Minggu, 18 Oktober 2015

KONSEP EKONOMI ISLAM

KONSEP EKONOMI ISLAM

MAKALAH

diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam Dosen Pengampu Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i.


 








Disusun oleh:
Dede Santika
1203477
Khosyati Ismatu Arini         
1203472
Nisa Nur Nabila
1200679
                       
           
                       


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONMI DAN BISNIS
UNIVERSTAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015



Assalamu’alaikum Wr Wb....
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan Ridho-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Alhamdulillah kami diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyusun makalah mengenai permasalahan yang dibahas yaitu “Konsep Ekonomi Islam” dengan baik.
Ucapan terima kasih kepada Orang Tua kami yang selalu menjadi semangat dan motivasi bagi kami dalam melakukan sesuatu untuk menghasilkan yang terbaik. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam yaitu Bapak Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i dan asisten dosen beliau yang telah memberikan pengarahan dalam proses perkuliahan selama ini.
Makalah ini tidak lepas dari kekurangan dikarenakan keterbatasan penulis sebagai manusia. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran yang membangun untuk memperbaiki karya tulis ilmiah lainnya. Semoga makalah ini dapat bermanfa’at khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Wassallamu’alaikum Wr Wb...



Bandung, 24 Februari 2015



Penulis



DAFTAR ISI      





1.1.       Latar Belakang

“ ...Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum (masyarakat) sampai mereka mengubah (terlebih dahulu) apa yang ada pada diri mereka sendiri (sikap mental mereka).” (QS. Ar-Ra’d (13):11).
Ayat inilah yang salah satunya bisa dijadikan pembuka dalam pembahasan makalah ini. Keadaan suatu masyarakat akan berubah ke arah yang lebih baik apabila masyarakat tersebut dapat mengubahnya ke arah yang lebih baik pula. Begitu pula pada sistem perekonomian yang dilaksanakan dalam sebuah negara, tujuan kesejahteraan akan tercapai apabila subjek-subjek sebuah negara tersebut mampu menerapkan sistem ekonomi yang seharusnya dilaksanakan yaitu ekonomi Islam.
Pada era modern ini Islam sering dianggap sebagai penghambat kemajuan. Menurut beberapa kalangan, Islam masih dianggap seolah-olah hanya berkaitan dengan permasalah ritual, bukan suatu sistem komprehensif dan mencangkup aspek kehidupan. Padahal Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan yang ada di dunia ini. Seperti yang tercantum dalam QS. Al-Maidah: 48 yang artinya sebagai berikut ini:
...Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang...”.
Hal tersebut didukung oleh sebuah hadist yang mempunyai arti sebagai berikut ini, “Para Rasul tak ubahnyabagaikan saudara sebapak, ibunya (syariahnya) berbeda-beda sedangkan dinnya (tauhidnya) satu.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad).

Oleh karena itu, menurut Muhammad Syafi’i Anton (2001, hlm. 4) menyatakan bahwa syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir yang mempunyai keunikan sendiri. Syariah bukan hanya saja menyeluruh namun juga universal. Komprehensif berarti bahwa Islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual/ibadah maupun muamalah/sosial. Sedangkan universal bermakna bahwa Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir nanti. Universalitas ini nampak jelas terutama dalam bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan nonmuslim. Sifat muamalah salah satunya dilakukan dalam sektor ekonomi. Dalam sektor ini, misalnya prinsip mengenai larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keputusan, pengenaan zakat, cara jual beli dan lain-lain.
Dengan demikian mengacu pada berbagai penjelasan di atas, maka kami tertarik untuk membahas “Konsep Ekonomi Islam” dalam makalah yang kami tulis. Dengan harapan, kamidapat menyampaikan dengan baik kepada saudara-saudara kami dan menjadi acuan untuk melakukan transaksi ekonomi sesuai dengan Syariat Islam.

1.2.       Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana sejarah Ekonomi Islam ?
2.      Bagaimana konsep dasar ekonomi Islam?
3.      Bagaimana perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional?
4.      Bagaimana transaksi yang ada dalam ekonomi Islam?

1.3.       Maksud dan Tujuan Penulisan

Adapun maksud dari makalah ini yaitu untuk mengetahui mengenai konsep ekonomi Islam dan membandingkan dengan permasalah ekonomi yang terjadi pada zaman modernisasi ini. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahu sejarah Ekonomi Islam
2.      Untuk menjelaskan mengenai konsep ekonomi Islam.
3.      Untuk menjelaskan perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional.
4.      Untuk menjelaskan transaksi yang ada dalam ekonomi Islam seperti jual beli, simpan pinjam dan ijarah

1.4.Manfaat Penulisan

1.4.1.      Manfaat Teoritis

Mendorong untuk melakukan kajian ulang mengenai konsep ekonomi Islam. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan terutama dalam bidang perekonomian yang didasarkan atas hukum yang paling tinggi yaitu Hukum Al-Qur’an dan Al-hadist.

1.4.2.      Manfaat Praktis

Berdasarkan kajian dan pembahasan dalam masalah tersebut, diharapkan adanya strategi yang tepat dari pemerintah atau lembaga penyelenggara sistem perekonomian, sekarang ini cenderung mengarah pada sistem kapitalisme yang bisa merugikan sebagian kalangan masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah. Strategi yang diharapkan yaitu supaya pemerintahdapat menjadikan sistem ekonomi Islam sebagai sistem ekonomi yang dilaksanakan di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar banyak kebermanfa’atan bagi masyarakat baik untuk kehidupan di dunia maupun akhirat nanti.



Kehidupan Rasulullah Saw dan masyarakat muslim di masa beliau adalah teladan yang paling baik implementasi islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Meskipun pada masa sebelum kenabian Muhammad saw adalah seorang pembisnis, tetapi yang dimaksudkan perekonomian di Rasulullah di sini adalah pada masa Madinah pada periode Makkah masyarakatmuslim belum sempat membangun perekonomian, sebab masa itu penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan diri dari orang-orang Quraisy. Barulah pada periode Madinah rasulullah memimpin sendiri membangun masyarakat madinah sehingga menjadi masyarakat sejahtera dan beradab. Meskipun perekonomian padamasa beliau relatif masih sederhana tetapi beliau menunjukan prinsip-prinsip mendasar bagi pengelolaan ekonomi. Karakter umum dari perekonomian pada masa itu adalah komitmenya yang tinggi terhadap etika dan norma, serta perhatianya yang besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan. Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariah islam, sementara sumber ekonomi tidak boleh menumpuk pada segelintir orang melainkan harus beredar pada kesejahtraan seluruh umat.
Sebagaimana pada masyarakat Arab lainya mata pencaharian mayoritas penduduk Madinah adalah berdagang. Sebagian lain bertani, berternak dan berkebun. Berbeda dengan di makkah yang gersang, sebagian tanah di Madinah relatif subur sehingga pertanian perternakan, dan perkebunan dapat dilakukan dikota ini. Kegiatan ekonomi pasar relatif menonjol pada masa itu, dimana untuk menjaga agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralitas islam Rasulullah mendirikan Al-Hisab
.

