhluk hidup (lingkungan biotik) yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikro organisme serta sebagai lingkungannya (lingkungan abiotik) yang terdiri dari tanah, air, dan udara yang akan berkembang sebagai ilmu terapan. Berdasarkan definisi tersebut maka ilmu terapan (applied science) dapat didefinisikan sebagai bidang ilmu yang berkaitan dengan seni atau ilmu yang terapkan untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan yang praktis.
Dengan demikian, ilmu terapan yang dimaksud dalam ilmu lingkungan adalah bidang ilmu yang berkaitan dengan lingkungan biotik (manusia, hewan, tumbuhan, mikro organisme dan lingkungan abiotik (air, tanah, dan udara). Ilmu terapan mencakup manusia, hewan, tumbuhan, mikro organisme (ilmu biologi), air (hidrologi dan kimia), tanah (geologi dan ilmu tanah), dan udara (ilmu fisika) yang dikontrol (nilai, etika, dan moral) oleh ilmu agama, sosial, budaya, ekonomi, dan ilmu hukum. Permasalahan lingkungan hidup yang terjadi disebabkan oleh manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna yang dibekali akal tentu mempunyai kebebasan berpikir dan memerlukan kebutuhannya.
Oleh karena itu, manusia adalah faktor dominan sebagai perusak lingkungan biotik dan abiotik. Dengan ilmu yang dimiliki manusia berusaha di dunia ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berinteraksi dengan hewan, tumbuhan, tanah, air, dan udara. Dengan demikian pendekatan etika lingkungan dapat dilakukan baik secara deskriptif maupun secara normatif (Petersen, 2006).

Istilah masyarakat berasal dari musyarak yang berasal dari bahasa arab yang memiliki arti ikut serta atau berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa inggris disebut society. Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah dan identitas. Pengertian masyarakat menurut Ahli diantaranya:
  1. Peter L.Berger
Masyarakat adalah suatu keseluruhan komplek hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan
  1. Marx
Masyarakat adalah keseluruhan hubungan-hubungan ekonomis, baik produksi maupun konsumsi, yang berasal dari kekuatan-kekuatan produksi ekonomis yakni teknik dan karya
  1. GilindanGilin
Masyarakat adalah kelompok manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan
  1. SeloSoemardjan
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan

A.    Komunitas Setempat (Community)
Komunitas merupakan bagian kelompok dari masyarakat (society) dalam lingkup yang lebih kecil, sertai kebersamannya kurang kuat.mereka lebih terikat oleh tempat (teritorial).
Community adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu.Dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan masyarakat setempat. Unsur-unsurKomunitas yaitu
  1. Seperasaan
  2. Sepenanggungan
  3. Salingmemerlukan
Unsur seperasaan lebih mengganggap dirinya sebagai “kami” dibandingkan dengan“saya” contohnya kelompok kami, perasaan kami, tujuan kami.
Unsur sepenanggungan setiap kelompok dan anggota menjalankan peran sesuai dengan posisi kedududkannya masing-masing. Unsur saling memerlukan muncul karena setiap anggota dari komunitas tidak bisa memenuhi kebutuhannya baik secara fisik maupun psikologisnya.
Pengertian masyarakat (society) sifatnya lebih umum dan lebih luas sedangkan pengertian masyarakat setempat lebih terbatas dan dibatasi oleh area kawasannya

B.     Masyarakat desa dan masyarakat kota
Orang desa memliki hubungan erat yang mendalam antar warganya, sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar kekeluargaan. Usia dan ketokohan sangat berperan dalam kehidupan orang desa. Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan, pada umumnya memegang peranan penting sedangkan kota sering kali ditandai dengan kehidupan yang ramai, dan mata pencaharian penduduknya bermacam-macam.

C.     Masyarakat Multikultural
Kesedian menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama. Di Indonesia sendiri masyarakat multikultural sudah tidak asing lagi karena Indonesia sendiri mempunyai semboyan bhineka tunggal ika.Menurut Samuel P.Hungtinon menyatakan bahwa masyarakat multikultural adalah sebagai berikut:
  1. Perbedaan antara peradaban tidak hanya real melainkan juga mendasar.
  2. Dunia sekarang semakin menyempit, interaksi antara orang-orang berbeda peradaban semakin meningkat.
  3. Proses modernisasi ekonomi dan sosial dunia membuat orang atau masyarakat tercerabut dari identifikas diri mereka yang sudah berakar dalam, di samping memperlemah negara bangsa sebagai sumberi dentitas bangsa.
Pengaruh multikultural terhadap kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara dan kehidupan global. Dalam Masyarakat multikulral sikap kedewasaan dan keternukaan haruslah menjadi suatu hal yang wajib ada, karena ketika sifat itu dikesampingkan maka besar kemungkinan untuk terciptanya masalah – masalah yang dapat menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa, seperti:
  1. Diharmonisasi, yaitu tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia dengan dunia lingkungannya.
  2. Perilaku diskriminatif terhadap etnis atau kelompok masyarakat tertentu akan memunculkan masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang.
  3. Ekslusivisme, rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat bermacam-macam, antara lain: keyakinannya bahwa secara kodrati ras/ sukunya/ kelompoknya lebih tinggi dari ras/suku/kelompok lain.
  4. Disintegrasi bangsa
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan dari pengaruh diatas, yaitu: semangat religius, semangat nasionalisme, semangat pluralisme, semangat humanisme, dialog antar umat beragama, dan membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi ataupun konfigurasi hubungan antara agama, media massa, dan harmonisasi dunia.

