KONSEP
EKONOMI ISLAM
MAKALAH
diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar
Pendidikan Agama Islam Dosen Pengampu Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i.
Disusun
oleh:
Dede
Santika
|
1203477
|
Khosyati
Ismatu Arini
|
1203472
|
Nisa
Nur Nabila
|
1200679
|
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS
PENDIDIKAN EKONMI DAN BISNIS
UNIVERSTAS
PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015
Assalamu’alaikum
Wr Wb....
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
dengan rahmat dan Ridho-Nya, makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Alhamdulillah kami diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyusun
makalah mengenai permasalahan yang dibahas yaitu “Konsep Ekonomi Islam” dengan
baik.
Ucapan terima kasih kepada Orang Tua kami yang selalu
menjadi semangat dan motivasi bagi kami dalam melakukan sesuatu untuk
menghasilkan yang terbaik. Tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada dosen pengampu mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam yaitu Bapak Prof.
Dr. H. Makhmud Syafe’i dan asisten dosen beliau yang telah memberikan
pengarahan dalam proses perkuliahan selama ini.
Makalah ini tidak lepas dari kekurangan dikarenakan
keterbatasan penulis sebagai manusia. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran
yang membangun untuk memperbaiki karya tulis ilmiah lainnya. Semoga makalah ini
dapat bermanfa’at khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Wassallamu’alaikum
Wr Wb...
Bandung,
24 Februari 2015
Penulis
1.1. Latar Belakang
“ ...Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum (masyarakat) sampai mereka mengubah (terlebih
dahulu) apa yang ada pada diri mereka sendiri (sikap mental mereka).” (QS.
Ar-Ra’d (13):11).
Ayat inilah yang salah satunya bisa dijadikan pembuka dalam
pembahasan makalah ini. Keadaan suatu masyarakat akan berubah ke arah yang
lebih baik apabila masyarakat tersebut dapat mengubahnya ke arah yang lebih
baik pula. Begitu pula pada sistem perekonomian yang dilaksanakan dalam sebuah
negara, tujuan kesejahteraan akan tercapai apabila subjek-subjek sebuah negara
tersebut mampu menerapkan sistem ekonomi yang seharusnya dilaksanakan yaitu
ekonomi Islam.
Pada era modern ini Islam sering dianggap sebagai penghambat
kemajuan. Menurut beberapa kalangan, Islam masih dianggap seolah-olah hanya
berkaitan dengan permasalah ritual, bukan suatu sistem komprehensif dan
mencangkup aspek kehidupan. Padahal Islam adalah agama yang mengatur seluruh
aspek kehidupan yang ada di dunia ini. Seperti yang tercantum dalam QS.
Al-Maidah: 48 yang artinya sebagai berikut ini:
“...Untuk tiap-tiap
umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang...”.
Hal tersebut didukung oleh sebuah hadist yang mempunyai arti
sebagai berikut ini, “Para Rasul tak
ubahnyabagaikan saudara sebapak, ibunya (syariahnya) berbeda-beda sedangkan
dinnya (tauhidnya) satu.” (HR. Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad).
Oleh karena itu, menurut Muhammad Syafi’i Anton (2001, hlm.
4) menyatakan bahwa syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul
terakhir yang mempunyai keunikan sendiri. Syariah bukan hanya saja menyeluruh
namun juga universal. Komprehensif berarti bahwa Islam merangkum seluruh aspek
kehidupan baik ritual/ibadah maupun muamalah/sosial. Sedangkan universal
bermakna bahwa Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai
akhir nanti. Universalitas ini nampak jelas terutama dalam bidang muamalah.
Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan
antara muslim dan nonmuslim. Sifat muamalah salah satunya dilakukan dalam
sektor ekonomi. Dalam sektor ini, misalnya prinsip mengenai larangan riba,
sistem bagi hasil, pengambilan keputusan, pengenaan zakat, cara jual beli dan
lain-lain.
Dengan demikian mengacu pada berbagai penjelasan di atas,
maka kami tertarik untuk membahas “Konsep Ekonomi Islam” dalam makalah yang
kami tulis. Dengan harapan, kamidapat menyampaikan dengan baik kepada saudara-saudara
kami dan menjadi acuan untuk melakukan transaksi ekonomi sesuai dengan Syariat
Islam.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana sejarah Ekonomi Islam ?
2.
Bagaimana konsep dasar ekonomi Islam?
3.
Bagaimana perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional?
4.
Bagaimana transaksi yang ada dalam ekonomi Islam?
1.3. Maksud dan Tujuan Penulisan
Adapun maksud dari makalah ini yaitu untuk mengetahui mengenai
konsep ekonomi Islam dan membandingkan dengan permasalah ekonomi yang terjadi
pada zaman modernisasi ini. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahu sejarah Ekonomi Islam
2.
Untuk menjelaskan mengenai konsep ekonomi Islam.
3.
Untuk menjelaskan perbedaan ekonomi Islam dengan ekonomi
konvensional.
4.
Untuk menjelaskan transaksi yang ada dalam ekonomi Islam
seperti jual beli, simpan pinjam dan ijarah
1.4.Manfaat Penulisan
1.4.1. Manfaat Teoritis
Mendorong untuk melakukan kajian ulang mengenai konsep
ekonomi Islam. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan wawasan terutama dalam
bidang perekonomian yang didasarkan atas hukum yang paling tinggi yaitu Hukum
Al-Qur’an dan Al-hadist.
1.4.2. Manfaat Praktis
Berdasarkan kajian dan pembahasan dalam masalah tersebut,
diharapkan adanya strategi yang tepat dari pemerintah atau lembaga
penyelenggara sistem perekonomian, sekarang ini cenderung mengarah pada sistem
kapitalisme yang bisa merugikan sebagian kalangan masyarakat terutama
masyarakat menengah ke bawah. Strategi yang diharapkan yaitu supaya
pemerintahdapat menjadikan sistem ekonomi Islam sebagai sistem ekonomi yang
dilaksanakan di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar banyak kebermanfa’atan bagi
masyarakat baik untuk kehidupan di dunia maupun akhirat nanti.
Kehidupan Rasulullah Saw dan masyarakat muslim di masa beliau adalah
teladan yang paling baik implementasi islam, termasuk dalam bidang ekonomi.
Meskipun pada masa sebelum kenabian Muhammad saw adalah seorang pembisnis,
tetapi yang dimaksudkan perekonomian di Rasulullah di sini adalah pada masa
Madinah pada periode Makkah masyarakatmuslim belum sempat membangun
perekonomian, sebab masa itu penuh dengan perjuangan untuk mempertahankan diri
dari orang-orang Quraisy. Barulah pada periode Madinah rasulullah memimpin
sendiri membangun masyarakat madinah sehingga menjadi masyarakat sejahtera dan
beradab. Meskipun perekonomian padamasa beliau relatif masih sederhana tetapi
beliau menunjukan prinsip-prinsip mendasar bagi pengelolaan ekonomi. Karakter umum
dari perekonomian pada masa itu adalah komitmenya yang tinggi terhadap etika
dan norma, serta perhatianya yang besar terhadap keadilan dan pemerataan
kekayaan. Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariah
islam, sementara sumber ekonomi tidak boleh menumpuk pada segelintir orang
melainkan harus beredar pada kesejahtraan seluruh umat.
Sebagaimana pada masyarakat Arab lainya mata pencaharian mayoritas penduduk
Madinah adalah berdagang. Sebagian lain bertani, berternak dan berkebun.
Berbeda dengan di makkah yang gersang, sebagian tanah di Madinah relatif subur
sehingga pertanian perternakan, dan perkebunan dapat dilakukan dikota ini.
Kegiatan ekonomi pasar relatif menonjol pada masa itu, dimana untuk menjaga
agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralitas islam
Rasulullah mendirikan Al-Hisab
.
Al-Hisab adalah institusi yang bertugas sebagai pengawas pasar (Market
Controller). Rasulullah juga membentuk Baitul Maal, sebuah institusi yang
bertindak sebagai pengelola keuangan negara. Baitul Maal ini memegang peranan
yang sangat penting bagi perekonomian, termasuk dalam melakukan kebijakan yang
bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat.
Rasulullah Saw mengawali pembangunan Madinah dengan tanpa sumber keuangan
yang pasti, sementara distribusi kekayaan juga timpang. Kaum muhajirin tidak
memiliki kekayaan karena mereka telah meninggalkan seluruh hartanya di Makkah
oleh karena itu Rasullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar seningga
dengan sendirinya terjadi resdistribusi kekayaan kebijuakan ini sangan penting
sebagai strategi awal pembangunan madinah,selanjutnya untuk memutar
perekonomian, Rasulullah mendorong kerja sama usaha diantara anggota masyarakat
(misalnya Muzaraah, mudharabah, musaqah dan lain-lain) sehingga terjadi
peningkatan produktivitas, namun sejalan dengan perkembangan masyarakat muslim,
maka sumber penerimaan negara juga meningkat sumber pemasukan negara berasal
dari beberapa sumber, tetapi yang paling pokok adalah zakat dan ushr.secara
garis besar pemasukan negara ini dapat digolongkan bersumber dari umat islam
sendiri, non-Muslim dan umum.