Al-Hisab adalah institusi yang bertugas sebagai pengawas pasar (Market Controller). Rasulullah juga membentuk Baitul Maal, sebuah institusi yang bertindak sebagai pengelola keuangan negara. Baitul Maal ini memegang peranan yang sangat penting bagi perekonomian, termasuk dalam melakukan kebijakan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat.
Rasulullah Saw mengawali pembangunan Madinah dengan tanpa sumber keuangan yang pasti, sementara distribusi kekayaan juga timpang. Kaum muhajirin tidak memiliki kekayaan karena mereka telah meninggalkan seluruh hartanya di Makkah oleh karena itu Rasullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar seningga dengan sendirinya terjadi resdistribusi kekayaan kebijuakan ini sangan penting sebagai strategi awal pembangunan madinah,selanjutnya untuk memutar perekonomian, Rasulullah mendorong kerja sama usaha diantara anggota masyarakat (misalnya Muzaraah, mudharabah, musaqah dan lain-lain) sehingga terjadi peningkatan produktivitas, namun sejalan dengan perkembangan masyarakat muslim, maka sumber penerimaan negara juga meningkat sumber pemasukan negara berasal dari beberapa sumber, tetapi yang paling pokok adalah zakat dan ushr.secara garis besar pemasukan negara ini dapat digolongkan bersumber dari umat islam sendiri, non-Muslim dan umum.
Sampai tahun ke-4 hijriah, pendapatan dan sumber daya negara masih sangat kecil.harta rampasan perang juga merupakan pendapatan negara, meskipun nilainya relatif tidak besar dibandingkan dengan biaya peperangan yang dikeluarkan. Nilai harta rampasan pada dekade awal Hijriah (622-632 M) tidak lebih dari 6 juta dirham bila diperkirakan dengan biaya hidup di Madinah untuk rata-rata keluarga yang terdiriatas enam orang sebesar 3.000 pertahun jumlah harta itu hanya dapat menunjang sejumlah kecil dari populasi muslim.
Zakat dan Ushr merupakan sumber pendapatan pokok, terutama setelah tahun ke-9 H dimana zakat mulai diwajibkan. Berbeda dengan sumber penerimaan lain yang pemanfaatanya ditentukan oleh Rasulullah. Zakat hanya boleh diberikan kepada pihak-pihak tertentu yang telah digarikan dalm Al-Quran (QS At Taubah: 60). Untuk orang-orang nom-muslim Rasulullah memungut jizyah sebagai bentuk kontribusi dalam penyelengaraan negara.pada masa itu besarnya jizyah satu dinar pertahun untuk orang dewasa yang mampu mebayarnya. Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit dan semua yang menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini.
Beberapa sumber pendapatan yang tidak terlalu besar berasal dari beberapa sumber, misalnya tebusan tawanan perang, pinjaman darikaum muslim, khumus atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum islam, amwal fadhla (harta kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris), wakaf, nawaib (pajak bagi muslimin kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negaraselama masa darurat) zakat fitrah, kaffarat (denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan) maupun sedekah dari kaum muslim.

A.    Abu Bakar As Shidiq (51 SH - 13 H / 537 - 634 M)
Khulafaur rasyidin yang pertama adalah Abu bakar As Shidiq - Setelah Rasulullah wafat Abu bakar as shidiq atau yang bernama lengkap Abdullah Ibn Abu Quhafah Al Tamimi terpilih sebagai khalifah islam yang pertama.
Abu Bakar adalah sahabat yang terpercaya dan dikagumi oleh Rasulullah SAW. ia merupakan pemuda yang pertama kali menerima seruan Rasulullah tanpa banyak pertimbangan. Beliau merupakan pemimpin agama sekaligus kepala negara bagi kaum Muslim.
Pada masa pemerintahan yang hanya berlangsung selama 2 tahun, beliau banyak menemui permasalahan dalam negri yang berasal dari :
  • Kelompok nabi palsu
  • Kelompok murtad
  • Dam pembangkan zakat (tidak mau membayar zakat)
Beliau membangun Baitul mal kembali dan meneruskan sistem pendistribusian harta untuk rakyat sebagaimana yang telah diterapkan pada masa Rasulullah. Beliau juga mempelopori sistem penggajian bagi aparat negara.
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat islam, khalifah Abu bakar as shidiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah di praktikan oleh Rasulullah :
  1. Perhatian yang besar terhadap keakuratan penghitungan zakat
  2. Melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan
  3. Mengambil alih tanah-tanah dari orang murtad untuk dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam
  4. Distribusi harta Baitul Mal menerapkan prinsip kesamarataan, dengan begitu selama pemerintahan Abu bakar As Shidiq harta di Baitul mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu lama karena langsung di distribusikan kepada kaum muslim.

B.     Umar bin Khattab (40 SH - 23 H / 584 - 644 M)
Perekonomian pada masa khulafaur rasyidin. Untuk mencegah terjadinya perselisihan di kalangan umat islam, Abu bakar bermusyawarah dengan para pemuka sahabat untuk mencari calon penggantinya, berdasarkan hasil musyawarah Abu bakar menunjuk Umar bin Khattab sebagai khalifah islam yang kedua. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar ibn Al-Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah kerajaan Persia, termasuk Irak. Perluasan wilayah islam yang sangat cepat Umar segera mengatur administrasi negara. Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. la juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja.
Umar bin khattab juga termasuk khalifah yang paling banyak berlerasi dan berinovasi. Umar bin khattab adalah tokoh yang dengan pemberani Membukukan Al-Qur'an > Kodifikasi Al-Qur'an karena waktu itu banyak hafidz dan hafidzah yang gugur di medan perang sehingga ditakutkanlah Al-Qur'an akan punah. Umar bin khattab melakukan langkah-langkah besar pengembangan dalam bidang pertanian. Antara lain :
  1. Menghadiahkan tanah pertanian kepada Masy yang bersedia menggarapnya namun siapa yang gagal mengelola selama 1 tahun maka dia akan kehilangan kepemilikan tanah tersebut.
  2. Pada masa kekhalifahan Umar banyak dibangun irigasi, waduk, tangki kanal dan pintu air serba guna untuk mendistribusikan air di ladang pertanian.
Hukum perdagangan mengalami penyempurnaan guna menciptakan perekonomian secara sehat, yaitu dengan cara :
  1. Umar mengurangi beban pajak terhadap beberapa barang, pajak perdagangan nabati, dan kurma syria sebesar 50%
  2. Membangun pasar termasuk di wilayah pedalaman (Ubulla, Yaman, Damaskus, Mekkah dan Bahrain)
  3. Umar juga memberlakukan mekanisme gaji kepada para anggota Militer. Lembaga yang menangani tugas ini dinamakan Al-Diwan, ini merupaka Al-Diwan islam yang pertama.

C.    Utsman Bin Affan ( 47 SH - 35 H / 577 - 656 M )
Perekonomian pada masa khulafaur rasyidin - Pada masa pemerintahannya yang berlangsung 12 tahun, khalifah usman bin Affan berhasil melakukan ekspensi kewilayaan armenia, tunesia, cyprus, rhodes, dan bagian tersisa dari persia, transoxania dan tabristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan didaerah khurusan dan iskandariah. Beliau merupakan khalifah yang kaya. Pada Perang Tabuk (Perang besar) beliau menyumbangkan 100 ekor unta agar tentara perang muslim tidak lelah karena jaraknya yang jauh. Pada enam tahun masa pemerintahannya, Usman banyak mengikuti kebijakan ekonomi Umar bin khattab.
Pada enam tahun pertama Baikh, Khabul, Gazni, Kerman dan Sistan di taklukan. Kemudian tindakan efektif dilakukan untuk pengembangan Sumber daya alam. Aliran air digali, jalan-jalan dibangun, pohon-pohon ditanam untuk diambil buah dan hasilnya. Seiring luasnya daerah kekuasaan Islam, Usman membentuk lembaga pengamanan guna menjamin stabilitas keamanan di daerah perekonomian.

D.    Ali bin Abi Thalib ( 23 SH - 40 H / 600 - 661 M )
Perekonomian pada masa khulafaur rasyidin - Setelah diangkat sebagai khalifah keempat oleh segenap kaum muslimin, Ali Bin Abi Thalib langsung mengambil tindakan seperti membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Usman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan umar bin khattab. Kabijakan Ali bin Abi Thalib, adalah :
  1. Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara kepada masyarakat.
  2. Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan pemungutan zakat terhadap sayuran segar.
  3. Melakukan kontrol pasar dan pemberantas pedagang licik, penimbunan barang , dan pasar gelap.
  4. Membentuk petugas keamanan yang disebut dengan ''Syurthah'' (Polisi). Yang dipimpin oleh Shahibus-Syurthah.
  5. Ketat dalam menangani keuangan negara dan Melanjutkan kebijakan umar.