Tema   : Lingkungan dan Sosial
Judul   : Dampak Proyek Tol Cisumdawu Terhadap Keadaan di Daerah Sekitar Bojong Totor dan Cisoka (Kec. Rancakalong, Sumedang).
Narasumber ke-1    Nama: Ibu Nanih (Orang tua penulis)
Umur : 55 tahun
Warga Cisoka
Narasumber ke-2   Nama: Aca
Umur : 55 tahun
Mantan RW 01 Cisoka
Dalam pengumpulan informasi tersebut, penulis melakukan wawancara kepada Ibunda di rumah, mendengar diskusi langsung mantan ketua RW 01 dengan warga sebelum adanyanya tugas UTS ini, dan melakukan survei langsung ke lapangan terkait dengan objek yang ada dalam masalah yang akan dibahas..
Jalan Tol Cisumdawu adalah sebuah jalan tol sepanjang 60 kilometer bagian dari Jalan Tol Trans Jawa yang berada di Jawa Barat menghubungkan daerah Cileunyi - Sumedang - Dawuan atau Jalan Tol Padaleunyi dengan Jalan Tol Palimanan-Kanci keseluruhan mempergunakan lahan seluas 825 ha. Proyek pengerjaan jalan tol yaitu pada 29 November 2011, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto bersama Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan melakukan peletakan batu pertama proyek jalan tol ini. Peletakan batu pertama ini dilakukan di interchange Rancakalong Desa Citali, Kelurahan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Kemudian pada 25 Oktober 2013, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar meninjau proyek pembangunan jalan tol ini. Deddy berharap tol ini akan selesai pada tahun 2016 mendatang, bersamaan dengan proses pembangunan Bandar Udara Internasional Kertajati di Majalengka. Sedangkan tahap pekerjaan pembangunan jalan tol ini akan dibagi menjadi 6 tahap, yakni
  • tahapan Cileunyi–Tanjungsari sepanjang 12.0 km,
  • tahapan Tanjungsari–Sumedang sepanjang 17.51 km,
  • tahapanan Sumedang-Cimalaka sepanjang 3,73 km,
  • tahapan Cimalaka-Legok sepanjang 6,96 km,
  • tahapan Legok ke Ujungjaya 16,35 km , dan
  • tahapan Ujungjaya ke Kertajati 4.0 km.
Jalan ini akan mempunyai 5 tempat pertukaran jalan antara lain akan berada di Cikopo, Kalijati, Subang, Cikedung dan Kertajati.

A.    Berita pertama
Berdasarkan berita yang disiarkan oleh Pikiran Rakyat pada April tahun 2013 proses pembangunan jalan tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) masih berkutat pada masalah pembebasan lahan. Seperti halnya, pembangunan tol Cisumdawu di seksi II, Rancakalong-Ciherang sepanjang 17,3 km. Masih ada sejumlah lahan warga yang belum dibebaskan, bahkan lokasinya tepat di tengah badan jalan tol. Bahkan masalah pembebasan lahan tersebut, lebih rumit dan krusial ketimbang mengerjakan kontruksi tol, sekalipun harus menembus gunung,
Pelaksanaan Pembangunan Jalan Bebas Hambatan (PPJBH) Cisumdawu, Subagus Dwi Nurjaya usai rapat koordinasi Tol Cisumdawu di gedung Induk Pusat Pemerintahan (IPP) Pemkab Sumedang. Subagus menyebutkan, lahan di tengah badan jalan tol seksi II yang belum dibebaskan, seperti di daerah Pamulihan dan Ciherang. Namun demikian, secara umum luas tanah yang belum dibebaskan di seksi II hanya tinggal 0,4 persen. Itu pun dari panjang jalan tol seksi II yang sudah dikontraktualkan sepanjang 6,5 km. Walaupun tanah yang belum dibebaskan hanya 0,4 persen lagi, tapi posisinya sangat menyulitkan, tepat di atas jalan.
Pembebasan lahan jalan tol seksi I Cileunyi-Rancakalong, yang sudah dibebaskan baru sepanjang 1 km dari total panjang jalan tol 12 km. Sementara seksi III, Ciherang-Situ, Sumedang sepanjang 3,5 km, masih dalam proses pembebasan lahan. Untuk luas lahan yang belum dibebaskan, itu kewenangan P2T. Untuk kelancaran pembangunan jalan tol terutama proses pembebasan lahannya, kata dia, semua pihak terkait harus menyamakan persepsi sekaligus menyinergiskan kepentingan pembangunan jalan tol tersebut. Sebab dampak positifnya sangat besar, bisa mengembangkan perekonomian masyarakat Sumedang.
Jalan tol seksi II, menjadi solusi kerawanan jalan Cadas pangeran yang semakin menurun kualitasnya, termasuk kemacetan di Sumedang. Begitu pula seksi I, Cileunyi-Rancakalong, bisa mengatasi kemacetan tahunan di Jatinangor dan Tanjungsari. Lebih jauh Subagus menjelaskan, pembangunan jalan tol Cisumdawu terutama di seksi I dan II, menjadi jalan keluar kerusakan jalan jalur Bandung-Cirebon, berikut kemacetannya. Kerusakan jalan akan terus terjadi bahkan semakin parah, sepanjang truk-truk angkutan berat yang melebihi kapasitas melalui jalur tersebut. Biaya besar yang dikeluarkan pemerintah untuk penambalan jalan rusak pun, akhirnya terbuang percuma (mubazir-red). Pasalnya, tidak efektif dipakai perbaikan jalan jalur Bandung-Cirebon, terutama di wilayah Sumedang.
Tingkat kesulitan pembangunan jalan tol seksi I dan II yang kondisi geografisnya banyak pegunungan, untuk pembangunan kontruksi tidak ada masalah. Meski harus melewati daerah pegunungan,masih bisa diatasi dengan penerapan teknologi canggih kontruksi jalan tol. Lebih sulit menyelesaikan masalah pembebasan lahan, ketimbang membangun kontruksi jalan tol, sekalipun harus menembus gunung.