Sampai tahun ke-4 hijriah, pendapatan dan sumber daya negara masih sangat
kecil.harta rampasan perang juga merupakan pendapatan negara, meskipun nilainya
relatif tidak besar dibandingkan dengan biaya peperangan yang dikeluarkan.
Nilai harta rampasan pada dekade awal Hijriah (622-632 M) tidak lebih dari 6
juta dirham bila diperkirakan dengan biaya hidup di Madinah untuk rata-rata
keluarga yang terdiriatas enam orang sebesar 3.000 pertahun jumlah harta itu
hanya dapat menunjang sejumlah kecil dari populasi muslim.
Zakat dan Ushr merupakan sumber pendapatan pokok, terutama setelah tahun
ke-9 H dimana zakat mulai diwajibkan. Berbeda dengan sumber penerimaan lain
yang pemanfaatanya ditentukan oleh Rasulullah. Zakat hanya boleh diberikan
kepada pihak-pihak tertentu yang telah digarikan dalm Al-Quran (QS At Taubah:
60). Untuk orang-orang nom-muslim Rasulullah memungut jizyah sebagai bentuk
kontribusi dalam penyelengaraan negara.pada masa itu besarnya jizyah satu dinar
pertahun untuk orang dewasa yang mampu mebayarnya. Perempuan, anak-anak,
pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit dan semua yang menderita penyakit
dibebaskan dari kewajiban ini.
Beberapa sumber pendapatan yang tidak terlalu besar berasal dari beberapa
sumber, misalnya tebusan tawanan perang, pinjaman darikaum muslim, khumus atas
rikaz harta karun temuan pada periode sebelum islam, amwal fadhla (harta kaum
muslimin yang meninggal tanpa ahli waris), wakaf, nawaib (pajak bagi muslimin
kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negaraselama masa darurat) zakat fitrah,
kaffarat (denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara
keagamaan) maupun sedekah dari kaum muslim.
A.
Abu Bakar
As Shidiq (51 SH - 13 H / 537 - 634 M)
Khulafaur rasyidin yang pertama adalah Abu bakar As
Shidiq - Setelah Rasulullah wafat Abu bakar as shidiq atau yang bernama lengkap
Abdullah Ibn Abu Quhafah Al Tamimi terpilih sebagai khalifah islam yang
pertama.
Abu Bakar adalah sahabat yang terpercaya dan dikagumi
oleh Rasulullah SAW. ia merupakan pemuda yang pertama kali menerima seruan
Rasulullah tanpa banyak pertimbangan. Beliau merupakan pemimpin agama sekaligus
kepala negara bagi kaum Muslim.
Pada masa pemerintahan yang hanya berlangsung selama 2
tahun, beliau banyak menemui permasalahan dalam negri yang berasal dari :
- Kelompok nabi palsu
- Kelompok murtad
- Dam pembangkan zakat (tidak mau membayar zakat)
Beliau membangun Baitul mal kembali dan meneruskan sistem pendistribusian
harta untuk rakyat sebagaimana yang telah diterapkan pada masa Rasulullah.
Beliau juga mempelopori sistem penggajian bagi aparat negara.
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat islam, khalifah Abu bakar as
shidiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah di praktikan
oleh Rasulullah :
- Perhatian yang besar terhadap keakuratan penghitungan zakat
- Melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan
- Mengambil alih tanah-tanah dari orang murtad untuk dimanfaatkan demi
kepentingan umat Islam
- Distribusi harta Baitul Mal menerapkan prinsip kesamarataan, dengan
begitu selama pemerintahan Abu bakar As Shidiq harta di Baitul mal tidak
pernah menumpuk dalam jangka waktu lama karena langsung di distribusikan
kepada kaum muslim.
B.
Umar bin
Khattab (40 SH - 23 H / 584 - 644 M)
Perekonomian pada masa khulafaur rasyidin. Untuk
mencegah terjadinya perselisihan di kalangan umat islam, Abu bakar
bermusyawarah dengan para pemuka sahabat untuk mencari calon penggantinya,
berdasarkan hasil musyawarah Abu bakar menunjuk Umar bin Khattab sebagai
khalifah islam yang kedua. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama
sepuluh tahun, Umar ibn Al-Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah
Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria,
Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah kerajaan Persia, termasuk Irak. Perluasan
wilayah islam yang sangat cepat Umar segera mengatur administrasi negara.
Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah,
Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. la juga membentuk
jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja.
Umar bin khattab juga termasuk khalifah yang paling
banyak berlerasi dan berinovasi. Umar bin khattab adalah tokoh yang dengan
pemberani Membukukan Al-Qur'an > Kodifikasi Al-Qur'an karena waktu itu
banyak hafidz dan hafidzah yang gugur di medan perang sehingga ditakutkanlah
Al-Qur'an akan punah. Umar bin khattab melakukan langkah-langkah besar
pengembangan dalam bidang pertanian. Antara lain :
- Menghadiahkan tanah pertanian kepada Masy yang bersedia menggarapnya
namun siapa yang gagal mengelola selama 1 tahun maka dia akan kehilangan
kepemilikan tanah tersebut.
- Pada masa kekhalifahan Umar banyak dibangun irigasi, waduk, tangki
kanal dan pintu air serba guna untuk mendistribusikan air di ladang
pertanian.
Hukum perdagangan mengalami penyempurnaan guna
menciptakan perekonomian secara sehat, yaitu dengan cara :
- Umar mengurangi beban pajak terhadap beberapa barang, pajak
perdagangan nabati, dan kurma syria sebesar 50%
- Membangun pasar termasuk di wilayah pedalaman (Ubulla, Yaman,
Damaskus, Mekkah dan Bahrain)
- Umar juga memberlakukan mekanisme gaji kepada para anggota Militer.
Lembaga yang menangani tugas ini dinamakan Al-Diwan, ini merupaka Al-Diwan
islam yang pertama.
C.
Utsman Bin
Affan ( 47 SH - 35 H / 577 - 656 M )
Perekonomian pada
masa khulafaur rasyidin - Pada masa pemerintahannya yang berlangsung 12 tahun,
khalifah usman bin Affan berhasil melakukan ekspensi kewilayaan armenia,
tunesia, cyprus, rhodes, dan bagian tersisa dari persia, transoxania dan
tabristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan didaerah khurusan dan iskandariah.
Beliau merupakan khalifah yang kaya. Pada Perang
Tabuk (Perang besar) beliau menyumbangkan 100 ekor unta agar tentara perang
muslim tidak lelah karena jaraknya yang jauh. Pada enam tahun masa
pemerintahannya, Usman banyak mengikuti kebijakan ekonomi Umar bin khattab.
Pada enam tahun
pertama Baikh, Khabul, Gazni, Kerman dan Sistan di taklukan. Kemudian tindakan
efektif dilakukan untuk pengembangan Sumber daya alam. Aliran air digali,
jalan-jalan dibangun, pohon-pohon ditanam untuk diambil buah dan hasilnya.
Seiring luasnya daerah kekuasaan Islam, Usman
membentuk lembaga pengamanan guna menjamin stabilitas keamanan di daerah
perekonomian.
D.
Ali bin Abi
Thalib ( 23 SH - 40 H / 600 - 661 M )
Perekonomian pada masa khulafaur rasyidin - Setelah
diangkat sebagai khalifah keempat oleh segenap kaum muslimin, Ali Bin Abi
Thalib langsung mengambil tindakan seperti membuka kembali lahan perkebunan
yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Usman, dan mendistribusikan
pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan umar bin
khattab. Kabijakan Ali bin Abi Thalib, adalah :
- Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara
kepada masyarakat.
- Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan
pemungutan zakat terhadap sayuran segar.
- Melakukan kontrol pasar dan pemberantas pedagang licik, penimbunan
barang , dan pasar gelap.
- Membentuk petugas keamanan yang disebut dengan ''Syurthah'' (Polisi).
Yang dipimpin oleh Shahibus-Syurthah.
- Ketat dalam menangani keuangan negara dan Melanjutkan kebijakan umar.
Berikut adalah beberapa kontribusi pemikiran
Ekonom-ekonom Islam diatas, terutama untuk periode awal yang menjadi tonggak
ekonomi Islam, dan periode tengah yang merupakan periode puncak pemikiran
ekonomi
A.