Berikut adalah beberapa kontribusi pemikiran Ekonom-ekonom Islam diatas, terutama untuk periode awal yang menjadi tonggak ekonomi Islam, dan periode tengah yang merupakan periode puncak pemikiran ekonomi
A.    Zayd bin Ali (699 – 738)
Salah satu ahli fiqih yang terkenal di Madinah. Zaid bin Ali memperbolehkan penjualan suatu komiditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai. Beliau tidak memperbolehkan harga yang ditangguhkan pembayannya lebih tinggi dari pembayaran tunai, sebagaimana halnya penambahan pembayaran dalam penundaan pengembalian pinjaman. Setiap penambahan terhadap penundaan pembayaran adalah riba Prinsipnya jenis transakai barang atau jasa yang halal kalau didasarkan atas suka sama suka diperbolehkan. Sebagaiman firman Alloh dalam surat An-Nisaa’( 4) ayat 29
” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu “.

B.     Abu Hanifa (80-150 H /699 –767 M) 
Abu Hanifa menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, saah satnya adalah salam ,yaitu suatu bentuk transaksi diman antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati. Abu Hanifa mengkritisi prosedur kontrak tersebut yang cenderug mengarah pada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar lebih dahulu, dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas, kuantitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan pengiriman.Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilagkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi, hal ini merupakan salah satu tujuan syariah dalam hubungan dengan jual beli. Abu Hanifah sangat memperhatikan pada orang-orang lemah. Beliau tidak memperbolehkan pembagian hasil panen (muzara’ah) dari penggarap kepada pemilik tanah dalam kasus tananh tidak menghasilkan apapun. Hal ini untuk melindungi para penggarap yang umumnya orang lemah.

C.    Abu Yusuf (113 – 182H/731 – 798M)
Abu Yusuf terkenal sebagai Qadi ( hakim ). Diantara kitab-kitab Abu Yusuf yang paling terkenal adalah kitab Al-Kharaj. Kitab ini ditulis atas permintaan khalifah Harun Ar-Rasyid untuk pedoman dalam menghimpun pemasukan atau pendapatan negara dari kharaj, ushr, zakat, dan jizyah. Kitab ini dapat digolongkan sebagai public finance dalam pengertian ekonomi modern.
Menurut Abu Yusuf, sistem ekonomi Islam menjelaskan prinsip mekanisme pasar dengan memberikan kebebasan yang optimal bagi para pelaku di dalamnya yaitu produsen dan konsumen. Jika karena suatu hal selain monopoli, penimbunan atau aksi sepihak yang itdak wajar dari produsen terjadi karena kenaikan harga, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi dengan mematok harga. Penetuan harga sepenuhnya harga sepenuhnya diperankan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dalam ekonomi.
Selain Al-Kharaj, beliau menulis Al-Jawami, buku yang sngaja ditulis untuk Yahya bin Khalid, selain itu juga menyusun Usul Fiqh Hanafiah ( data-data fatwa hukum yang disepakati Imam Hanafiah bersama murid-muridnya )

D.    Al-Ghazali (450 – 505H/ 1058 –1111M)
Al-Ghazali lahir 1058M di kota kecil Khorasan bernama Toos. Bagi Ghazali pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”, secara rinci beliau juga menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar. Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kebutuhan hidup manusia terdiri dari 3, yaitu kebutuhan dasar (darruriyah), kebutuhan sekunder (hajiat), dan kebutuhan mewah (takhsiniyyat). Teori hierarki kebutuhan ini kemudian “diambil” oleh William Nassau Senior yang menyatkan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar (necessity), sekunder (decency), dan kebutuhan tersier (luxury). Beliau juga menyatakan tentang tujuan utama dan penerapan syariah adalah masalah religi atau agama, kehidupan, pemikiran, keturunan, dan harta kekayaan yang bersangkutan dengan masalah ekonomi.
Beliau juga memperkenalkan mengenai peranan uang dalam ekonomi (ditulis dalam kitab Ihya’ Ulum Din). Menurut beliau , manusia memerlukan uang sebagai alat perantara / pertukaran (medium exchange) untuk membeli barang. Fungsi ini kemudian dijabarkan kembali oleh Ibnu Taimiyah dengan menambahkan 1 funsi tambahan, yakni bahwa uang juga berfungsi sebagai alat untuk menetukan nilai (measurement of value ). Karya yang ditulisnya antara lain yang cukup monumental : Alajwibah Al-Ghazaliyah fi Al-Masa’il Al-Ukhrawiyah, Ihya’ Ulum Din, Al-Adab fi Al-Dina, dan lain sebagainya.

E.     Ibnu Rusyd (1198)
Dikenal sebagai Aveorrus di Barat. Beliau adalah seorang pemikir Islam yang banyak mempengaruhi pemikiran pemikir-pemikir dunia terutama Barat. Beliau menghasilkan sebuah karya yang mengungkapkan sebuah teori dengan memperkenalkan fungsi keempat dari uang ( Roger E Backhouse,2002, “The Pinguin History of Economic” ). Sebelumnya filsuf Yunani, Aristoteles menyebutkan bahwa fungsi uang ada 3, yaitu sebagai alat tukar, alat mengukur nilai dan sebagai cadangan untuk konsumsi di masa depan. Ibnu Rusyd menambahkan fungsi keempat dari uang, yakni sebagi alat simpanan daya beli dari konsumen, yang menekankan bahwa uang dapat digunakan kapan saja oleh konsumen untuk membeli keperluan hidupnya.
Ibnu Rusyd juga membantah Aristoteles tentang teori nilai uang dimana nilainya tidak boleh berubah-ubah. Ibnu Rusyd menyatakan bahwa uang tiu tidak boleh berubah-ubah karena 2 alasa, yakni pertama uang berfungsi sebagai alat untuk mengukuir nilai, maka seperti Allah SWT Yang Maha Pengukur, Allah Tidak Berubah-Ubah, maka uangpun sebagai pengukur keadaan tidak boleh berubah. Kedua uang berfungsi sebagai cadangan untuk konsumsi masa depan, maka perubahan padanya sangatlah tidak adil. Dari kedua alasan tersebut maka sesungguhnya nilai nominal uang itu harus sama dengan nilai intrinsiknya.

F.     Ibnu Taimiyah ( 661 – 728H / 1263 –1328M)
Menurut Ibnu Taimiyah naik turunnya harga bukan saja dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan tetapi ada faktor-faktor yang lain :
Sebab naik turunnya harga di pasar bukan hanya karena adanya ketidakadilan yang disebabkan orang atau pihak tertentu, tetapi juga karena panjang singkatnya masa produksi (khalq) suatu komoditi. Jika produksi naik dan permintaan turun, maka harga di pasar akan naik, sebaliknya jika produksi turun dan permintaan naik, maka harga di pasar akan turun”.

Teori dikenal dengan “price volality” atau turun naiknya harga di pasar. Teori ini jika dikaji lebih mendalam adalah menyangkut hukum permintaan dan penawaran (supply dan demand) di pasar, yang kini justru secara ironi diakui sebagi teori yang bersal dari Barat.
Lebih jauh beliau juga memberikan penjelasan mengenai Hak Atas Kepemilikan Intelektual (HAKI) atau paten. Menurut beliau kepemilikan (property) adalah suatu kekuatan yang diberikan oleh syariah untuk memakai sebuah objek dan kekuatan itu beragam dalam macam dan kadarnya. Seorang dapat membuang / tidak memanfaatkan miliknya selama tidak bertentangan dengan syariah. Beliau membagi subjek kepemilikan menjadi 3; individu, masyarakat dan negara. Kepemilikan individu diakui dan didapatkan dari membuka dan memanfaatkan tanah, wari, membeli dan kepemilikan individu individu tidak boleh bertentang dengan kepemilikan individu tidak boleh bertentang dengan kepemilikan masyarakat dan negara . Tujuan yangyang paling utama dari kepemilikan adalah kegunaannya pada orang lain.