B.     Berita Kedua
Berdasarkan berita yang disiarkan oleh Klik Galamedia.com pada Agustus 2014, Mega proyek pembangunan Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan sepanjang 60,11 km Jawa Barat, hingga Jumat (8/8/14) masih terus berlangsung dalam pengerjaannya. Pembangunan tol itu untuk menghubungkan ke akses bandara internasional Kertajati di Majalengka, selain pengembangan pembangunan di Cirebon dan Indramayu. Namun pelaksana pembangunan sempat dihadapkan pada persoalan harga ganti rugi tanah yang akan dibangun jalan tol, seperti dalam menentukan kesepakatan harga tanah antara pemilik lahan dengan pemerintah. Sebagian di antara kelompok masyarakat dengan harga tinggi.
Sejumlah sumber klik-galamedia.com di lapangan, masih ada di antara pemilik lahan dengan pemerintah belum ada kesepakatan harga ganti rugi lahan. Sementara di lapangan berdasarkan sumber, ada aset desa yang belum ada pembayaran ganti rugi, tetapi lahannya sudah masuk tahap pengerjaan tol. Di antaranya di Kec. Pamulihan meliputi Desa Pamulihan, Ciptasari dan Desa Citali. Abdullah, seorang warga di Jatinangor, mengatakan, pembangunan tol yang masih dalam pembebasan lahan itu di Desa Margaluyu, Cijambu, dan Desa Tanjungsari, Kec. Tanjungsari. "Sementara di wilayah Kec. Sukasari, dikabarkan sudah rampung dalam pembebasannya. Hanya tinggal sisa lahan tambahan yang dikabarkan masih dalam proses pembebasan," katanya. Di Kec. Jatinangor, kata dia, belum ada pembebasan lahan. Proses pembebasan lahannya pun selain melibatkan warga setempat selaku pemilik lahan, juga lembaga pemerintahan. Soalnya ada lahan pemerintah atau pendidikan yang terkena proyek tol.
Sama halnya dikatakan Kepala Desa Ciptasari, Uce. Menurutnya, aset desa yang belum dilakukan pembayaran di antaranya milik Desa Pamulihan, Desa Citali, Desa Ciptasari, Kecamatan Pamulihan. "Aset desa milik desa kami yang belum di bayar berupa jalan, makam, selokan dengan nilai sekitar Rp 500 juta," katanya. Proyek tol tersebut menjadi perhatian Kabag Tata Pemerintahan sekaligus Ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Kabupaten Sumedang, Deni Tanrus. Menurutnya, ada kelompok masyarakat pemilik bidang tanah yang belum melepas tanah bangunannya untuk pembangunan Tol Cisumdawu. Hal ini karena belum ada kesepakatan ganti rugi.
Meski demikian, Deni berusaha untuk kerja keras mempercepat proses pembebasan tanah dan bangunan di wilayah yang terkena proyek tol. Sudah cukup luas lahan yang dibebaskan yang saat ini sedang dalam pengerjaan. Selain itu pula, masalah lahan yang akan terkena proyek tol, di antaranya fasilitas umum masjid dan mushola. Termasuk aset desa, seperti tanah kas, jalan desa, dan saluran. Terkait aset pemerintah, pembebasannya pun melibatkan sejumlah pihak terkait. Dikatakan, pembangunan Tol Cisumdawu sebagai upaya pemerintah pusat dan Propinsi Jawa Barat untuk pengembangan wilayah Jawa Barat bagian tengah dan timur. Selain itu untuk mendukung pembangunan di Cirebon, Indramayu dan Majalengka. Termasuk pengembangan wilayah perumahan di Kec. Sukasari, Tanjungsari, Pamulihan, Rancakalong dan Kec. Cimanggung.
Pembangunan tol terbagi dalam 6 (enam) segmen yaitu Cileunyi–Tanjungsari 9,80 km, Tanjungsari–Sumedang 17,51 km, Sumedang-Cimalaka 3,73 km, Cimalaka-Legok 6,96 km, Legok-Ujungjaya 16,35 km, dan Ujungjaya-Kertajati 4,00 Km.