Zayd bin Ali (699 – 738)
Salah satu ahli fiqih yang terkenal di Madinah. Zaid bin Ali memperbolehkan
penjualan suatu komiditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari
harga tunai. Beliau tidak memperbolehkan harga yang ditangguhkan pembayannya
lebih tinggi dari pembayaran tunai, sebagaimana halnya penambahan pembayaran
dalam penundaan pengembalian pinjaman. Setiap penambahan terhadap penundaan
pembayaran adalah riba Prinsipnya jenis transakai barang atau jasa yang halal
kalau didasarkan atas suka sama suka diperbolehkan. Sebagaiman firman Alloh
dalam surat An-Nisaa’( 4) ayat 29
” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu “.
B.
Abu Hanifa (80-150 H /699 –767 M)
Abu Hanifa menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, saah satnya adalah salam
,yaitu suatu bentuk transaksi diman antara pihak penjual dan pembeli
sepakat bila barang dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak
disepakati. Abu Hanifa mengkritisi prosedur kontrak tersebut yang cenderug
mengarah pada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar
lebih dahulu, dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba menghilangkan
perselisihan ini dengan merinci kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas,
kuantitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa
komoditi harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan pengiriman.Salah satu
kebijakan Abu Hanifah adalah menghilagkan ambiguitas dan perselisihan dalam
masalah transaksi, hal ini merupakan salah satu tujuan syariah dalam hubungan
dengan jual beli. Abu Hanifah sangat memperhatikan
pada orang-orang lemah. Beliau tidak memperbolehkan pembagian hasil panen
(muzara’ah) dari penggarap kepada pemilik tanah dalam kasus tananh tidak
menghasilkan apapun. Hal ini untuk melindungi para penggarap yang umumnya orang
lemah.
C.
Abu Yusuf (113 – 182H/731 – 798M)
Abu Yusuf terkenal sebagai Qadi ( hakim ). Diantara kitab-kitab Abu Yusuf
yang paling terkenal adalah kitab Al-Kharaj. Kitab ini ditulis atas
permintaan khalifah Harun Ar-Rasyid untuk pedoman dalam menghimpun pemasukan
atau pendapatan negara dari kharaj, ushr, zakat, dan jizyah. Kitab ini dapat digolongkan
sebagai public finance dalam pengertian ekonomi modern.
Menurut Abu Yusuf, sistem ekonomi Islam menjelaskan prinsip mekanisme pasar
dengan memberikan kebebasan yang optimal bagi para pelaku di dalamnya yaitu
produsen dan konsumen. Jika karena suatu hal selain monopoli, penimbunan atau
aksi sepihak yang itdak wajar dari produsen terjadi karena kenaikan harga, maka
pemerintah tidak dapat melakukan intervensi dengan mematok harga. Penetuan
harga sepenuhnya harga sepenuhnya diperankan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran dalam ekonomi.
Selain Al-Kharaj, beliau menulis Al-Jawami, buku yang sngaja ditulis untuk
Yahya bin Khalid, selain itu juga menyusun Usul Fiqh Hanafiah ( data-data fatwa
hukum yang disepakati Imam Hanafiah bersama murid-muridnya )
D.
Al-Ghazali (450 – 505H/ 1058 –1111M)
Al-Ghazali lahir 1058M di kota kecil Khorasan bernama Toos. Bagi Ghazali
pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”, secara rinci beliau juga
menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar. Al-Ghazali juga mengatakan bahwa
kebutuhan hidup manusia terdiri dari 3, yaitu kebutuhan dasar (darruriyah),
kebutuhan sekunder (hajiat), dan kebutuhan mewah (takhsiniyyat). Teori hierarki
kebutuhan ini kemudian “diambil” oleh William Nassau Senior yang menyatkan
bahwa kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar (necessity), sekunder
(decency), dan kebutuhan tersier (luxury). Beliau juga menyatakan tentang
tujuan utama dan penerapan syariah adalah masalah religi atau agama, kehidupan,
pemikiran, keturunan, dan harta kekayaan yang bersangkutan dengan masalah
ekonomi.
Beliau juga memperkenalkan mengenai peranan uang dalam ekonomi (ditulis
dalam kitab Ihya’ Ulum Din). Menurut beliau , manusia memerlukan uang sebagai
alat perantara / pertukaran (medium exchange) untuk membeli barang. Fungsi ini
kemudian dijabarkan kembali oleh Ibnu Taimiyah dengan menambahkan 1 funsi
tambahan, yakni bahwa uang juga berfungsi sebagai alat untuk menetukan nilai
(measurement of value ). Karya yang ditulisnya antara lain
yang cukup monumental : Alajwibah Al-Ghazaliyah fi Al-Masa’il
Al-Ukhrawiyah, Ihya’ Ulum Din, Al-Adab fi Al-Dina, dan lain sebagainya.
E.
Ibnu Rusyd (1198)
Dikenal sebagai Aveorrus di Barat. Beliau adalah seorang pemikir Islam yang
banyak mempengaruhi pemikiran pemikir-pemikir dunia terutama Barat. Beliau
menghasilkan sebuah karya yang mengungkapkan sebuah teori dengan memperkenalkan
fungsi keempat dari uang ( Roger E Backhouse,2002, “The Pinguin History
of Economic” ). Sebelumnya filsuf Yunani, Aristoteles menyebutkan
bahwa fungsi uang ada 3, yaitu sebagai alat tukar, alat mengukur nilai dan
sebagai cadangan untuk konsumsi di masa depan. Ibnu Rusyd menambahkan fungsi
keempat dari uang, yakni sebagi alat simpanan daya beli dari konsumen, yang
menekankan bahwa uang dapat digunakan kapan saja oleh konsumen untuk membeli
keperluan hidupnya.
Ibnu Rusyd juga membantah Aristoteles tentang teori nilai uang dimana
nilainya tidak boleh berubah-ubah. Ibnu Rusyd menyatakan bahwa uang tiu tidak
boleh berubah-ubah karena 2 alasa, yakni pertama uang berfungsi sebagai alat
untuk mengukuir nilai, maka seperti Allah SWT Yang Maha Pengukur, Allah Tidak
Berubah-Ubah, maka uangpun sebagai pengukur keadaan tidak boleh berubah. Kedua
uang berfungsi sebagai cadangan untuk konsumsi masa depan, maka perubahan padanya
sangatlah tidak adil. Dari kedua alasan tersebut maka sesungguhnya nilai
nominal uang itu harus sama dengan nilai intrinsiknya.
F.
Ibnu Taimiyah ( 661 – 728H / 1263 –1328M)
Menurut Ibnu Taimiyah naik turunnya harga bukan saja dipengaruhi oleh
penawaran dan permintaan tetapi ada faktor-faktor yang lain :
“Sebab naik turunnya harga di pasar bukan hanya
karena adanya ketidakadilan yang disebabkan orang atau pihak tertentu, tetapi
juga karena panjang singkatnya masa produksi (khalq) suatu komoditi. Jika produksi
naik dan permintaan turun, maka harga di pasar akan naik, sebaliknya jika
produksi turun dan permintaan naik, maka harga di pasar akan turun”.
Teori dikenal dengan “price volality” atau turun naiknya harga di pasar.
Teori ini jika dikaji lebih mendalam adalah menyangkut hukum permintaan dan
penawaran (supply dan demand) di pasar, yang kini justru secara ironi diakui
sebagi teori yang bersal dari Barat.
Lebih jauh beliau juga memberikan penjelasan mengenai Hak Atas Kepemilikan
Intelektual (HAKI) atau paten. Menurut beliau kepemilikan (property) adalah
suatu kekuatan yang diberikan oleh syariah untuk memakai sebuah objek dan
kekuatan itu beragam dalam macam dan kadarnya. Seorang dapat membuang / tidak
memanfaatkan miliknya selama tidak bertentangan dengan syariah. Beliau membagi
subjek kepemilikan menjadi 3; individu, masyarakat dan negara. Kepemilikan
individu diakui dan didapatkan dari membuka dan memanfaatkan tanah, wari,
membeli dan kepemilikan individu individu tidak boleh bertentang dengan kepemilikan
individu tidak boleh bertentang dengan kepemilikan masyarakat dan negara .
Tujuan yangyang paling utama dari kepemilikan adalah kegunaannya pada orang
lain.
G.
Ibnu Khaldun (732 – 807H / 1332 – 1383M)
Ibnu Khaldun mempunyai nama sebenarnya yakni Wali Al-Din Abd Al-Rahman bin
Muhammad bin Abu Bakar Muhammad bin Al-Hasan, lahir di Tunisia, 1 Ramadhan 732
H, berasal dari keluarga Arab Hadramaut. Beliau banyak dipuji oleh Barat karena
buah fikirannya yang banyak berpengaruh bagi Barat dan memberi pencerahan bagi
dunia ekonomi, bahkan bisa dibilang beliau adalah Bapak Ekonomi Dunia ( untuk
lebih jelas baca artikel : Ibn Khaldun Bapak Ekonomi ).