G.    Ibnu Khaldun (732 – 807H / 1332 – 1383M)
Ibnu Khaldun mempunyai nama sebenarnya yakni Wali Al-Din Abd Al-Rahman bin Muhammad bin Abu Bakar Muhammad bin Al-Hasan, lahir di Tunisia, 1 Ramadhan 732 H, berasal dari keluarga Arab Hadramaut. Beliau banyak dipuji oleh Barat karena buah fikirannya yang banyak berpengaruh bagi Barat dan memberi pencerahan bagi dunia ekonomi, bahkan bisa dibilang beliau adalah Bapak Ekonomi Dunia ( untuk lebih jelas baca artikel : Ibn Khaldun Bapak Ekonomi ).
Sumbangan terbesar dalam bidang Ekonomi banyak dimuat dalam karya besarnya, Al-Muqadimmah. Beberapa prinsip dan falsafah ekonomi telah difikirkannya, seperti keadilan (al-adl), hardworking, kerjasama (cooperation), kesederhanaan (moderation), dan fairness. Ibnu Khaldun menekankan bahwa keadilan adalah tulang punggung dan asas kekuatan sebuah ekonomi. Dalam karyanya tersebut, disebutkan mengenai “rasa kebersamaan” yang akan terbentuk dan menguat jika ada keadilan untuk menjamin adanya kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kewajiban bersama dan pemerataan hasil pembangnan.

Menurut Veithzal Rifa’i dan And Buchari (2009, hlm. 1) mengemukakan bahwa ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah Islam. Definisi yang lengkap harus lebih mengakomodasi sejumlah prasyarat yaitu karakteristik dari pandangan hidup ekonomi lslam. Syarat utama adalah memasukan nilai-nilai Islam dalam ilmu ekonomi. Sedangkan ilmu ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang tentu saja tidak bebas dari nilai-nilai moral.
Terkadang ekonomi Islam dianggap sebagai hasil racikan anatara ekonomi kapitalis dengan sosialis, sehingga menghilangkan nilai kefitrahannya sebagai tatanan bagi manusia. Definisi ekonomi Islam dengan fitrahnya yaitu satu sistm yang mewujudkan  keadilan ekonomi bagi seluruh umat. Sedangkan dengan ciri khasnya, ekonomi Islam dapat menunjukan jati dirinya dengan segala kelebihannya pada setiap sistem yang dimilikinya. Mursyid Al-Idrisiyyah mendefinisikan ekonomi islam dengan menggunakan kalimat-kalimat sederhana, yaitu seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang bersumber kepada Al Quran dan As Sunah yang diijtihadi oleh mursyid. Kedudukan mursyid memiliki perananan yang cukup urgen termasuk dalam memberikan curah pemikiran mengenai konteks ekonomi islam, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman juga mampu mensosialisasikan dan memobilisasi umat untuk berekonomi Islami dengan uswah (teladan) dan kharismanya.Seluruh bentuk kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi, pertama nilai-nilai keimanan (tauhid) kedua, nilai-nilai islam (syariah) ketiga nilai-nilai ihsan (etika).
1.      Pondasi nilai-nilai keimanan
Fungsi dan wilayah keimanan dalam islam adalah pembenahan dan pembinaan hati atau jiwa manusia. Dengan nilai-nilai keimanan jiwa manusia dibentuk menjadi jiwa yang memiliki sandaran vertikal yang kokoh kepada Sang Khalik untuk tunduk kepada aturan main-Nya dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Pada kondisi demikian, jiwa manusia akan mampu mempertahankan serta menggali fitrah yang diamanahkan pada dirinya dan  menempatkan dirinya sebagai hamba Allah.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuui.”
QS. Ar Ruum [30]: 30
Ketika seluruh kegiatan ekonomi dibangun atas dasar nilai-nilai keimanan maka akan berdampak positif terhadap mental dan pemikiran pelaku ekonomi. Adapun efek positif itu antara lain;
a.       memiliki niat yang lurus dan visi misi yang besar
Dengan nilai keimanan, apapun bentuk ekonomi yang dilakukan akan  dipandang sebagai bentuk kegiatan ibadah, artinya aktivitas yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah SWT. Pelaku ekonomi akan menempatkan dirinya sebagai ‘abid (hamba) dihadapan Allah, sebagaimana diinformasikan dalam Al Quran bahwa setiap manusia pada awal kejadiannya dibangun sebagai ‘abid Sang Khalik.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.Q S Adz – Dzariyaat, [51]: 56
Niat yang lurus dan kuat yang disandarkan kepada Allah SWT dalam bekerja, akan menjadi motivasi dan ruh kekuatan dalam setiap bentuk tindakan dan pengambilan keputusan. Setiap permasalahan tidak akan disikapi dengan emosional, akan tetapi disikapi secara rasional dan diputuskan secara spiritual.

b.       proses kegiatan usaha yang terukur dan terarah
Nilai-nilai keimanan yang bersemayam dalam setiap pribadi, akan berdampak positif dalam setiap ruang gerak pemikiran dan aktivitas. kegiatan usaha bukan semata-mata diarahkan kepada hasil (profit oriented), akan tetapi lebih memperhatikan cara atau proses. Ia akan berusaha menitik beratkan seluruh proses usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah yang dicontohkan oleh rasul-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam Q.S al-Hasyr, [59]: 7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

c.        Dalam menilai hasil usaha menggunakan dua sudut pandang yaitu syari’at (dunia) dan hakikat (ukhrawi)
Bagi pelaku ekonomi yang menggunakan dua sudut pandang dalam menilai hasil sangat penting, karena dalam dunia usaha untung dan rugi-dalam kaca mata materi pasti terjadi, sehingga ketika hasil usaha dianggap rugi sekalipun ia masih punya harapan besar dan panjang karena masih ada keuntungan yang bersifat ukhrawi, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT dalam Q.S Faathiir, [35]: 29
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,

2. Pondasi Syariah
Fungsi syariah dalam agama untuk mengatur dan memelihara asfek-asfek lahiriyah umat manusia khusunya, baik yang berkaitan dengan individu, sosial dan lingkungan alam, sehingga terwujud keselarasan dan keharmonisan. Bagian kehidupan manusia yang diatur oleh syariat adalah asfek ekonomi. Al-quran dan as-sunah sebagai sumber dalam ajaran islam banyak  memuat prinsif-prinsif mendasar dalam melakukan tindakan ekonomi baik secara eksplisit maupun inplisit. Diantara prinsip itu adalah sebagai berikut;
a.         Ta'awun (saling membantu)
Manusia adalah makhluk social, dalam segala aktivitasnya tidak bisa menapikan orang lain termasul dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi. Dalam pandangan islam kegiatan ekonomi termasuk bagian al-bar (kebaikan) dan ibadah, sehingga dalam pelaksanaannya diperintahkan untuk bertaawun (saling menolong). Sebagaimana firman Allah SWT Q S Al-Maidah [5]: 2
“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
Ketika taawun dijadikan landasan dalam berekonomi pelaku bisnis akan terhindar dari sikap – sikap yang merugikan orang lain termasuk sikap monopoli. Seorang produsen ia akan menjaga kualitas produksinya untuk membantu orang lain yang tidak mampu berproduksi, seorang pedagang punya tujuan membantu pembeli yang membutuhkan barang tertentu. Sehingga penjual tadi akan memberikan hak-hak bagi pembeli, penjual jasa bertujuan membantu orang yang membutuhkan jasanya, sehingga ia akan meningkatkan pelayanannya dan sebagainya.

b.      Keadilan
Adil dalam pandangan islam tidak diartikan sama rata, akan tetapi pengertiannya adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya atau hak-haknya. Sikap adil sangat diperlukan dalam setiap tindakan termasuk dalam tindakan berekonomi. dengan sikap adil setiap orang yang terlibat dalam kegiatan ekonomi akan memberikan dan  mendapatkan hak-haknya dengan benar. Dalam menentukan honor, harga, porsentase, ukuran, timbangan dan kerugian akan tepat dan terhindar dari sifat dzulmun (aniaya). Al-Quran memerintahkan setiap tindakan harus didasari dengan sikap adil, karena bentuk keadilan akan mendekatkan kepada ketaqwaan sebagaimana firman Allah SWT dalam Q S. al-Maidah, [5]: 8
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

c.        Logis  dan rasional tidak emosional
Islam adalah ajaran rasional dan senantiasa mengajak kepada umat manusia untuk memberdayakan potensi akal dalam mempelajari ayat-ayat Allah, baik ayat quraniyah maupun kauniyah. Dalam konteks ushul fikh syariat diturunkan oleh al-Hakim hanya bagi makhluk yang berakal. Dalam beberapa ayat sering disindir orang yang tidak memproduktifkan akal sehatnya, termasuk dalam tindakan ekonomi, setiap kegiatan ekonomi harus bersipat logis dan rasional tidak berdasarkan emosinal semata. sebagai contoh, ketika ingin membangun lembaga keuangan islam di sebuah daerah jangan dilihat hanya penduduknya yang mayoritas muslim akan tetapi harus diperhatikan bagaimana kegiatan usaha, apa saja transaksi-transaksi yang terjadi, dan bagaimana mekanisme pasar yang ada.