C.    Berita Ketiga
Berdasarkan berita yang disiarkan oleh Antarajawabarat.com pada September 2014, Proyek Tol Cisumdawu seksi II antara Tanjungsari - Sumedang sepanjang 17,5 kilometer akan dikerjakan lebih awal setelah proses pembebasan lahan tuntas pada 2012 agar segera bisa mengurangi beban jalur Tanjakan Cadas Pangeran di Kabupaten Sumedang. "Pengerjaan proyek seksi II akan dilakukan lebih awal dibandingkan seksi I, II dan IV. Targetnya sudah bisa dioperasikan pada 2013 untuk mengurangi beban kawasan Tanjakan Cadas Pangeran yang saat ini rawan longsor," kata Direktur Utama PT Jasa Sarana, Soko Sandi Buwono di Bandung,
Saat ini perkembangan pembanguna jalur tol yang totalnya akan menghabiskan dana sebesar Rp2,4 triliun itu masih dalam tahap pembebasan lahan. Untuk seksi II antara Tanjungsari - Sumedang saat ini prosesnya masih dalam tahap pembebasan lahan. Demikian halnya untuk ruas seksi I antara Cileunyi - Tanjungsari sepanjang 11 kilometer juga masih dalam tahap pembebasan lahan. "Pembebasan lahan untuk seksi II sudah mencapai 48 persen, sedangkan seksi I baru 27 persen. Setalah verifikasi dan pengukuran lahan, pembayaran akan dilakukan mulai 2012, sehingga diharapkan pada 2013 sudah dikerjakan dan akhir tahun bisa dioperasikan.
PT Jasa Sarana yang merupakan BUMD Jawa Barat berperan dalam penyediaan lahan untuk jalan tol itu. Biya pembebasan lahan dilakukan sharing antara pemerintah pusat, Pemprov Jabar dan Pemda Kabupaten Kota. Sedangkan pengerjaan kosntruksi jalan tol itu akan dilakukan oleh pemenang tender perusahaan konsorsium asal China, Shanghai Corporation. Soko menyebutkan, langkah-langkah percepatan pembebasan lahan terus dilakukan sehingga diharapkan proyek bisa dikerjakan tepat waktu.Sementara itu ruas tol Cisumdawu yang menghubungkan Cileunyi - Sumedang - Dawuan sepanjang 57 kilometer itu diproyeksikan tuntas pada 2014. Jalur itu untuk mengakses ke kawasan Bandara Internasional Jabar di Kertajati Majalengka. Sementara itu Wakil Bupati Sumedang, Taufik Gunawansyah menyebutkan, pihak pemerintah daerah Sumedang sudah melakukan langkah-langkah untuk mempercepat proses pembebasan lahan untuk tol Cisumdawu.
"Jadwal proyek itu sudah jelas dan harus diikuti, pemenang tender konstruksinya juga sudah ada. Kami terus melakukan upaya-upaya percepatan proses pembebasan lahan jalan tol ini," Wabup Sumedang itu mengakui, Sumedang merupakan daerah yang berkepentingan sekali dengan kehadiran Tol Cisumdawu untuk mendongkrak industri dan perekonomian di daerah itu. "Diharapkan Cisumdawu bisa dioperasikan sesuai jadwal, dan kami optimis jalan ini sangat strategis untuk pengembangan kawasan di jalur tengah dan Jabar bagian timur.

D.    Berita Keempat
Berdasarkan berita yang disiarkan oleh Jabartoday.com, PT Jasa Sarana selaku Badan Usaha Milik Daerah Jawa Barat yang menggarap proyek jalan tol Cisumdawu mulai melaksanakan pembayaran uang ganti rugi kepada masyarakat pemilik lahan. Pembayaran sendiri dialokasikan untuk seksi III dengan nilai sebesar Rp 19,20 miliar. Direktur Utama PT Jasa Sarana, Soko Sandi Buwono, meyakini, pembangunan jalan Tol Cileunyi Sumedang Dawuan akan selesai tepat pada waktunya di 2016. Hal itu guna mendukung sarana infrastruktur Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati.
“Pembayaran UGR sudah dimulai sejak tanggal 31 Juli 2013. Dan sejak 2 Agustus 2013 lalu prosesnya sudah mencapai 120 bidang yang diberikan ganti ruginya atau kurang lebih lahan yang sudah dibayar mencapai 122.749 meter persegi, senilai Rp 19,20 miliar dengan dana mandiri PT Jasa Sarana,” jelas Soko. Pembayaran ganti rugi tersebut diharapkan Soko dapat menjadi awal yang baik dan dapat lebih mendorong percepatan penyelesaian pengadaan tanah jalan tol Cisumdawu dari Seksi I-seksi VI, sehingga pengoperasian jalan tol dapat dilaksanakan bersamaan dengan beroperasinya Kertajati.
“Memang selama ini ada sejumlah kendala teknis terkait pembebasan lahan. Namun berkat kesungguhan dan kesadaran semua pihak tentang pentingnya pembangunan jalan tol tersebut, maka pelaksanaan UGR dapat dilakukan,” ucapnya. Sesuai dengan penugasan dari Kementerian Pekerjaan Umum, PT Jasa Sarana melalui Tim Pembebasan Tanah (TPT) Kementerian PU dan Panitia Penyedia Tanah Kabupaten Sumedang telah merealisasikan pembayaran UGR pengadaan tanah proyek pembangunan jalan tol Cisumdawu Seksi III (Sumedang-Cimalaka) dengan panjang 3,750 km, dengan luas lahan 100,2 hektar.
Adapun untuk pembebasan berikutnya, yakni Seksi IV (Cimalaka-Legok) dengan panjang 7,200 km, dengan luas lahan yang dibutuhkan 83,6 hektar. Sementara, seksi V (Legok-Ujung Jaya) dengan panjang 15,900 km, luas lahan sekitar 216,1 hektar, dan Seksi VI (Ujung Jaya-Dawuan) dengan panjang 4,048 km, luas lahan sekitar 22 hektar. “Jasa Sarana akan melakukan pengadaan tanah untuk seksi 3 hingga seksi 6,” katanya. Untuk diketahui, proyek pembangunan Tol Cisumdawu dibagi menjadi 2 phase dengan 6 seksi. Phase I terdiri dari seksi I-II, sedangkan phase II terdiri dari seksi III-VI. Untuk pengadaan tanah phase I dibiayai APBN dan phase II oleh PT Jasa Sarana. Adapun estimasi total kebutuhan lahan mencapai 848,2 hektar. Dimana perkiraan kebutuhan biaya pengadaan tanah untuk phase I mencapai Rp 665 miliar. Sementara untuk phase II ada di angka Rp 630 miliar. Sehingga totalnya mencapai Rp 1,295 triliun. “Progres pembebasan tanah seksi I mencapai 27 persen. Progres pembebasan tanah seksi II sudah 50 persen. Dan pekerjaan konstruksi untuk seksi II oleh pemerintah sedang berjalan. Begitu juga untuk pembebasan tanah seksi III yang sudah mencapai nominal Rp 19,2 miliar.”

Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan diatas dapat disimpulkan berbagai dampak yang ditimbulkan akibat pelaksanaan proyek jalan tol Cisumdawu berimbas pada lingkungan biotik (manusia, tumbuhan, dsb) dan lingkungan abiotik (jalan dan tanah). Pada pembahasan ini akan menjelaskan dampak di bidang sosial. Keempat berita di atas hampir seluruhnya menyangkut kesulitan pembebasan lahan. Hal ini terjadi karena keterlambatan dari pembayaran ganti rugi atas lahan yang dimiliki oleh masyarakat. Selanjutnya, berita kedua menyebutkan bahwa ada aset desa yang belum ada pembayaran ganti ruginya. Aset desa yang belum di bayar berupa jalan, makam, selokan dengan nilai sekitar Rp 500 juta. Selain mengganggu kenyamanan tempat tinggal masyarakat yang sudah mendiami suatu daerah, hal ini juga mengganggu pendidikan anak bangsa. Pendidikan anak-anak menjadi terganggu karena ada sarana pendidikan seperti sekolah yang tergusur akibat jalan tol tersebut. Berita terakhir menyebutkan bahwa PT Jasa Sarana selaku Badan Usaha Milik Daerah Jawa Barat yang menggarap proyek jalan tol Cisumdawu mulai melaksanakan pembayaran uang ganti rugi kepada masyarakat pemilik lahan. Kelancaran dalam pelaksanaan jalan tol adalah karena adanya kesadaran dari berbagai pihak yang menganggap pentingnya pembangunan jalan tol, selain warga masyarakat yang bermasalah dalam menghambat pembebasan lahan.
Seperti halnya dampak yang ditimbulkan dari sumber berita di atas, proses pelaksanaan proyek jalan tol di sekitar daerah Bojong Totor khususnya Kecamatan Sumedang Utara telah menggarap perubahan jalan sampai daerah Cibawang, Cimangglid, dan sekitar Sabagi. Di daerah sekitar Bojong Totor masih dalam pembebasan lahan. Pembayaran uang atas lahan yang diberikan kepada masyarakat memunculkan kontroversi. Masyarakat yang mendapatkan ganti rugi yang besar akan secara mudah meninggalkan rumah mereka, kemudian berpindah ke lokasi tempat yang dianggap nyaman bagi mereka atau pindah ke kampung lain dengan mendirikan rumah baru yang lebih mewah. Akan tetapi, ada sebagian masyarakat yang merasa dirugikan oleh penggusuran tersebut karena ganti rugi yang tidak sesuai dengan asset yang mereka miliki. Sehingga, hal tersebut menjadikan warga yang bersangkutan tidak pindah dari kediamannya.
Pembayaran ganti rugi ini menimbulkan kecemburuan sosial diantara warga. Daerah sekitar Bojong Totor yang berdekatan dengan Gelewing merupakan daerah perkebunan yang ditempati oleh masyarakat. Pada saat ini, daerah yang tergusur oleh proyek tol tersebut sudah tidak berpenduduk lagi kecuali sekolah dan satu rumah yang terus ditempati oleh warga karena ganti rugi yang merasa tidak sebanding dengan assetnya yang digusur. Bojong Totor yang sekarang tidak seperti Bojong Totor yang dahulu kala, sekarang ini ketika malam jarang sekali lampu yang menyala di daerah sana. Sehingga keadaan sangatlah gelap sekali disertai dengan keadaan yang sangat sepi karena tidak ada penduduk. Dengan adanya kekosongan di Bojong Totor menyebabkan masyarakat yang tidak bertanggung jawab untuk melancarkan aksinya. Peristiwa yang tidak diinginkan masyarakat pernah terjadi, ketika suatu malam ada warga yang melewati jalan Bojong Totor, mereka ditodong oleh perampok. Selain itu, banyak warga yang melihat hal-hal mistis di daerah tersebut. Dapat di simpulkan dari pernyataan diatas, bahwa proyek jalan tol bisa berdampak memunculkan niat buruk manusia untuk mengambil keuntungan dalam kesempitan yang dialami warga yang lain.