Sumbangan terbesar dalam bidang Ekonomi banyak dimuat dalam karya
besarnya, Al-Muqadimmah. Beberapa prinsip dan falsafah ekonomi
telah difikirkannya, seperti keadilan (al-adl), hardworking, kerjasama
(cooperation), kesederhanaan (moderation), dan fairness. Ibnu Khaldun
menekankan bahwa keadilan adalah tulang punggung dan asas kekuatan sebuah
ekonomi. Dalam karyanya tersebut, disebutkan mengenai “rasa kebersamaan” yang
akan terbentuk dan menguat jika ada keadilan untuk menjamin adanya
kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kewajiban bersama dan pemerataan
hasil pembangnan.
Menurut Veithzal Rifa’i dan And Buchari (2009, hlm. 1) mengemukakan bahwa
ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam suatu
masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah Islam. Definisi yang lengkap
harus lebih mengakomodasi sejumlah prasyarat yaitu karakteristik dari pandangan
hidup ekonomi lslam. Syarat utama adalah memasukan nilai-nilai Islam dalam ilmu
ekonomi. Sedangkan ilmu ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang tentu saja tidak
bebas dari nilai-nilai moral.
Terkadang ekonomi Islam dianggap sebagai hasil racikan anatara ekonomi
kapitalis dengan sosialis, sehingga menghilangkan nilai kefitrahannya sebagai
tatanan bagi manusia. Definisi ekonomi Islam dengan fitrahnya yaitu satu sistm
yang mewujudkan keadilan ekonomi bagi
seluruh umat. Sedangkan dengan ciri khasnya, ekonomi Islam dapat menunjukan
jati dirinya dengan segala kelebihannya pada setiap sistem yang dimilikinya. Mursyid
Al-Idrisiyyah mendefinisikan ekonomi islam dengan menggunakan kalimat-kalimat
sederhana, yaitu seluruh bentuk
kegiatan ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang bersumber kepada
Al Quran dan As Sunah yang diijtihadi oleh mursyid. Kedudukan mursyid
memiliki perananan yang cukup urgen termasuk dalam memberikan curah pemikiran
mengenai konteks ekonomi islam, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman
juga mampu mensosialisasikan dan memobilisasi umat untuk berekonomi Islami
dengan uswah (teladan) dan kharismanya.Seluruh bentuk kegiatan ekonomi harus
dibangun diatas tiga pondasi, pertama nilai-nilai keimanan (tauhid)
kedua, nilai-nilai islam (syariah) ketiga nilai-nilai ihsan (etika).
1.
Pondasi nilai-nilai keimanan
Fungsi dan wilayah keimanan dalam islam adalah pembenahan dan pembinaan
hati atau jiwa manusia. Dengan nilai-nilai keimanan jiwa manusia dibentuk
menjadi jiwa yang memiliki sandaran vertikal yang kokoh kepada Sang Khalik
untuk tunduk kepada aturan main-Nya dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Pada
kondisi demikian, jiwa manusia akan mampu mempertahankan serta menggali fitrah
yang diamanahkan pada dirinya dan menempatkan dirinya sebagai hamba
Allah.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuui.”
QS. Ar Ruum [30]: 30
Ketika seluruh kegiatan ekonomi dibangun atas dasar nilai-nilai keimanan
maka akan berdampak positif terhadap mental dan pemikiran pelaku ekonomi.
Adapun efek positif itu antara lain;
a.
memiliki niat yang lurus dan visi
misi yang besar
Dengan nilai keimanan, apapun bentuk ekonomi yang dilakukan akan
dipandang sebagai bentuk kegiatan ibadah, artinya aktivitas yang diperintahkan
dan diridhoi oleh Allah SWT. Pelaku ekonomi akan menempatkan dirinya sebagai ‘abid
(hamba) dihadapan Allah, sebagaimana diinformasikan dalam Al Quran bahwa setiap
manusia pada awal kejadiannya dibangun sebagai ‘abid Sang Khalik.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.Q S Adz –
Dzariyaat, [51]: 56
Niat yang lurus dan kuat yang disandarkan kepada Allah SWT dalam bekerja,
akan menjadi motivasi dan ruh kekuatan dalam setiap bentuk tindakan dan
pengambilan keputusan. Setiap permasalahan tidak akan disikapi dengan
emosional, akan tetapi disikapi secara rasional dan diputuskan secara
spiritual.
b.
proses kegiatan usaha yang terukur
dan terarah
Nilai-nilai keimanan yang bersemayam dalam setiap pribadi, akan berdampak
positif dalam setiap ruang gerak pemikiran dan aktivitas. kegiatan usaha bukan
semata-mata diarahkan kepada hasil (profit oriented), akan tetapi lebih
memperhatikan cara atau proses. Ia akan berusaha menitik beratkan seluruh
proses usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah yang dicontohkan oleh
rasul-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam Q.S al-Hasyr, [59]: 7
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan
apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
c.
Dalam menilai hasil usaha
menggunakan dua sudut pandang yaitu syari’at (dunia) dan hakikat
(ukhrawi)
Bagi pelaku ekonomi yang menggunakan dua sudut pandang dalam menilai hasil
sangat penting, karena dalam dunia usaha untung dan rugi-dalam kaca mata materi
pasti terjadi, sehingga ketika hasil usaha dianggap rugi sekalipun ia masih
punya harapan besar dan panjang karena masih ada keuntungan yang bersifat
ukhrawi, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT dalam Q.S Faathiir, [35]: 29
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab
Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge-
rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
2. Pondasi Syariah
Fungsi syariah dalam agama untuk mengatur dan memelihara asfek-asfek
lahiriyah umat manusia khusunya, baik yang berkaitan dengan individu, sosial
dan lingkungan alam, sehingga terwujud keselarasan dan keharmonisan. Bagian
kehidupan manusia yang diatur oleh syariat adalah asfek ekonomi. Al-quran dan
as-sunah sebagai sumber dalam ajaran islam banyak memuat prinsif-prinsif
mendasar dalam melakukan tindakan ekonomi baik secara eksplisit maupun
inplisit. Diantara prinsip itu adalah sebagai berikut;
a.
Ta'awun (saling membantu)
Manusia adalah makhluk social, dalam segala aktivitasnya tidak bisa
menapikan orang lain termasul dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi. Dalam
pandangan islam kegiatan ekonomi termasuk bagian al-bar (kebaikan) dan ibadah,
sehingga dalam pelaksanaannya diperintahkan untuk bertaawun (saling menolong).
Sebagaimana firman Allah SWT Q S Al-Maidah [5]: 2
“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya.”
Ketika taawun dijadikan landasan dalam berekonomi pelaku bisnis akan
terhindar dari sikap – sikap yang merugikan orang lain termasuk sikap monopoli.
Seorang produsen ia akan menjaga kualitas produksinya untuk membantu orang lain
yang tidak mampu berproduksi, seorang pedagang punya tujuan membantu pembeli
yang membutuhkan barang tertentu. Sehingga penjual tadi akan memberikan hak-hak
bagi pembeli, penjual jasa bertujuan membantu orang yang membutuhkan jasanya,
sehingga ia akan meningkatkan pelayanannya dan sebagainya.
b.
Keadilan
Adil dalam pandangan islam tidak diartikan sama rata, akan tetapi
pengertiannya adalah menempatkan
sesuatu sesuai dengan proporsinya atau hak-haknya. Sikap adil sangat
diperlukan dalam setiap tindakan termasuk dalam tindakan berekonomi. dengan
sikap adil setiap orang yang terlibat dalam kegiatan ekonomi akan memberikan
dan mendapatkan hak-haknya dengan benar. Dalam menentukan honor, harga,
porsentase, ukuran, timbangan dan kerugian akan tepat dan terhindar dari sifat dzulmun
(aniaya). Al-Quran memerintahkan setiap tindakan harus didasari dengan
sikap adil, karena bentuk keadilan akan mendekatkan kepada ketaqwaan
sebagaimana firman Allah SWT dalam Q S. al-Maidah, [5]: 8
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
c.
Logis
dan rasional tidak emosional
Islam adalah ajaran rasional dan senantiasa mengajak kepada umat manusia
untuk memberdayakan potensi akal dalam mempelajari ayat-ayat Allah, baik ayat
quraniyah maupun kauniyah. Dalam konteks ushul fikh syariat diturunkan oleh
al-Hakim hanya bagi makhluk yang berakal. Dalam beberapa ayat sering disindir
orang yang tidak memproduktifkan akal sehatnya, termasuk dalam tindakan
ekonomi, setiap kegiatan ekonomi harus bersipat logis dan rasional tidak
berdasarkan emosinal semata. sebagai contoh, ketika ingin membangun lembaga
keuangan islam di sebuah daerah jangan dilihat hanya penduduknya yang mayoritas
muslim akan tetapi harus diperhatikan bagaimana kegiatan usaha, apa saja
transaksi-transaksi yang terjadi, dan bagaimana mekanisme pasar yang ada.
d.