d.      Professional
Seorang muslim diperintahkan oleh Allah untuk bertindak dan berprilaku sebagaimana berprilakunya Allah, sebagaimana Rasulullah menyeru kepada umatnya, “berakhlaklah kalian sebagaimana akhlak Alah”. Ada beberapa tindakan Allah yang perlu dicontoh, seperti, memanagemen jagat raya dengan planning yang tepat, ketelitian dan perhitungan yang akurat. Bagi muslim dalam berekonomi tentu harus punya managemen yang kokoh, planning yang terarah, tindakan  dan perhitungan ekonomi yang cermat dan akurat yang semua itu menjadi indicator pada propesionalime ekonomi

3.      Pondasi Ihsan Etika Islam
Fungsi ihsan dalam agama sebagai alat control dan evaluasi terhadap bentuk-bentuk kegiatan ibadah, sehingga aktivitas manusia akan lebih terarah dan maju. Fungsi tersebut selaras dengan definisinya sendiri yaitu, ketika engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak mampu melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat (mengontrol) engkau. Ketika tindakan ekonomi didasari dengan ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan produktif sebagai berikut;
a.       Amanah (jujur)
Amanah dalam bahasa arab berdekatan dengan makna iman (percaya) dan berasal dari akar kata yang sama yaitu aman. Sifat ini  muncul dari penghayatan ihsan. Bagi pelaku ekonomi yang memiliki sifat amanah akan mengakui dengan penuh kesadaran bahwa seluruh komponen ekonomi; pikiran, tenaga, harta, dan segalanya adalah milik dan titipan Allah, sehingga dalam menjalani aktivitas usaha akan berhati-hati dan waspada serta terhindar dari sipat ceroboh dan sombong karena pemilik perusahaan itu adalah Allah SWT.

b.       Sabar
Sabar diartikan sebagai sikap tangguh dalam menghadapi seluruh persoalan kehidupan termasuk dalam berekonomi. Sifat ini muncul dari proses panjang aktivitas ibadah yang senantiasa diawasi dan dievaluasi oleh Allah. Dalam seluruh proses tindakan usaha tidak akan lepas dari kendala dan problem, maka kesabaran mutlak dibutuhkan. Dengan sifat ini sebesar apapun problem usaha akan disikapi dengan pikiran-pikiran positif dan hati yang jernih.Adapun efek positif dari sifat sabar, antara lain:
Ø  Segala kendala usaha dinilai sebagai pembelajaran untuk meningkatkan etos kerja
Ø  Akan siap menghadapi berbagai  bentuk kendala usaha dan tidak menghindarinya.
Ø  Akan mampu mengklasifikasi kendala dan  menempatkannya sehingga akan mendapatkan solusi yang tepat.

c.       Tawakal
Tawakal berasal dari bahasa arab yang akar katanya berasal dari <span>wakala</span> yang mengandung arti wakil. Maka tawakal diartikan sikap mewakilkan atau menyerahkan penuh segala hasil usaha kepada Allah SWT. Sikap tersebut muncul dari nilai-nilai ihsan. Islam tidak melarang pelaku bisnis mendapatkan keuntungan dalam usahanya. Akan tetapi hasil usaha yang dilakukan oleh seseorang masih bersifat relative, bisa untung atau rugi. Bagi pelaku usaha yang menyerahkan segala hasil kepada Allah tidak punya beban mental yang berlebihan dan ketika hasilnya untung tidak akan lupa diri dan apaila rugi tidak akan pesimis dan putus asa.
Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. Q.S al – Ma’arij [70]: 5

d.      Qanaah
Qanaah dalam berekonomi diartikan sebagai sikap efesiensi dan sederhana dalam tindakan usaha. Sikap ini terbentuk dari interaksi yang kuat antara hamba dengan sang khalik. Efisiensi dalam seluruh tindakan ekonomi sangat penting untuk mengurangi dan menekan beban pembiyayaan usaha, sehingga kalau Usaha yang dilakukan itu bidang produksi maka akan menghasilkan prodak yang murah. Demikian pula sikap qanaah terhadap hasil berupa keuntungan ia akan membelanjakan harta yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pokok terhindar dari sikap boros dan mubadzir.
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Q.S al – Israa’ [17]: 26

e.       Wara
Wara dalam berekonomi diartikan sikap berhati-hati dalam seluruh tindakan ekonomi. Sikap ini tumbuh dari kesadaran penuh terhadap pengawasan Allah yang sangat ketat dan teliti. Kehati-hatian sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha, mulai dari membuat planning, operasional dan mengontrol usaha dan akan menjauhkan pelaku bisnis dari sikap ceroboh.
Ketiga prinsip dasar ekonomi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya; akan tetapi harus terintegrasi pada setiap diri pelaku ekonomi.  Ketika hal ini terwujud maka akan tercipta pelaku bisnis  profesianal yang shaleh dan tatanan ekonomi yang mapan, sehat, kondusif dan produktif.

1.      Ekonomi Islam sebagai Ilmu
Menurut Veithzal Rifa’i dan And Buchari (2009, hlm. 24) menyatakan bahwa ilmu ekonomi Islam adalah ilmu sosial  yang memperlajari pola perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya yang sangat tidak terbatas dengan berbagai keterbatasan sarana pemenuhan kebutuhan yang berpedoman pada nilai-nilai Islam. Dalam ilmu ekomi tidak hanya dipelajari individu-individu semata, namu mempelajari manusia sebagai makhluk yang religi. Hampir sama dengan ekonomi yang lain bahwa timbulnya masalah ekonomi adalah karena adanya kebutuhan yang tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan terbatas. Namun perbedaaan semakin membesar ketika berlanjut pada proses pilihan. Kesempatan untuk memilih berbagai alat pemuas kebutuhan dalam ekonomi dituntun dalam sebuah nilai ekonomi syariah Islam.

2.      Ekonomi Islam Sebagai Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai ketuhanan dan etika. Hal tersebut terpancar pada akidah nilai Islamiah. Islam sengaja diturunkan oleh Allah SWT untuk seluruh umat manusia. Sehingga dengan adanya ekonomi Islam akan sekuat tenaga untuk  mewujudkan kehidupan yang baik dan sejahtera bagi manusia. Hal yang sangat mencolok dari ekonomi Islam adalah bagaimana proses distribusi kekayaan dan kepemilikan serta cara melakukan transaksi terhadap kekayaan tersebut, serta berbagai hal kehidupan berekonomi diliputi perasaan bahwa dirinya senantiasa diawasi oleh Allah SWT. Sikap ini akan muncul dari keimanan seseorang pada Sang Khaliq.
Selain berlandaskan pada ketuhanan dan etika, sistem ekonomi Islam juga berkarakter kemanusiaan. Etika Islam mengajarakan manusia untuk saling bekerja sama, tolong-menolong, dan menjauhkan diri dari sifat dengki dan dendam. Selain itu, Islam juga mengajarkan bagaimana berkasih sayang terutama pada yang lemah. Sendi dasar ekonomi Islam adalah sifat pertengahan yang merupakan ciri umat Islam. Jiwa tatanan dalam ekonomi Islam adalah keseimbangan (tawazun) dan keadilan (al-adl). Hal ini jelas dalam pengakuan hak individu dan kelompok masyarakat. Sistem ekonomi yang moderat tidak meyakini dan mengangkat yang lemah (kebalikan dari kapitalis), namun juga mengakui hak dan prestasi individu dan masyarakat (kebalikan dari sosialis).
Bangunan ekonomi Islam menurut Veithzal Rifa’i dan And Buchari (2009, hlm. 26) didasarkan atas lima nilai universal diantaranya: tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan ma’ad (hasil). Hal tersebut menjadi dasar inspirasi dalam menyusun proporsi dan teori-teori ekonomi Islam. Dari kelima prinsip tersebut dibangun tiga prinsip derivatif yang menjadi cita-cita dan cikal bakal sistem ekonomi Islam. Ketiga prinsip tersebut adalah multitype ownership (kepemilikan multi jenis),  freedom to act (kebebasan berusaha), dan social justice (keadilan sosial). Dari itu semua dibangunlah konsep akhlak. Akhlak menempati posisi paling atas karena tujuan dakwah Islam adalah menyempurnakan akhlak manusia.