GAMBAR BOJONG TOTOR
GAMBAR DAERAH SABAGI
Selain itu, awalnya gedung pemerintahan desa terkena lintasan proyek jalan tol, tetapi pada akhirnya tidak akan jadi dilewati proyek tersebut,sahut masyarakat setempat. Informasi terakhir mengenai daerah itu adalah tidak jadinya lahan yang sudah digusur tersebut untuk dijadikan jalan tol. Penyebabnya adalah karena ada pemeriksaan bahwa Bojong Totor mempunyai tanah yang keropos sehingga diprediksi tidak akan kuat untuk dibuat jalan tol Cisumdawu. Isu tersebut semakin bertambah bahwa akan ditanami pohon kelapa sawit untuk dijadikan penghasilan negara. Hal itu semakin menjadi benar, karena daerah Cisoka (Kec. Rancakalong) akan dijadikan lahan lanjutan proyek tol tersebut. Isu ini muncul sekitar bulan Juli 2014. Cisoka ini merupakan salah satu daerah yang berada di pedalaman Kecamatan Rancakalong dan merupakan tempat tinggal penulis. Hal tersebut dikatakan karena daerah Cisoka sangat jauh dari desa ataupun kecamatan.
Pelaksanaan jalan tol di daerah ini sudah ditandai dengan pemasangan bendera yang menandakan pengukuran terhadap area yang akan terlintasi. Selain itu, pemotretan sudah dilakukan terhadap tanda tersebut. Akibat dari isu ini menyebabkan masyarakat menjadi resah. Warga Cisoka tidak terlalu mengharapkan mengenai balasan ganti rugi atas penggusuran. Tetapi, mereka memikirkan bagaimana kehidupan ke depannya. Dari mulai mata pencaharian yang akan menjadi mengurangi penghasilan warga. Mata pencaharian warga setempat mayoritas sebagai petani dan buruh tani. Secara otomatis ketika tanah yang asalnya ditanami oleh padi ataupun sayuran kemudian dijadikan jalan tol, hal tersebut tidak lagi menjadi lahan yang digarap lagi oleh para petani dan buruh tani. Rasionalnya memang akan berdampak pada berkurangnya pada penghasilan yang diperoleh. Pendidikan warga yang sangat minim dan rata-rata hanya lulusan Sekolah Dasar menyebabkan masyarakat tidak mempunyai keterampilan yang lebih baik di samping hanya menggarap tanah.
Dampak tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan masa depan warga Cisoka. Dengan berkurangnya penghasilan, maka akan mengurangi daya beli masyarakat dalam konsumsi barang dan jasa. Kemudian, proyek tol juga menyebabkan masyarakat tidak bisa bersaing dengan masyarakat kota. Dalam pemenuhan kebutuhan pun akan semakin berkurang. Penulis mengkhawatirkan terjadinya kemiskinan yang semakin buruk akibat proyek tol tersebut. Mudah-mudahan kekahwatiran tersebut tidak terjadi.
Selain berdampak pada mata pencaharian masyarakat, pemindahan alur jalan tol tersebut mengakibatkan warga resah dengan tempat tinggal mereka. Keresahan tersebut terjadi dikalangan semua warga baik kalangan menengah ke bawah maupun kalangan atas. Banyak warga yang setiap hari membicarakan dan berdiskusi mengenai masalah tempat tinggal ke depanya. Masyarakat berencana untuk pindah semakin menjorok ke pelosok hutan. Secara langsung akan membuat kehidupan kampung yang baru. Pembentukan ini memerlukan waktu lama dan biaya yang tinggi contohnya seperti pemuatan tempat mandi umum yang baru, pendirian aliran listrik untuk kerumah-rumah warga, pembuatan rumah baru, dan pembangunan jalan baru. Hal ini terjadi karena kawasan yang akan didiami berada di daerah seperti hutan, bukan pinggiran desa atau kawasan desa orang lain. Masyarakat merasa bahwa hidup bersama dari dahulu kala tidak boleh terpisahkan gara-gara pembangunan jalan tol. Dengan demikian, warga akan tetap saling membantu dalam menjalani hidup baru. Hal tersebut terlontar dari sebagian warga Cisoka ketika berdiskusi dengan orang tua penulis.

Jika dilihat dari dampak terhadap lingkungan abiotik, pelaksanaan jalan tol Cisumdawu menyebabkan tanah serapan air menjadi berkurang. Hal tersebut terjadi karena area yang ditanami oleh tanaman atau pepohonan ditebang habis untuk perapihan jalan. Seperti halnya yang terjadi di daerah Sabagi, banyak daerah kebun yang menjadi gundul. Selain itu, dengan adanya perpindahan perumahan warga menyebabkan kawasan hijau menjadi tempat pendirian rumah. Secara langsung ketika hujan akan menyebabkan serapan air ke tanah menjadi berkurang.
Daerah sekitar Bojong Totor, Sabagi, Ciwindu, dan Gelewing menjadi daerah yang mulai panas, karena banyak pendirian perumahan baru yang dibangun warga masyarakat. Pada saat ini tidak terasa terlalu panas, tetapi semakin banyak area serapan air yang terus ditebang abis untuk perumahan dan jalan-jalan baru, maka akan menyebabkan daerah semakin panas sekali bahkan akan seperti daerah perkotaan. Pepohonan hijau yang dapat menyerap panas ataupun polusi menjadi tidak ada. Belum ada program pemerintah yang memperhatikan terhadap dampak lingkungan dari perpindahan rumah masyarakat. Keadaan jalan raya sekitar Bojong Totor seolah-olah tidak terperhatikan kembali setelah penduduknya pindah ke kampung lain karena lahannya tergusur oleh proyek yang sedang berlangsung. Masyarakat enggan membenahi jalan raya yang berada di kawasan ini, padahal masih ada sebagian dari area kampung tersebut yang dijadikan sebagai sarana pendidikan Sekolah Dasar dan masih beroperasi sampai saat ini. Ketidakpedulian ini menyebabkan masyarakat pengguna jalan sulit untuk mengendarai kendaraannya, karena jalan rusak parah.
Penulis merasa heran dengan daerah sekitar Bojong Totor, daerah ini sudah semakin sepi dengan penduduk tetapi ada pelaksanaan Pasar Malam dilaksanakan di daerah tersebut. Sekitar satu bulan sampai pada tanggal 30 November 2014 acara tersebut masih dilaksanakan. Padahal jika dilihat dari keadaan lingkungan tidak strategis untuk dilaksanakan acara umum seperti halnya Pasar Malam karena jalan rusak dan cuaca mendung terus-menerus. Jika dilihat dari segi ekonomi, keadaan di atas tidak akan menguntungkan bagi penjual. Pangsa pasar juga sangat sempit, tempatnya berada di kampung, dan keadaan penduduknya sudah berpindah tempat.