Professional
Seorang muslim diperintahkan oleh Allah untuk bertindak dan berprilaku
sebagaimana berprilakunya Allah, sebagaimana Rasulullah menyeru kepada umatnya,
“berakhlaklah kalian sebagaimana akhlak Alah”. Ada beberapa tindakan
Allah yang perlu dicontoh, seperti, memanagemen jagat raya dengan planning yang
tepat, ketelitian dan perhitungan yang akurat. Bagi muslim dalam berekonomi
tentu harus punya managemen yang kokoh, planning yang terarah, tindakan
dan perhitungan ekonomi yang cermat dan akurat yang semua itu menjadi indicator
pada propesionalime ekonomi
3. Pondasi Ihsan Etika Islam
Fungsi ihsan dalam agama sebagai alat control dan evaluasi terhadap
bentuk-bentuk kegiatan ibadah, sehingga aktivitas manusia akan lebih terarah
dan maju. Fungsi tersebut selaras dengan definisinya sendiri yaitu, ketika engkau beribadah kepada Allah
seolah-olah engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak mampu melihat-Nya maka
sesungguhnya Allah melihat (mengontrol) engkau. Ketika tindakan ekonomi
didasari dengan ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan produktif
sebagai berikut;
a.
Amanah (jujur)
Amanah dalam bahasa arab berdekatan dengan makna iman (percaya) dan berasal
dari akar kata yang sama yaitu aman. Sifat ini muncul dari
penghayatan ihsan. Bagi pelaku ekonomi yang memiliki sifat amanah akan mengakui
dengan penuh kesadaran bahwa seluruh komponen ekonomi; pikiran, tenaga, harta,
dan segalanya adalah milik dan titipan Allah, sehingga dalam menjalani
aktivitas usaha akan berhati-hati dan waspada serta terhindar dari sipat ceroboh
dan sombong karena pemilik perusahaan itu adalah Allah SWT.
b.
Sabar
Sabar diartikan sebagai sikap
tangguh dalam menghadapi seluruh persoalan kehidupan termasuk dalam berekonomi.
Sifat ini muncul dari proses panjang aktivitas ibadah yang senantiasa diawasi
dan dievaluasi oleh Allah. Dalam seluruh proses tindakan usaha tidak akan lepas
dari kendala dan problem, maka kesabaran mutlak dibutuhkan. Dengan sifat ini
sebesar apapun problem usaha akan disikapi dengan pikiran-pikiran positif dan
hati yang jernih.Adapun efek positif dari sifat sabar, antara lain:
Ø
Segala kendala usaha dinilai sebagai pembelajaran untuk meningkatkan etos
kerja
Ø
Akan siap menghadapi berbagai bentuk kendala usaha dan tidak
menghindarinya.
Ø
Akan mampu mengklasifikasi kendala dan menempatkannya sehingga akan
mendapatkan solusi yang tepat.
c. Tawakal
Tawakal berasal dari bahasa arab yang akar katanya berasal dari
<span>wakala</span> yang mengandung arti wakil. Maka
tawakal diartikan sikap mewakilkan atau menyerahkan penuh segala hasil usaha
kepada Allah SWT. Sikap tersebut muncul dari nilai-nilai ihsan. Islam tidak
melarang pelaku bisnis mendapatkan keuntungan dalam usahanya. Akan tetapi hasil
usaha yang dilakukan oleh seseorang masih bersifat relative, bisa untung atau
rugi. Bagi pelaku usaha yang menyerahkan segala hasil kepada Allah tidak punya
beban mental yang berlebihan dan ketika hasilnya untung tidak akan lupa diri
dan apaila rugi tidak akan pesimis dan putus asa.
Maka
bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. Q.S al – Ma’arij [70]: 5
d.
Qanaah
Qanaah dalam berekonomi diartikan sebagai sikap efesiensi dan sederhana dalam tindakan usaha. Sikap ini
terbentuk dari interaksi yang kuat antara hamba dengan sang khalik. Efisiensi
dalam seluruh tindakan ekonomi sangat penting untuk mengurangi dan menekan
beban pembiyayaan usaha, sehingga kalau Usaha yang dilakukan itu bidang
produksi maka akan menghasilkan prodak yang murah. Demikian pula sikap qanaah
terhadap hasil berupa keuntungan ia akan membelanjakan harta yang dimilikinya
sesuai dengan kebutuhan pokok terhindar dari sikap boros dan mubadzir.
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Q.S al –
Israa’ [17]: 26
e.
Wara
Wara dalam berekonomi diartikan sikap
berhati-hati dalam seluruh tindakan ekonomi. Sikap ini tumbuh dari
kesadaran penuh terhadap pengawasan Allah yang sangat ketat dan teliti.
Kehati-hatian sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha, mulai dari membuat
planning, operasional dan mengontrol usaha dan akan menjauhkan pelaku bisnis
dari sikap ceroboh.
Ketiga prinsip
dasar ekonomi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya; akan tetapi harus
terintegrasi pada setiap diri pelaku ekonomi. Ketika hal ini terwujud
maka akan tercipta pelaku bisnis profesianal yang shaleh dan tatanan
ekonomi yang mapan, sehat, kondusif dan produktif.
1. Ekonomi
Islam sebagai Ilmu
Menurut Veithzal Rifa’i dan And Buchari (2009, hlm. 24) menyatakan bahwa
ilmu ekonomi Islam adalah ilmu sosial
yang memperlajari pola perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya yang
sangat tidak terbatas dengan berbagai keterbatasan sarana pemenuhan kebutuhan
yang berpedoman pada nilai-nilai Islam. Dalam ilmu ekomi tidak hanya dipelajari
individu-individu semata, namu mempelajari manusia sebagai makhluk yang religi.
Hampir sama dengan ekonomi yang lain bahwa timbulnya masalah ekonomi adalah
karena adanya kebutuhan yang tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan
terbatas. Namun perbedaaan semakin membesar ketika berlanjut pada proses
pilihan. Kesempatan untuk memilih berbagai alat pemuas kebutuhan dalam ekonomi
dituntun dalam sebuah nilai ekonomi syariah Islam.
2. Ekonomi Islam Sebagai Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai
ketuhanan dan etika. Hal tersebut terpancar pada akidah nilai Islamiah. Islam
sengaja diturunkan oleh Allah SWT untuk seluruh umat manusia. Sehingga dengan
adanya ekonomi Islam akan sekuat tenaga untuk
mewujudkan kehidupan yang baik dan sejahtera bagi manusia. Hal yang
sangat mencolok dari ekonomi Islam adalah bagaimana proses distribusi kekayaan
dan kepemilikan serta cara melakukan transaksi terhadap kekayaan tersebut,
serta berbagai hal kehidupan berekonomi diliputi perasaan bahwa dirinya
senantiasa diawasi oleh Allah SWT. Sikap ini akan muncul dari keimanan
seseorang pada Sang Khaliq.
Selain berlandaskan pada ketuhanan dan etika, sistem ekonomi Islam juga
berkarakter kemanusiaan. Etika Islam mengajarakan manusia untuk saling bekerja
sama, tolong-menolong, dan menjauhkan diri dari sifat dengki dan dendam. Selain
itu, Islam juga mengajarkan bagaimana berkasih sayang terutama pada yang lemah.
Sendi dasar ekonomi Islam adalah sifat pertengahan yang merupakan ciri umat
Islam. Jiwa tatanan dalam ekonomi Islam adalah keseimbangan (tawazun) dan keadilan (al-adl). Hal ini jelas dalam pengakuan
hak individu dan kelompok masyarakat. Sistem ekonomi yang moderat tidak
meyakini dan mengangkat yang lemah (kebalikan dari kapitalis), namun juga
mengakui hak dan prestasi individu dan masyarakat (kebalikan dari sosialis).
Bangunan ekonomi Islam menurut Veithzal Rifa’i dan And Buchari (2009, hlm.
26) didasarkan atas lima nilai universal diantaranya: tauhid (keimanan), ‘adl
(keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah (pemerintahan), dan ma’ad (hasil). Hal tersebut menjadi
dasar inspirasi dalam menyusun proporsi dan teori-teori ekonomi Islam. Dari
kelima prinsip tersebut dibangun tiga prinsip derivatif yang menjadi cita-cita
dan cikal bakal sistem ekonomi Islam. Ketiga prinsip tersebut adalah multitype ownership (kepemilikan multi
jenis), freedom to act (kebebasan berusaha), dan
social justice (keadilan sosial). Dari itu semua dibangunlah konsep akhlak.