3.      Pemanfaatan dan Pengelolaan Kekayaan Menurut Islam
Alam beserta isinya diciptakan Allah agar dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Seperti yang diterangkan dalam QS Al-Baqarah (2) ayat 29 yang mempunyai arti sebagai berikut ini:
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
            Ayat di atas menegaskan peringatan Allah yaitu Allah telah menganugrahkan karunia yang besar kepada umat manusia, menciptakan langit dan bumi untuk manusia, untuk diambil manfaatnya sehingga manusia dapat menjaga kelangsungan hidupnya dan agar manusia berbakti kepada Allah Penciptanya, kepada keluarga dan masyarakat.  Agar terjadi keseimbangan dan kesinambungan pemanfaatan sumberdaya alam dan optimalisasi pemanfaatan harta perlu berbagai pertimbangan hal berikut:
1.      Pemanfaatan kekayaan untuk kemakmuran dan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya.
2.      Pemabayaran zakat untuk menyeimbangkan kekuatan ekonomi antara orang kaya dengan orang miskin.
3.      Penggunaan harta benda secara berfaedah, tidak hanya ditumpuk dan tidak diputar.
4.      Memiliki harta benda secara sah tidak dengan cara dan sumber yang batil.
5.      Penggunaan kekayaan berimbang menyangkut aspek jasmani dan rohani, duniawi dan ukhrawi, individual dan sosial.
6.      Pemanfaatan kekayaan dengan prioritas kebutuhan hidup.
7.      Pemanfaatan kekayaan harus dikaitkan dengan kepentingan kelangsungan hidup umat manusia.
8.      Kepemilikan individu.
Pada hakikatnya masalah harta dan semua bentuk kekayaan adalah milik Allah. Kekayaan alam semesta yang dianugrahkan untuk semua manusia sesungguhnya merupakan pemberian Allah agar dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan umat manusia. Seseorang dalam mendapakan kekayaan dapat melalui berbagai cara diantaranya:
1.      Bekerja/ al-a’mal
2.      Warisan/ al-irts
3.      Pemberian negara/ I’thau al-daulah
4.      Hibah, hadiah, wasiat, diat, mahar, temuan, santunan dll.
Dari berbagai cara di atas yang paling hakiki adalah melalui bekerja. Adapun yang lainnya sebagai bentuk tamahan yang harus disyukuri. Penjelasan  tersebut menegaskan pentingnya seseorang untuk bekerja keras agar memperoleh harta dalam mencapai salah atu kebahagiaan yang akan diraih di dunia ini. Makin tinggi kreativitas seseorang, makin banyak pula memanfaatkan sumber daya. Keberhasilan seseorang memperoleh rezeki secara ilmu pengetahuan dilakukan beberapa langkah yaitu kemauan, pengetahuan, aktivitas, kreativitas, dan momentum.

Ekonomi Syariah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, meninjau, meneliti, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan- permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang Islami (berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam). Ekonomi syariah berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap  buruh yang miskin, dan melarang  penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Ekonomi Konvensional adalah teori ekonomi yang diuraikan oleh tokoh-tokoh  penemu ekonomi klasik seperti Adam Smith atau French Physiocrats. Sistem ekonomi klasik tersebut mempunyai kaitannya dengan "kebebasan (proses) alami" yang dipahami oleh tokoh-tokoh ekonomi sebagai ekonomi liberal klasik. Meskipun demikian, Smith tidak pernah menggunakan penamaan paham tersebut sedangkan konsep kebijakan dari ekonomi (globalisasi) liberal ialah sistem ekonomi bergerak kearah menuju pasar bebas dan sistem ekonomi berpaham perdagangan bebas dalam era globalisasi yang bertujuan menghilangkan kebijakan ekonomi proteksionisme.

Landasan dari Ekonomi Syariah ialah nilai-nilai islam. Nilai-nilai islam itu  bersumber dari Al- Qur’an, Sunnah, serta perilaku para keluarga dan sahabat Nabi Muhammad SAW. Tujuannya ialah guna mencapai “Fallah” yaitu mencapai kesejahteraan bagi rakyat. Prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam menurut Umer Chapra adalah :
1)      Prinsip Tauhid. Tauhid adalah fondasi keimanan Islam. Ini bermakna bahwa segala apa yang di alam semesta ini didesain dan dicipta dengan sengaja oleh Allah SWT, bukan kebetulan, dan semuanya pasti memiliki tujuan. Tujuan inilah yang memberikan signifikansi dan makna pada eksistensi jagat raya, termasuk manusia yang menjadi salah satu penghuni di dalamnya.
2)      Prinsip khilafah. Manusia adalah khalifah Allah SWT di muka bumi. Ia dibekali dengan perangkat baik jasmaniah maupun rohaniah untuk dapat berperan secara efektif sebagai khalifah-Nya. Implikasi dari prinsip ini adalah: (1) persaudaraan universal, (2) sumber daya adalah amanah, (3), gaya hidup sederhana, (4) kebebasan manusia.
3)      Prinsip keadilan. Keadilan adalah salah satu misi utama ajaran Islam. Implikasi dari prinsip ini adalah: (1) pemenuhan kebutuhan pokok manusia, (2) sumber-sumber pendapatan yang halal dan tayyib, 3) distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata, (4) pertumbuhan dan stabilitas.

Landasan filosofi sekaligus welstanchaung sistem ekonomi kapitalis adalah materialisme dan sekularisme. Pengertian manusia sebagai homo economicus atau economic manadalah manusia yang materialis hedonis, sehingga ia selalu dianggap memiliki serakah atau rakus terhadap materi. Dalam sistem ekonomi kapitalis, materi adalah sangat penting bahkan dianggap sebagai penggerak utama perekonomian. Ilmu ekonomi konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa tindakan individu adalah rasional.
Rasionality assumption dalam ekonomi menurut Roger LeRoy Miller adalah individuals do not intentionally make decisions that would leave them worse off, ini berarti bahwa rasionaliti didefinisikan sebagai tindakan manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya yaitu memaksimumkan kepuasan atau keuntungan senantiasa berdasarkan pada keperluan (need) dan keinginan-keinginan (want) yang digerakkan oleh akal yang sehat dan tidak akan bertindak secara sengaja membuat keputusan yang bisa merugikan kepuasan atau keuntungan mereka. Menurut ilmu ekonomi konvensional, sesuai dengan pahamnya tentang rational economics man, tindakan individu dianggap rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas.
Dalam ekonomi konvensional, perilaku rasional dianggap ekuivalen (equivalent) dengan memaksimalkan utiliti. Ekonomi konvensional mengabaikan moral dan etika dalam pembelanjaan dan unsur waktu adalah terbatas hanya di dunia saja tanpa mengambilkira hari akhirat. Adam Smith menyatakan bahwa tindakan individu yang mementingkan kepentingan diri sendiri pada akhirnya akan membawa kebaikan masyarakat seluruhnya karena tangan tak tampak (invisible hand) yang bekerja melalui proses kompetisi dalam mekanisme pasar. Pada sisi lain, landasan filosofi sistem ekonomi kapitalis adalah sekularisme, yaitu memisahkan hal-hal yang bersifat spiritual dan material (atau agama dan dunia) secara dikotomis. Segala hal yang berkaitan dengan dunia adalah urusan manusia itu sendiri sedangkan agama hanyalah mengurusi hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Implikasi dari ini adalah menempatkan manusia sebagai sebagai pusat dari segala hal kehidupan (antrophosentris) yaitu manusilah yang berhak menentukan kehidupannya sendiri.