Selanjutnya, masalah kerusakan lingkungan bisa dilihat dari keadaan di dalam pelaksanaan perubahan area hijau menjadi jalan. Contohnya seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 1
Pengerukan tanah proyek tol Cisumdawu











Dari gambar di atas bisa dilihat mengenai dampak umum dari pelaksanaan jalan tol Cisumdawu, sebagian tanah yang asalnya berada di area hijau dan resapan air menjadi tergeruk oleh proyek jalan tol. Kemungkinan tanah yang masih hijau digeruk kembali. Di daerah Sabagi pelaksanaan jalan tol sudah dalam tahap pemisahan antara jalan raya untuk dilewati oleh tol dengan jalan pinggiran untuk kendaran kecil. Tanah yang terlewati oleh tol sudah nampak lebih tinggi dibanding dengan perumahan masyarakat dan pinggiran jalan.daerah tersebut sangatlah panas jika dibandingkan dengan daerah Cikesik (daerah terdekat dengan Sabagi). Keadaan Sabagi saat ini nampak seperti gambar yang penulis dokumentasikan ketika survei ke tempat sana.
Gambar selanjutnya menunjukan keadaan daerah Sabagi yang sudah terlihat pemisahan. Terlihat dari ketinggian jalan tersebut sudah ditanami oleh sebagian rerumputan hijau yang dilakukan oleh pengelola jalan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya longsor pada tanah yang terletak lebih tinggi. Kawasan ini sudah mengalami iklim yang panas. Karena pepohonan dan perkebunan sudah ditebang untuk pembangunan tersebut. Dokumentasi ini dilakukan pada sore hari. Sehingga keadaan seperti mendung. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini.
Gambar 2
Keadaan Daerah Sabagi Ketika Sore Hari






















Gambar 3
Penulis Ketika Melakukan Survei













Kemudian, daerah Bojong Totor yang telah disebutkan tadi terlihat lebih baik dibanding dengan iklim yang dirasakan di sekitar Sabagi. Hal tersebut terjadi karena di daerah Bojong Totor belum terkena penggerukan langsung oleh Back Hoe. Hanya saja di kawasan ini sudah tidak berpenduduk lagi. Pepohonan masih tumbuh, akan tetapi di dekat kawasan ini ada area yang tidak terlintas jalan tol, sehingga masyarakat banyak pindah ke area sana. Pepohonan sudah tidak banyak lagi seperti semula karena ditebang oleh masyarakat yang pindah ke daerah tersebut. Seperti terlihat pada gambar berikut ini
Gambar 4
Pinggiran Bojong Totor yang Terkena Perpindahan Rumah Penduduk















          Gambar di atas menunjukan kawasan hijau yang asalnya perkebunan menjadi area perumahan penduduk yang pindah ke sana. Daerah ini berada di pinggiran daerah Bojong Totor. Di sebelah atas perumahan pindahan nampak masih dalam kawasan hijau yang merupakan daerah Bojong Totor. Sudah tidak terlihat lagi perumahan penduduk.
Jika dilihat dari keadaan jalan raya yang sudah ada di Bojong Totor dan Sabagi, jalan yang terlintasi oleh proyek jalan tol menjadi rusak. Hal ini disebabkan banyak kendaraan besar yang melewati jalan itu, seperti mobil truk yang mengangkut tanah dari hasil penggerukan, ataupun Back Hoe yang sedang dioperasikan. Sehingga, masyarakat tidak akan nyaman berkendara jika melewati jalan tersebut. Terlebih lagi dengan pemindahan alur jalan yang dilakukan oleh sopir elf atau bus yang beralih ke daerah sana ketika pelaksanaan perbaikan jalan sekitar Cadas Pangeran, jalan semakin hancur dan rusak.
Banyak dampak yang terjadi akibat program proyek jalan tol Cisumdawu terutama untuk daerah Bojong Totor dan Cisoka (Kec.Rancakalong). Jika dihubungkan dengan pendekatan lingkungan yang dijelasakan dalam teori lingkungan sebelumnya, dapat dikatakan benar bahwa manusia adalah faktor dominan sebagai perusak lingkungan biotik dan abiotik. Dengan ilmu yang dimiliki, manusia berusaha di dunia ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berinteraksi dengan hewan, tumbuhan, tanah, air, dan udara. Hal tersebut bisa diatasi dengan pendekatan etika lingkungan dapat dilakukan baik secara deskriptif maupun secara normatif (Petersen, 2006). Dampak tersebut bisa juga dilihat dengan menggunakan solusi pendekatan PLSBT (Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Tekhnologi).