Akhlak menempati posisi paling atas karena tujuan dakwah Islam adalah
menyempurnakan akhlak manusia.
3. Pemanfaatan
dan Pengelolaan Kekayaan Menurut Islam
Alam beserta isinya diciptakan Allah
agar dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Seperti yang
diterangkan dalam QS Al-Baqarah (2) ayat 29 yang mempunyai arti sebagai berikut
ini:
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat
di atas menegaskan peringatan Allah yaitu Allah telah menganugrahkan karunia
yang besar kepada umat manusia, menciptakan langit dan bumi untuk manusia,
untuk diambil manfaatnya sehingga manusia dapat menjaga kelangsungan hidupnya
dan agar manusia berbakti kepada Allah Penciptanya, kepada keluarga dan
masyarakat. Agar terjadi keseimbangan
dan kesinambungan pemanfaatan sumberdaya alam dan optimalisasi pemanfaatan
harta perlu berbagai pertimbangan hal berikut:
1. Pemanfaatan
kekayaan untuk kemakmuran dan kemaslahatan hidup manusia seluruhnya.
2. Pemabayaran
zakat untuk menyeimbangkan kekuatan ekonomi antara orang kaya dengan orang
miskin.
3. Penggunaan
harta benda secara berfaedah, tidak hanya ditumpuk dan tidak diputar.
4. Memiliki
harta benda secara sah tidak dengan cara dan sumber yang batil.
5. Penggunaan
kekayaan berimbang menyangkut aspek jasmani dan rohani, duniawi dan ukhrawi,
individual dan sosial.
6. Pemanfaatan
kekayaan dengan prioritas kebutuhan hidup.
7. Pemanfaatan
kekayaan harus dikaitkan dengan kepentingan kelangsungan hidup umat manusia.
8. Kepemilikan
individu.
Pada hakikatnya masalah harta dan
semua bentuk kekayaan adalah milik Allah. Kekayaan alam semesta yang
dianugrahkan untuk semua manusia sesungguhnya merupakan pemberian Allah agar
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan umat manusia. Seseorang dalam
mendapakan kekayaan dapat melalui berbagai cara diantaranya:
1. Bekerja/
al-a’mal
2. Warisan/
al-irts
3. Pemberian
negara/ I’thau al-daulah
4. Hibah,
hadiah, wasiat, diat, mahar, temuan, santunan dll.
Dari berbagai cara di atas yang
paling hakiki adalah melalui bekerja. Adapun yang lainnya sebagai bentuk
tamahan yang harus disyukuri. Penjelasan
tersebut menegaskan pentingnya seseorang untuk bekerja keras agar memperoleh
harta dalam mencapai salah atu kebahagiaan yang akan diraih di dunia ini. Makin
tinggi kreativitas seseorang, makin banyak pula memanfaatkan sumber daya.
Keberhasilan seseorang memperoleh rezeki secara ilmu pengetahuan dilakukan
beberapa langkah yaitu kemauan, pengetahuan, aktivitas, kreativitas, dan
momentum.
Ekonomi Syariah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berupaya untuk
memandang, meninjau, meneliti, dan akhirnya menyelesaikan
permasalahan- permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang Islami
(berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam). Ekonomi syariah berbeda dari
kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda
dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap
buruh yang miskin,
dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata
Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi
ibadah.
Ekonomi
Konvensional adalah teori ekonomi yang diuraikan oleh tokoh-tokoh penemu
ekonomi klasik seperti Adam Smith atau French Physiocrats. Sistem ekonomi klasik tersebut
mempunyai kaitannya dengan "kebebasan (proses) alami" yang dipahami
oleh tokoh-tokoh ekonomi sebagai ekonomi liberal klasik. Meskipun demikian,
Smith tidak pernah menggunakan penamaan paham tersebut sedangkan konsep
kebijakan dari ekonomi (globalisasi) liberal ialah sistem ekonomi bergerak
kearah menuju pasar bebas dan sistem ekonomi berpaham perdagangan bebas dalam
era globalisasi yang bertujuan menghilangkan kebijakan ekonomi proteksionisme.
Landasan dari Ekonomi Syariah ialah nilai-nilai islam. Nilai-nilai islam
itu bersumber dari Al- Qur’an, Sunnah, serta perilaku para keluarga dan
sahabat Nabi Muhammad SAW. Tujuannya ialah guna mencapai “Fallah” yaitu
mencapai kesejahteraan bagi rakyat. Prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam menurut
Umer Chapra adalah :
1) Prinsip Tauhid. Tauhid adalah fondasi keimanan Islam.
Ini bermakna bahwa segala apa yang di alam semesta ini didesain dan dicipta
dengan sengaja oleh Allah SWT, bukan kebetulan, dan semuanya pasti memiliki
tujuan. Tujuan inilah yang memberikan signifikansi dan makna pada eksistensi
jagat raya, termasuk manusia yang menjadi salah satu penghuni di dalamnya.
2) Prinsip khilafah. Manusia adalah khalifah Allah SWT di
muka bumi. Ia dibekali dengan perangkat baik jasmaniah maupun rohaniah untuk
dapat berperan secara efektif sebagai khalifah-Nya. Implikasi dari prinsip ini
adalah: (1) persaudaraan universal, (2) sumber daya adalah amanah, (3), gaya
hidup sederhana, (4) kebebasan manusia.
3) Prinsip keadilan. Keadilan adalah salah satu misi
utama ajaran Islam. Implikasi dari prinsip ini adalah: (1) pemenuhan kebutuhan
pokok manusia, (2) sumber-sumber pendapatan yang halal dan tayyib, 3)
distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata, (4) pertumbuhan dan stabilitas.
Landasan filosofi sekaligus welstanchaung sistem ekonomi kapitalis adalah
materialisme dan sekularisme. Pengertian manusia sebagai homo economicus atau
economic manadalah manusia yang materialis hedonis, sehingga ia selalu dianggap
memiliki serakah atau rakus terhadap materi. Dalam sistem ekonomi kapitalis,
materi adalah sangat penting bahkan dianggap sebagai penggerak utama
perekonomian. Ilmu ekonomi konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa
tindakan individu adalah rasional.
Rasionality assumption dalam ekonomi menurut Roger LeRoy Miller adalah
individuals do not intentionally make decisions that would leave them worse
off, ini berarti bahwa rasionaliti didefinisikan sebagai tindakan manusia dalam
memenuhi keperluan hidupnya yaitu memaksimumkan kepuasan atau keuntungan
senantiasa berdasarkan pada keperluan (need) dan keinginan-keinginan (want)
yang digerakkan oleh akal yang sehat dan tidak akan bertindak secara sengaja
membuat keputusan yang bisa merugikan kepuasan atau keuntungan mereka. Menurut
ilmu ekonomi konvensional, sesuai dengan pahamnya tentang rational economics
man, tindakan individu dianggap rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri
sendiri (self interest) yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh
aktivitas.
Dalam ekonomi konvensional, perilaku rasional dianggap ekuivalen
(equivalent) dengan memaksimalkan utiliti. Ekonomi konvensional mengabaikan
moral dan etika dalam pembelanjaan dan unsur waktu adalah terbatas hanya di
dunia saja tanpa mengambilkira hari akhirat. Adam Smith menyatakan bahwa
tindakan individu yang mementingkan kepentingan diri sendiri pada akhirnya akan
membawa kebaikan masyarakat seluruhnya karena tangan tak tampak (invisible
hand) yang bekerja melalui proses kompetisi dalam mekanisme pasar. Pada sisi lain,
landasan filosofi sistem ekonomi kapitalis adalah sekularisme, yaitu memisahkan
hal-hal yang bersifat spiritual dan material (atau agama dan dunia) secara
dikotomis. Segala hal yang berkaitan dengan dunia adalah urusan manusia itu
sendiri sedangkan agama hanyalah mengurusi hubungan antara manusia dengan
Tuhannya. Implikasi dari ini adalah menempatkan manusia sebagai sebagai pusat
dari segala hal kehidupan (antrophosentris) yaitu manusilah yang berhak
menentukan kehidupannya sendiri.
1) Harta kepunyaan Allah SWT dan manusia merupakan
khlaifah terhadap harta
2) Ekonomi terkait dengan aqidah, syariah, dan modal
3) Keseimbanagn antara kerohanian dan kebendaan
4) Ekonomi islam menciptakan keseimbanagn antara
kepentingan individu dengan kepentingan umum
5) Kebebasan individu dijamin dalam islam
6) Negara diberi kewenangan untuk ikut campur dalam
perekonomian
7) Adanya bimbingan konsumsi dan investasi
8) Adanya zakat
9) Pelarangan terhadap riba
Karakteristik
umum kapitalisme antara lain:
1) Kapitalisme menganggap ekspansi kekayaan yang
dipercepat dan produksi yang maksimal serta pemenuhan keinginan menurut
preferensi individual sebagai sesuatu yang esensial bagi kesejahteraan manusia.