1)      Harta kepunyaan Allah SWT dan manusia merupakan khlaifah terhadap harta
2)      Ekonomi terkait dengan aqidah, syariah, dan modal
3)      Keseimbanagn antara kerohanian dan kebendaan
4)      Ekonomi islam menciptakan keseimbanagn antara kepentingan individu dengan kepentingan umum
5)      Kebebasan individu dijamin dalam islam
6)      Negara diberi kewenangan untuk ikut campur dalam perekonomian
7)      Adanya bimbingan konsumsi dan investasi
8)      Adanya zakat
9)      Pelarangan terhadap riba

Karakteristik umum kapitalisme antara lain:
1)      Kapitalisme menganggap ekspansi kekayaan yang dipercepat dan produksi yang maksimal serta pemenuhan keinginan menurut preferensi individual sebagai sesuatu yang esensial bagi kesejahteraan manusia.
2)      Kapitalisme menganggap bahwa kebebasan individu yang tak terhambat dalam mengaktualisasikan kepentingan diri sendiri dan kepemilikan atau pengelolaan kekayaan pribadi sebagai suatu hal yang sangat penting bagi inisiatif individu.
3)      Kapitalisme berasumsi bahwa inisiatif individu ditambah dengan pembuatan keputusan yang terdesentralisasi dalam suatu pasar yang kompetitif sebagai syarat utama untuk mewujudkan efisiensi optimum dalam alokasi sumberdaya ekonomi.
4)      Kapitalisme tidak menyukai pentingnya peranan pemerintah atau penilaian kolektif (oleh masyarakat), baik dalam efisiensi alokatif maupun pemerataan distributif.
5)      Kapitalisme mengklaim bahwa melayani kepentingan diri sendiri oleh setiap individu secara otomatis akan melayani kepentingan sosial kolektif.

Dalam ekonomi konvensional masalah ekonomi timbul karena adanya kelangkaan sumber daya yang dihadapakan pada keingina manusia yang tidak terbatas. Dalam Islam, kelangkaan sifatnya relatif bukan kelangkaan yang absolut dan hanya terjadi pada satu dimensi ruang dan waktu tertentu saja dan kelangkaan akan timbul ketika manusia tidak bisa mengelola sumber daya yang telah diciptakan oleh Allah. Kelangkaan membutuhkan ilmu dan pengetahuan untuk menentukan pilihan. Dalam ekonomi konvensional, masalah pilihan sangat tergantung pada macam-macam individu, sehingga tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Dalam ekonomi Islam, manusia tidak berada pada kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber dengan semaunya, akan tetapi pembatasan yang tegas berdasarkan kitab suci Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam Islam, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber daya ekonomi juga dialokasikan secara maksimal sehingga tidak seorangpun menjadi lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk.

Dalam ekonomi Islam tidak mengenal sistem bunga sebagai suatu transaksi yang diperbolehkan. Bunga dalam Islam adalah suatu hal yang dilarang. Islam sangat mencela penggunaan modal yang mengandung riba/bunga. Dengan alasan inilah modal menduduki peranan penting dalam ekonomi Islam. Seperti dalam QS.Al-Baqarah (2) ayat 278 dan QS. Al-Rum (30) ayat 39. (dlm. Buku Mardani, hlm. 14). yang mempunyai arti sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”
QS.Al-Baqarah (2) ayat 278
Dan sesuatu yang riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah yang melipatgandakan (pahalanya).”
QS. Al-Rum (30) ayat 39.
Kedua ayat di atas dapat dijadikan salah satu pedoman bahwa Islam melarang adanya transaksi yang bersifat riba. Karena pada dasarnya riba akan merugikan sebagian pihak di dalamnya. Selain itu, riba tidak akan menimbulkan kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat.

a.       Sistem Ekonomi Kapitalis dibangun berdasarkan 3 pilar utama, yaitu:
1.      Problem kelangkaan relative (an-Nadrah an-Nisbiyah) atau scarcity problem, dengan kata lain barang dan jasa yang ada, tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia yang bermunculan dan beranekaragam. Menurut kaum kapitalis, inilah problem ekonomi yang dihadapi masyarakat.
2.      Nilai (value) suatu barang yang diproduksi, menjadi dasar penting dalam mengkaji setiap permasalahan ekonomi yang timbul.
3.      Harga (price) serta fungsinya yang dimainkan dalam produksi, konsumsi, dan distribusi. Bagi kaum kapitalisme, harga adalah alat pengendali dalam system ekonomi kapitalis.

b.      Pilar Sistem Ekonomi Islam
Menurut Abdul Sami’ al -Mishri dalam Pilar-Pilar Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), pilar Ekonomi Islam secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Kepemilikan (Property/ Tamalluk)
Harta hakikatnya merupakan milik Allah SWT yang kemudian memberikan izin kepada manusia untuk memanfaatkan harta tersebut. Posisi manusia hanyalah sebagai  pelaku atas izin yang diberikan kepadanya. Konsekuensinya, setiap kepemilikan serta sebab atau cara kepemilikan hanya ditentukan berdasarkan ketetapan dari As-Syari’ yaitu Allah SWT. Adapun konsep kepemilikan dalam ekonomi Islam adalah sebagai  berikut:
·         Pertama, kepemilikan hanya ada dalam area yang tidak menimbulkan kedzaliman bagi orang lain.
·         Kedua, tidak semua barang bisa dimiliki individu. Barang-barang yang menyangkut kebutuhan orang banyak tidak bisa dimiliki, seperti  padang rumput, sumber air dan sumber energi.
·         Ketiga, terdapat hak milik orang lain atas barang yang dimiliki oleh seorang muslim, dan harus ditunaikan sesuai dengan ketentuan Allah (zakat, infak, shadaqah, dan sebagainya).
·         Keempat, kepemilikan harus didapatkan dengan jalan halal.
2.      Pengelolaan (At-Tasharruf)
Kepemilikan Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan harta. Dalam memanfaatkan harta milik individu yang ada Islam memberikan tuntunan bahwa harta tersebut pertama-tama haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infak fi sabilillah, membayar zakat dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah dan lain-lain. Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah. Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-barang yang haram seperti minuman keras, babi dan lain-lain. Demikian pula pada saat seorang muslim ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, ia terikat dengan ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam telah memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian ,perindustrian maupun perdagangan. Selain Islam juga melarang pengembangan harta yang terlarang seperti dengan jalan aktivitas Riba, Judi, serta aktivitas terlarang lainnya.
3.      Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia
Syara’ melarang perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang kaya. Kemudian,  syara’ mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang. Allah SWT berfirman : “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang -orang kaya saja di  antara kamu.” (QS. Al-Hasyr : 7) Di samping syara’ juga telah mengharamkan penimbunan emas dan perak, meskipun zakatnya tetap dikeluarkan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah : 34).