2.5.Solusi Berdasarkan Pendekatan PLSBT
Di dalam menangani masalah yang terjadi akibat pelaksanaan proyek jalan tol yang terjadi di sekitar daerah Bojong Totor dan Cisoka (Kec. Rancakalong) baik dari apek lingkungan maupun sosial, tinjauan terhadap masalah ini adalah dengan menggunakan pendekatan PLSBT yaitu pendekatan multidisipliner.
Pendekatan Multidisipliner (multidisciplinary approach) ialah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai sudut pandang banyak ilmu yang relevan. Ilmu ilmu yang relevan digunakan bisa dalam rumpun Ilmu Ilmu Kealaman (IIK), rumpun Ilmu Ilmu Sosial (IIS), atau rumpun Ilmu Ilmu Budaya (IIB) secara alternatif. Penggunaan ilmu-ilmu dalam pemecahan suatu masalah melaelui pendekatan ini denga tegas tersurat (explicit) dikemukakan dalam suatu pembahasan atau uraian termasuk dalam setiap urain sub-sub uraiannya bila pembahasan atau uraian itu terdiri ats sub-sub uraian. Disertai kontribusinya masing masing secara tegas bagi pencarian jalan keluar dari masalah yang di hadapi. Ciri pokok atau kata kunci dari pendekatan multidisipliner ini adalah multi (bamyak ilmu dalam rumpun ilmu yang sama) atau banyaknya itu.
Pengaruh ilmu agama, ilmu sosial, ilmu budaya, ilmu ekonomi, dan ilmu hukum sangat diperlukan untuk mengembangkan nilai, etika, dan moral manusia sebagai sistem kontrol dalam menangani masalah yang diakibatkan oleh proyek jalan tol Cisumdawu. Ilmu-ilmu tersebut merupakan kontrol manuisa untuk berinteraksi dengan lingkungan biotik dan lingkungan abiotik agar memanfaatkan lingkungan tersebut secara arif dan bijaksana.
Dari atas sudah dicek tinggal perlu ada tamabahan





Pelaksanaan proyek jalan tol Cisumdawu banyak menimbulkan dambak baik dari aspek lingkungan maupun sosial. Khususnya di sekitar daerah Bojong Totor, proyek ini menyebabkan kecemburuan sosial yang terjadi diantara warga masyarakat akibat dari ketidakseimbangan pembayaran ganti rugi terhadap asset mereka yang telintasi proyek tersebut, menimbulkan ketakutan warga akan mistis yang terjadi di daerah tersebut, keresahan warga ketika melewati jalan karena pernah ada peristiwa yang terjadi seperti perampokan dan pencurian. Kemudian, pemindahan lahan untuk pendidikan baik SD, SMP ataupun SMA yang menyebabkan tatanan ulang. Pemindahan lahan pemerintahan berserta perumahan warga setempat. Dampak bagi daerah Cisoka (Kec. Rancakalong) yaitu menimbulkan keresahan warga setempat karena harus mendirikan perkampungan yang baru ke kawasan hutan, diperkirakan bisa mengurangi pendapatan yang diperoleh dari hasil pertanian dan perkebunan karena mayoritas mata pencaharian masyarakat sebagai petani dan buruh tani sedangkan lahannya berkurang.
Jika dilihat dari dampak lingkungan yaitu mengurangi daerah resapan air sehingga dikhawatirkan terjadi longsor, mendorong iklim menjadi panas, dan kerusakan jalan yang sudah ada karena banyak kendaran besar yang melintasi jalan tersebut Di dalam menanganinya, tinjauan terhadap masalah ini adalah dengan menggunakan pendekatan PLSBT yaitu pendekatan multidisipliner.

Adapun saran dari penulis terhadap pelaksanaan proyek jalan tol, bagi pemerintah seharusnya bisa selektif dalam memilih petugas yang mengurusi proyek tersebut terutama dalam mengelola keuangan untuk pembayaran ganti rugi kepada masyarakat agar dilakukan secara adil. Sehingga tidak ada masyarakat yang merasa dirugikan dan tidak terjadi keterlambatan dalam pembayaran. Selain itu, seharusnya pemerintah mengalokasikan perumahan mayarakat agar tidak terjadi penebangan yang dimana saja untuk pendirian perumahan baru. Bagi masyarakat harus lebih bisa menjaga lingkungan dengan baik, jangan sampai daerah area resapan air ditebang begitu saja tanpa melihat dampak yang akan terjadi ke depannya.





A, Syarif. (2014). Tol Cisumdawu Seksi II Dikerjakan Lebih Awal. [Online]. Tersedia: http://antarajawabarat.com           
Jabartoday.Com. (2014). Ganti Rugi Pembebasan Lahan Tol Cisumdawu Mulai Dibayarkan [Online]. Tersedia: http://www.jasa-sarana.co.id
Kos. (2014). Pembangunan Tol Cisumdawu 60,11 KM. [Online]. Tersedia: http://www.klik-galamedia.com
Pikiran Rakyat. (2013). Pembangunan Tol Cisumdawu Masih Berkutat pada Masalah Pembebasan Lahan. [Online]. Tersedia: http://www.pikiran-rakyat.com
Susana, Maryam, dkk. (2014). Masyarakat dan Komunitas. Bandung.
Wdi. (2014). Proyek Tol Cisumdawu Terganjal Pembebasan Lahan. [Online]. Tersedia: http://economy.okezone.com/




1 komentar:

  1. Terima kasih banyak untuk info ini, sangat membantu. jika berkenan ada banyak hal yang mau saya tanyakan tentang masalah dampak dari tol cisundawu ini. saya bisa kontak kemana ya? Terima kasih :)

    BalasHapus