2) Kapitalisme menganggap bahwa kebebasan individu yang
tak terhambat dalam mengaktualisasikan kepentingan diri sendiri dan kepemilikan
atau pengelolaan kekayaan pribadi sebagai suatu hal yang sangat penting bagi
inisiatif individu.
3) Kapitalisme berasumsi bahwa inisiatif individu
ditambah dengan pembuatan keputusan yang terdesentralisasi dalam suatu pasar
yang kompetitif sebagai syarat utama untuk mewujudkan efisiensi optimum dalam
alokasi sumberdaya ekonomi.
4) Kapitalisme tidak menyukai pentingnya peranan
pemerintah atau penilaian kolektif (oleh masyarakat), baik dalam efisiensi
alokatif maupun pemerataan distributif.
5) Kapitalisme mengklaim bahwa melayani kepentingan diri
sendiri oleh setiap individu secara otomatis akan melayani kepentingan sosial
kolektif.
Dalam ekonomi konvensional masalah
ekonomi timbul karena adanya kelangkaan sumber daya yang dihadapakan pada
keingina manusia yang tidak terbatas. Dalam Islam, kelangkaan sifatnya relatif
bukan kelangkaan yang absolut dan hanya terjadi pada satu dimensi ruang dan
waktu tertentu saja dan kelangkaan akan timbul ketika manusia tidak bisa
mengelola sumber daya yang telah diciptakan oleh Allah. Kelangkaan membutuhkan
ilmu dan pengetahuan untuk menentukan pilihan. Dalam ekonomi konvensional,
masalah pilihan sangat tergantung pada macam-macam individu, sehingga tidak
memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Dalam ekonomi Islam,
manusia tidak berada pada kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber dengan
semaunya, akan tetapi pembatasan yang tegas berdasarkan kitab suci Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Dalam Islam, kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika
sumber daya ekonomi juga dialokasikan secara maksimal sehingga tidak seorangpun
menjadi lebih baik dengan menjadikan orang lain lebih buruk.
Dalam ekonomi Islam tidak mengenal
sistem bunga sebagai suatu transaksi yang diperbolehkan. Bunga dalam Islam
adalah suatu hal yang dilarang. Islam sangat mencela penggunaan modal yang
mengandung riba/bunga. Dengan alasan inilah modal menduduki peranan penting
dalam ekonomi Islam. Seperti dalam QS.Al-Baqarah (2) ayat 278 dan QS. Al-Rum
(30) ayat 39. (dlm. Buku Mardani, hlm. 14). yang mempunyai arti sebagai
berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”
QS.Al-Baqarah (2) ayat 278
Dan sesuatu yang riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah yang melipatgandakan (pahalanya).”
QS. Al-Rum (30) ayat 39.
Kedua ayat di atas dapat dijadikan salah satu pedoman
bahwa Islam melarang adanya transaksi yang bersifat riba. Karena pada dasarnya
riba akan merugikan sebagian pihak di dalamnya. Selain itu, riba tidak akan
menimbulkan kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat.
a. Sistem
Ekonomi Kapitalis dibangun berdasarkan 3 pilar utama, yaitu:
1. Problem kelangkaan relative (an-Nadrah an-Nisbiyah)
atau scarcity problem, dengan kata lain barang dan jasa yang ada, tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia yang bermunculan dan beranekaragam.
Menurut kaum kapitalis, inilah problem ekonomi yang dihadapi masyarakat.
2. Nilai (value) suatu barang yang diproduksi, menjadi
dasar penting dalam mengkaji setiap permasalahan ekonomi yang timbul.
3. Harga (price) serta fungsinya yang dimainkan dalam
produksi, konsumsi, dan distribusi. Bagi kaum kapitalisme, harga adalah alat
pengendali dalam system ekonomi kapitalis.
b.
Pilar Sistem Ekonomi Islam
Menurut Abdul Sami’ al -Mishri dalam Pilar-Pilar Ekonomi Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), pilar Ekonomi Islam secara ringkas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Kepemilikan (Property/ Tamalluk)
Harta hakikatnya merupakan milik Allah SWT yang kemudian memberikan izin
kepada manusia untuk memanfaatkan harta tersebut. Posisi manusia hanyalah
sebagai pelaku atas izin yang diberikan kepadanya. Konsekuensinya, setiap
kepemilikan serta sebab atau cara kepemilikan hanya ditentukan berdasarkan
ketetapan dari As-Syari’ yaitu Allah SWT. Adapun konsep kepemilikan dalam
ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
·
Pertama, kepemilikan hanya ada dalam area yang tidak menimbulkan kedzaliman
bagi orang lain.
·
Kedua, tidak semua barang bisa dimiliki individu. Barang-barang yang
menyangkut kebutuhan orang banyak tidak bisa dimiliki, seperti padang
rumput, sumber air dan sumber energi.
·
Ketiga, terdapat hak milik orang lain atas barang yang dimiliki oleh
seorang muslim, dan harus ditunaikan sesuai dengan ketentuan Allah (zakat,
infak, shadaqah, dan sebagainya).
·
Keempat, kepemilikan harus didapatkan dengan jalan halal.
2. Pengelolaan (At-Tasharruf)
Kepemilikan Setiap muslim yang telah secara sah memiliki harta tertentu
maka ia berhak memanfaatkan dan mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam
memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap
wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan
dan pengembangan harta. Dalam memanfaatkan harta milik individu yang ada Islam
memberikan tuntunan bahwa harta tersebut pertama-tama haruslah dimanfaatkan
untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infak fi sabilillah, membayar zakat
dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah dan lain-lain.
Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah. Dan hendaknya harta
tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli
barang-barang yang haram seperti minuman keras, babi dan lain-lain. Demikian
pula pada saat seorang muslim ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, ia
terikat dengan ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum
Islam telah memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah
seperti jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian
,perindustrian maupun perdagangan. Selain Islam juga melarang pengembangan
harta yang terlarang seperti dengan jalan aktivitas Riba, Judi, serta aktivitas
terlarang lainnya.
3. Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia
Syara’
melarang perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang kaya. Kemudian, syara’ mewajibkan perputaran tersebut terjadi
di antara semua orang. Allah SWT berfirman : “Supaya harta itu jangan hanya
beredar di antara orang -orang kaya saja di
antara kamu.” (QS. Al-Hasyr : 7) Di samping syara’ juga telah
mengharamkan penimbunan emas dan perak, meskipun zakatnya tetap dikeluarkan.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS. At-Taubah : 34).
Konsep
|
Ekonomi
Syariah
|
Ekonomi
Konvensional
|
Pengertian
|
suatu ilmu pengetahuan yang berupaya
untuk memandang, meninjau, meneliti, dan akhirnya menyelesaikan
permasalahan- permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang Islami
(berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam).
|
teori ekonomi mempunyai
kaitannya dengan "kebebasan”
bergerak kearah menuju pasar bebas dan sistem
ekonomi berpaham perdagangan bebas dalam era globalisasi yang bertujuan
menghilangkan kebijakan ekonomi proteksionisme.
|
Tujuan
|
1.
Mencapai falah di dunia dan akhirat .
2.
Mencapai kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat
|
1. Semata-mata kesejahteraan duniawi.
2. Mencapai kesejateraan individu.
|
Sumber Utama
|
Al-Qur’an dan Sunnah
|
Berdasarkan pada hal-hal yang
bersifat positif
|
Kepemilikan
|
Sumber kekayayan
yang kita miliki adalah titipan dari ALLAH SWT
|
Setiap pribadi di bebaskan untuk memiliki
semua kekayaan yang di perolehnya
|
Pengambilan Keuntungan
|
Bagi Hasil
|
Bunga
|
Tujuan Gaya Hidup Perorangan
|
Untuk mencapai kemakmuran/sucess
(Al-Falah) dunia akhirat.
|
Kepuasan Pribadi
|
a.
Asas-asas Transaksi Ekonomi dalam Islam
Transaksi ekonomi adalah pejanjian atau akad dalam bidang ekonomi. Dalam
setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’,
yaitu:
- Setiap
transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi,
kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’.,
Pihak-pihak yang bertransaksi harus memenuhi kewajiban yang telah
disepakati dan tidak boleh saling mengkhianati.
Surat Al-Maidah, 5: 1
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali
yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
2.
Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas teteapi
penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan
santun.
- Setiap
transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.