Konsep
Ekonomi Syariah
Ekonomi Konvensional
Pengertian
suatu ilmu pengetahuan yang  berupaya untuk memandang, meninjau, meneliti, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan- permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang Islami (berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam).
teori ekonomi mempunyai
kaitannya dengan "kebebasan”
bergerak kearah menuju pasar bebas dan sistem ekonomi berpaham  perdagangan bebas dalam era globalisasi yang bertujuan menghilangkan kebijakan ekonomi  proteksionisme.
Tujuan
1.      Mencapai falah di dunia dan akhirat .
2.      Mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat

1.      Semata-mata kesejahteraan duniawi.
2.      Mencapai kesejateraan individu.

Sumber Utama
Al-Qur’an dan Sunnah
Berdasarkan pada hal-hal yang bersifat positif
Kepemilikan
Sumber kekayayan yang kita miliki adalah titipan dari ALLAH SWT
Setiap pribadi di bebaskan untuk memiliki semua kekayaan yang di  perolehnya
Pengambilan Keuntungan
Bagi Hasil
Bunga
Tujuan Gaya Hidup Perorangan
Untuk mencapai kemakmuran/sucess (Al-Falah) dunia akhirat.
Kepuasan Pribadi

a.       Asas-asas Transaksi Ekonomi dalam Islam
Transaksi ekonomi adalah pejanjian atau akad dalam bidang ekonomi. Dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’, yaitu:
  1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’., Pihak-pihak yang bertransaksi harus memenuhi kewajiban yang telah disepakati dan tidak boleh saling mengkhianati.
Surat Al-Maidah, 5: 1
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
2.      Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas teteapi penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.
  1. Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.
Surah An-Nisa, 4: 29
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
4.      Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, kecurangan, dan penyelewengan. Hadis Nabi SAW menyebutkan: “Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsure penipuan.” (H.R. Muslim)
  1. Adat kebiasaan atau ‘urf  yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi.

a.       Jual Beli
Jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang menyerahkan/ menjual barang) dan pembeli (pihak yang membayar/ membeli barang yang dijual). Jual beli sebagai sarana tolong menolong sesama manusia, di dalam Islam mempunyai dasar hukum dari Al-Qur’an dan Hadist. Seperti dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa, 4: 29.Mengacu kepada ayat Al-Qur’an dan Hadist, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli bisa berubah menjadi sunnah, haram, dan makruh.
Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya dihukumi sah menurut syara’.
  • Syarat bagi orang yang melaksanakan akad jual beli :
1)      Berakal
2)      Balig
3)      Berhak mengunakan hartanya.
Allah SWT berfirman :
 “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
  • Sigat atau ucapan ijab dan Kabul
Ulama fikih sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan Kabul (dari pihak pembeli.
  • Syarat barang yang diperjualbelikan :
1)      Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal. Barang haram tidak sah diperjualbelikan.
2)      Barang itu ada manfaatnya.
3)      Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat lain.
4)      Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya.
5)      Barang itu hendaklah di ketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuk dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.
  • Syarat bagi nilai tukar barang yang dijual :
1)      Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2)      Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara hukum, misalnya menggunakan cek atau kartu kredit.
3)      Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah, maka nilai tukarnya tidak boleh dengan barang haram.

Macam-macam Jual Beli
Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain :
1.      Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun  dan syaratnya.
2.      Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya atau jual beli itu pada dasr dan sifatnya tidak disyariatkan. Contoh :
–  Jual beli sesuatu yang termasuk najis
–  Jual beli air mani hewan ternak
–  Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan.
3.      Jual beli yang sah tapi terlarang (fasid), terjadi karena sebab-sebab berikut:
–  Merugikan si penjual
–  Mempersulit peredaran barang
–  Merugikan kepentingan umum

b.      Simpan Pinjam
Rukun dan syarat pinjam meminjam menurut hukum Islam adalah sebagai berikut:
1)      Yang berpiutang dan yang berutang, syaratnya sudah balig dan berakal sehat. Yang berpiutang, tidak boleh meminta pembayaran melebihi pokok piutang. Sedangkan peminjam tidak boleh melebihi atau menunda-nunda pembayaran utangnya.
2)      Barang (uang) yang diutangkan atau dipinjamkan adalah milik sah dari yang meminjamkan. Pengembalian utang atau pinjaman tidak boleh kurang nilainya, bahkan sunah bagi yang berutang mengembalikan lebih dari pokok hutangnya.

c.       Ijarah
Ijarah berasal dari bahasa Arab yang artinya upah , sewa, jasa, atau imbalan. Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’I adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu. Dasar hukum ijarah berasl dari Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah Q.S Az-Zukhruf, 43:32, Q.S At-Talaq, 65:6, Q.S Al-Qasas, 28:26. Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Qasas, 28:26  :
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya”.
Hadist yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah hadist dari Ibnu Umar r.a yang artinya “Berikanlah upah/ jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringatnya” (H.R. Abu Ya’la, Ibnu Majah, Tabrani, dan Tirmizi).
Macam-macam Ijarah
1)      Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa. Apabila manfaat itu termasuk manfaat yang dibolehkan syarat untuk dipergunakan, maka ulama fikih sepakat boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
2)      Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.
Rukun dan Syarat Ijarah
Syarat-syarat akad (transaksi) Ijarah adalah sebagai berikut :
1)      Kedua orang yang bertransaksi sudah balig dan  berakal sehat.
2)      Kedua pihak bertransaksi dengan kerelaan, artinya tidak terpaksa atau dipaksa.
3)      Barang yang akan disewakan diketahui kondisi dan manfaatnya oleh penyewa.
4)      Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
5)      Objek ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara’.
6)      Hal yang disewakan tidak termkasuk suatu kewajiban bagi penyewa.
7)      Objek ijarah adalah sesuatu yang bisa disewakan.
8)      Upah/ sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai harta.
Rukun-rukun ijarah menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut :
1)      Orang yang berakal
2)      Sewa/ imbalan
3)      Manfaat
4)      Sigat atau ijab Kabul

Karena ijarah bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan, maka hal-hal yang dapat menyebabkan berakhirnya akad ijarah adalah sebagai berikut :
1)      Objek ijarah hilang atau musnah.
2)      Habisnya tanggang waktu yang disepakati dalam akad/ taransaksi ijarah.



Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah Islam. Seluruh bentuk kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi, pertama nilai-nilai keimanan (tauhid) kedua, nilai-nilai islam (syariah) ketiga nilai-nilai ihsan (etika). Ketika tindakan ekonomi didasari dengan ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan produktif.
Perbedaan ekonomi islam dan konvensional jelas berbeda bukan hanya pada hal yang bersifat aplikatif juga pada tujuan, prinsip maupaun normanya pun sudah berbeda. Dalam sistem ekonomi kapilatis lebih mementingkan kepentingan pribadi dan menyebabkan ketimpangan antara masyarakat kaya dan masyarakat yang miskin sedangkan dalam ekonomi islam sangat menjujung tinggi keadilan karena semua yang dimiliki adalah titipan Allah SWT. Dalam melakukan transaksi jual beli juga dalam islam harus berdasarkan asas-asas transaksi dalam islam baik pada jual beli, simpan pinjam maupun ijarah.

Adapun saran mengenai konsep ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1.      Bagi pemerintahan, seharusnya lebih menerapkan sistem ekonomi Islam yang jelas manfaatnya bagi seluruh masyarakat, daripada sistem yang mengarah pada kapitalis seperti sekarang. Masih banyak masyarakat yang tidak bisa menikmati hasil sumber daya alamnya di negeri sendiri.
2.      Bagi penyelenggara pendidikan, sisipkan dalam pembelajaran yang mengandung unsur ekonomi mengenai sistem ekonomi Islam, agar pelajar mengetahui mengenai konsep ekonomi yang lebih baik.
3.      Bagi pembaca, berperilakulah sesuai dengan yang disyariatkan oleh Islam.


Alaminbangi. Konsep Ekonomi Islam. .[online]. Tersedia: http://www.alaminbangi.edu (7 Februari 2015).
Al-Idrisiyyah. (2015). Konsep Ekonomi Islam.[online]. Tersedia: http://www.al-idrisiyyah.com (7 Februari 2015).
Antonio, Muhammad Syafi’i. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Mardani. (2009). Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Rivai, Veihzal & Buchari, Andi. (2009). Islamic Economics Ekonomi Syariah Bukan OPSI, Tetapi Solusi!. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Slideshare. Net. Konsep Ekonomi Islam. .[online]. Tersedia: http://www.slideshare.net(7 Februari 2015).
Abdullah, Boedi. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka                        Setia. 2010.
Chamid, Nur. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta:                   . Pustaka Pelajar. 2010
Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Yogyakarta atas Kerja sama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persad. 2008
Khalkhulbahri. (2015). Sejarah pemikiran ekonomi islam.[online]. Tersedia:http://khalkulbahri.blogspot.com/2013/10/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam.html (2 Maret 2015)
Ahmad Adib. Perbedaan Ekonomi Syariah dan Konvensional. .[online]. Tersedia: http://www.academia.edu (5 Maret 2015).
Sofyan Ahmad F. Trandaksi Ekonomi Dalam Islam. .[online]. Tersedia: http://www.wordpress.com (5 Maret 2015).