Surah An-Nisa, 4: 29
Artinya:“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”
4.
Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan
ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan,
kecurangan, dan penyelewengan. Hadis Nabi SAW menyebutkan: “Nabi Muhammad
SAW melarang jual beli yang mengandung unsure penipuan.” (H.R. Muslim)
- Adat kebiasaan atau ‘urf yang tidak menyimpang dari syara’,
boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam
transaksi.
a.
Jual Beli
Jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak
yang menyerahkan/ menjual barang) dan pembeli (pihak yang membayar/ membeli
barang yang dijual). Jual beli sebagai sarana tolong menolong sesama manusia,
di dalam Islam mempunyai dasar hukum dari Al-Qur’an dan Hadist. Seperti dalam
Al-Qur’an Surah An-Nisa, 4: 29.Mengacu kepada ayat Al-Qur’an dan Hadist, hukum
jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual
beli bisa berubah menjadi sunnah, haram, dan makruh.
Rukun dan
syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi
agar jual belinya dihukumi sah menurut syara’.
- Syarat bagi orang yang melaksanakan akad jual beli :
1)
Berakal
2)
Balig
3)
Berhak mengunakan hartanya.
Allah SWT
berfirman :
“Dan janganlah kamu serahkan kepada
orang-orang yang belum Sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka
belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik.”
- Sigat atau ucapan ijab dan Kabul
Ulama fikih
sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan
pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui
ucapan ijab (dari pihak penjual) dan Kabul (dari pihak pembeli.
- Syarat barang yang diperjualbelikan :
1) Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal.
Barang haram tidak sah diperjualbelikan.
2) Barang itu ada manfaatnya.
3) Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah
tersedia di tempat lain.
4) Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah
kekuasaannya.
5) Barang itu hendaklah di ketahui oleh pihak penjual dan
pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuk dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.
- Syarat bagi nilai tukar barang yang dijual :
1) Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus
jelas jumlahnya.
2) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu
transaksi jual beli, walaupun secara hukum, misalnya menggunakan cek atau kartu
kredit.
3) Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah,
maka nilai tukarnya tidak boleh dengan barang haram.
Macam-macam Jual Beli
Jual beli dapat
dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain :
1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli
yang terpenuhi rukun-rukun dan syaratnya.
2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu
jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya atau jual beli itu pada dasr
dan sifatnya tidak disyariatkan. Contoh :
–
Jual beli sesuatu yang termasuk najis
–
Jual beli air mani hewan ternak
–
Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan.
3. Jual beli yang sah tapi terlarang (fasid),
terjadi karena sebab-sebab berikut:
–
Merugikan si penjual
–
Mempersulit peredaran barang
–
Merugikan kepentingan umum
b. Simpan Pinjam
Rukun dan
syarat pinjam meminjam menurut hukum Islam adalah sebagai berikut:
1) Yang berpiutang dan yang berutang, syaratnya sudah
balig dan berakal sehat. Yang berpiutang, tidak boleh meminta pembayaran
melebihi pokok piutang. Sedangkan peminjam tidak boleh melebihi atau
menunda-nunda pembayaran utangnya.
2) Barang (uang) yang diutangkan atau dipinjamkan adalah
milik sah dari yang meminjamkan. Pengembalian utang atau pinjaman tidak boleh
kurang nilainya, bahkan sunah bagi yang berutang mengembalikan lebih dari pokok
hutangnya.
c.
Ijarah
Ijarah berasal dari bahasa Arab yang
artinya upah , sewa, jasa, atau imbalan. Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’I adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat
yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu. Dasar hukum ijarah berasl dari
Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah
Q.S Az-Zukhruf, 43:32, Q.S At-Talaq, 65:6, Q.S Al-Qasas, 28:26. Allah SWT berfirman dalam Q.S
Al-Qasas, 28:26 :
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya
bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang
yang Kuat lagi dapat dipercaya”.
Hadist yang
dijadikan dasar hukum ijarah adalah hadist dari Ibnu Umar r.a yang
artinya “Berikanlah upah/ jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum
kering keringatnya” (H.R. Abu Ya’la, Ibnu Majah, Tabrani, dan Tirmizi).
Macam-macam Ijarah
1) Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa. Apabila manfaat itu termasuk
manfaat yang dibolehkan syarat untuk dipergunakan, maka ulama fikih sepakat
boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
2) Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan.
Rukun dan Syarat Ijarah
Syarat-syarat
akad (transaksi) Ijarah adalah sebagai berikut :
1) Kedua orang yang bertransaksi sudah balig dan
berakal sehat.
2) Kedua pihak bertransaksi dengan kerelaan, artinya
tidak terpaksa atau dipaksa.
3) Barang yang akan disewakan diketahui kondisi dan
manfaatnya oleh penyewa.
4) Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan
secara langsung dan tidak bercacat.
5) Objek ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara’.
6) Hal yang disewakan tidak termkasuk suatu kewajiban
bagi penyewa.
7) Objek ijarah adalah sesuatu yang bisa
disewakan.
8) Upah/ sewa dalam transaksi ijarah harus jelas,
tertentu, dan sesuatu yang bernilai harta.
Rukun-rukun ijarah
menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut :
1) Orang yang berakal
2) Sewa/ imbalan
3) Manfaat
4) Sigat atau ijab Kabul
Karena ijarah
bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak bisa
dimanfaatkan, maka hal-hal yang dapat menyebabkan berakhirnya akad ijarah adalah
sebagai berikut :
1)
Objek ijarah hilang atau musnah.
2)
Habisnya tanggang waktu yang disepakati dalam akad/ taransaksi ijarah.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam
suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah Islam. Seluruh bentuk
kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi, pertama nilai-nilai
keimanan (tauhid) kedua, nilai-nilai islam (syariah) ketiga
nilai-nilai ihsan (etika). Ketika tindakan
ekonomi didasari dengan ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan
produktif.
Perbedaan ekonomi islam dan konvensional jelas berbeda bukan
hanya pada hal yang bersifat aplikatif juga pada tujuan, prinsip maupaun normanya
pun sudah berbeda. Dalam sistem ekonomi kapilatis lebih mementingkan
kepentingan pribadi dan menyebabkan ketimpangan antara masyarakat kaya dan
masyarakat yang miskin sedangkan dalam ekonomi islam sangat menjujung tinggi
keadilan karena semua yang dimiliki adalah titipan Allah SWT. Dalam melakukan
transaksi jual beli juga dalam islam harus berdasarkan asas-asas transaksi
dalam islam baik pada jual beli, simpan pinjam maupun ijarah.
Adapun saran mengenai konsep
ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1. Bagi
pemerintahan, seharusnya lebih menerapkan sistem ekonomi Islam yang jelas
manfaatnya bagi seluruh masyarakat, daripada sistem yang mengarah pada
kapitalis seperti sekarang. Masih banyak masyarakat yang tidak bisa menikmati
hasil sumber daya alamnya di negeri sendiri.
2. Bagi
penyelenggara pendidikan, sisipkan dalam pembelajaran yang mengandung unsur
ekonomi mengenai sistem ekonomi Islam, agar pelajar mengetahui mengenai konsep
ekonomi yang lebih baik.
3. Bagi
pembaca, berperilakulah sesuai dengan yang disyariatkan oleh Islam.
Alaminbangi. Konsep Ekonomi Islam. .[online]. Tersedia:
http://www.alaminbangi.edu (7 Februari 2015).
Al-Idrisiyyah.
(2015). Konsep Ekonomi Islam.[online].
Tersedia: http://www.al-idrisiyyah.com (7 Februari 2015).
Antonio,
Muhammad Syafi’i. (2001). Bank Syariah
dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Mardani.
(2009). Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi
Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Rivai, Veihzal
& Buchari, Andi. (2009). Islamic
Economics Ekonomi Syariah Bukan OPSI, Tetapi Solusi!. Jakarta: Sinar
Grafika Offset.
Slideshare.
Net. Konsep Ekonomi Islam. .[online]. Tersedia:
http://www.slideshare.net(7 Februari
2015).
Abdullah,
Boedi. Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2010.
Chamid, Nur.
Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: . Pustaka Pelajar. 2010
Pusat
Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Yogyakarta
atas Kerja sama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persad. 2008
Khalkhulbahri.
(2015). Sejarah pemikiran ekonomi islam.[online].
Tersedia:http://khalkulbahri.blogspot.com/2013/10/sejarah-pemikiran-ekonomi-islam.html
(2 Maret 2015)
Ahmad Adib. Perbedaan Ekonomi
Syariah dan Konvensional. .[online].
Tersedia: http://www.academia.edu (5 Maret
2015).
Sofyan Ahmad F. Trandaksi Ekonomi Dalam Islam. .[online]. Tersedia: http://www.wordpress.com (5 Maret 2015).